ChanelMuslim.com – Kisah Abu Qudamah menceritakan pengalaman jihad yang membuatnya kagum telah memasuki bagian akhir. Saat perang, beliau mengkhawatirkan kondisi si pemuda yang ikut berperang bersamanya.
Baca Juga: Kisah Abu Qudamah Menceritakan Pengalaman Jihad paling Mengagumkan (1)
Permintaan Si Pemuda kepada Abu Qudamah
Beliau berusaha mencari di tengah medan laga, ternyata si pemuda berada di barisan depan pasukan muslimin.
Beliau pun segera menyusulnya di depan dan mengingatkan si pemuda untuk berbalik ke belakang.
“Kawan, kau masih terlalu muda. Kau tak tahu betapa liciknya pertempuran. Kembalilah ke belakang,” teriaknya.
Namun, pemuda itu menolak. Peperangan pun makin bergejolak. Dalam kancah pertempuran, terdengarlah derap kaki kuda diiringi
gemerincing pedang dan hujan panah.
Akhirnya, perang pun usai. Abu Qudamah pun segera mencari si pemuda. Beliau berkeliling
mengendarai kuda di sekitar kumpulan korban. Tiba-tiba, Abu Qudamah mendengar suara
lirih.
“Kaum muslimin, panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari!”
Suara itu adalah dari si pemuda. Ia Berada di tengah-tengah kuda bergelimpangan. Wajahnya bersimbah darah dan tertutup debu.
“Paman, demi Rabb Ka’bah, aku telah meraih mimpiku. Akulah putra ibu pemilik rambut kepang itu. Aku telah berbakti padanya, kukecup keningnya dan kuhapus debu dan darah yang terkadang mengalir di wajahnya,”
Abu Qudamah pun berinisiatif mengusap darah di wajah pemuda tersebut.
“Jangan. Jangan kau usap wajahku dengan kainmu. Kainku lebih berhak untuk itu. Biarkanlah
darah ini mengalir hingga aku menemui Rabb-ku, paman.
Paman, lihatlah, bidadari yang pernah kuceritakan padamu ada di dekatku. Dia menunggu ruhku keluar. Dengarkanlah kata-katanya: sayang, bersegeralah. Aku rindu.
Paman, demi Allah, tolong bawalah bajuku yang berlumuran darah ini untuk Ummi. Serahkanlah padanya, agar beliau tahu aku tak pernah menyia-nyiakan petuahnya.
Selain itu, agar beliau tahu aku bukanlah pengecut melawan kaum kafir yang busuk itu. Sampaikanlah salam dariku dan katakan hadiahmu telah diterima Allah.
Paman, saat berkunjung ke rumah nanti, kau akan bertemu adik perempuanku. Usianya sekitar sepuluh tahun. Jika aku datang, ia sangat gembira menyambutku.
Dan jika aku pergi, ia paling tidak mau kutinggalkan. Saat aku meninggalkannya kali ini, ia mengharapkanku cepat kembali,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Mimpi Pemuda yang Ikut Berjihad Bersama Abu Qudamah (3)
Kisah Akhir Pengalaman Jihad Abu Qudamah
“Apabila engkau bertemu dengannya, sampaikan salamku padanya dan katakan; Allah-lah yang akan menggantikan kakak sampai hari kiamat,” ujarnya lagi.
Kata-kata si pemuda membuat air mata Abu Qudamah terus menetes. Si pemuda pun akhirnya wafat.
“Asyhadu alla ilaaha illalloh, wahdahu laa syarikalah, sungguh benar janji-Nya. Wa asyhadu anna muhammadarrosululloh.
Inilah apa yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya dan nyatalah apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya,” itulah kata-kata terakhirnya sebelum ruh berlepas dari jasadnya.
Abu Qudamah pun segera pergi menemui ibu si pemuda. Sesampainya di rumah si pemuda, beliau mengucapkan salam dan si ibu bertanya, “Engkau ingin memberiku kabar gembira atau berbela sungkawa?” ujarnya.
“Maksud, Ibu ?” tanya Abu Qudamah.
“Apabila putraku datang dengan selamat, berarti engkau berbela sungkawa.
Jika dia mati syahid, berarti engkau kemari membawa kabar gembira,” terangnya.
“Bergembiralah. Allah telah menerima hadiahmu.”
Ia pun menangis terharu. Benar-benar ia tak kuasa menahan tangis.
“Alhamdulillah. Segala puji milik Allah yang telah menjadikannya tabunganku di hari kiamat,” pujinya kepada Zat Yang Maha Kuasa.
Kemudian, Abu Qudamah mendekat kepada adik si pemuda. Beliau berkata, “Kakakmu menitipkan salam padamu dan berkata, ‘Dik, Allah-lah
yang menggantikanku sampai hari kiamat nanti’.”
Setelah mendengar itu, gadis kecil itu tiba-tiba menangis sekencang-kencangnya. Wajahnya pucat dan ia menangis hingga tak sadarkan diri, bahkan nyawanya telah tiada.
Sang ibu mendekapnya dan menahan sabar atas semua musibah yang menimpanya.
Abu Qudamah benar-benar terharu melihat kejadian ini. Beliau pun meyerahkan sekantong uang, berharap bisa mengurangi bebannya.
Abu Qudamah meninggalkan keluarga itu dengan kalbu yang penuh kekaguman, ketabahan sang ibu, sifat kesatria ang pemuda dan cinta gadis kecil itu kepada kakaknya.
(Diterjemahkan dengan beberapa editing tanpa merubah tujuan dan
makna dari Kitab ‘Uluwwul Himmah indan Nisaa’, 212-217.)
Lihat juga:
1. Masyari’ul Asywaqi ila Mashori’il Usysyaqi: 1/285-290.
2. Sifatush Shofwah: 2/369-370