ChanelMuslim.com- Angka dua itu sepertinya sakral. Kalau lebih, tidak stabil. Berkurang pun bisa bikin suasana labil.
Semua pasangan suami istri tentu ingin bersama selamanya. Suka dan duka. Sedih atau pun bahagia. Tapi, jalan hidup itu kadang bukan pilihan. Mau tidak mau, suami atau istri harus “pergi” duluan.
Saat itu juga, ada ketidakseimbangan muncul. Siapa pun yang “pergi” duluan, istri atau suami. Sejumlah kegamangan pun mondar-mandir. Tetap menjadi orang tua tunggal, atau membuka datangnya sosok baru untuk menjadi dua lagi.
Yang jelas, menimbang antara dua pilihan itu bukan perkara mudah. Butuh ketenangan dan kehati-hatian agar pilihan yang diambil menjadi solusi, bukan masalah baru.
Pilihan Pertama: Tetap dalam Satu
Pilihan ini biasanya spontan dan sangat emosional. Siapa sih yang bisa melupakan orang dekat dalam sekejap. Bertahun-tahun selalu berdua. Semua masalah dihadapi berdua.
Melupakan sosok yang sudah menjadi bagian diri, sekali lagi bukan perkara mudah. Meskipun secara hukum sudah dipahami bahwa membuka datangnya pasangan baru sangat dibolehkan.
Ada banyak pertimbangan. Soal kenangan lama yang terus membayang. Tentang wajahnya. Tentang sepak terjangnya. Tentang hatinya.
Memang, dari kenyataan di lapangan, ada perbedaan sedikit antara sikap istri yang ditinggal suami dengan suami yang ditinggal istri. Terutama dalam melupakan kenangan itu.
Suami yang ditinggal istri, umumnya lebih rasional. Ia melihat kenyataan bahwa dirinya butuh teman hidup, butuh pasangan. Meskipun dirinya dikelilingi anak-anak.
Hal berbeda mungkin dialami istri yang ditinggal suami. Ada rasa emosional yang sulit dilupakan begitu saja. Meskipun kenyataannya, ia butuh pasangan baru, bahkan butuh nakhoda baru untuk mengarahkan bahtera rumah tangganya.
Umumnya rasa berat itu, baik dirasakan suami atau istri, adalah sosok baru yang mungkin tidak seperti yang dulu. Bukan soal wajah atau fisiknya. Tapi soal karakter, “sentuhan”, dan lainnya.
Di sinilah bedanya antara suami dan istri. Boleh jadi, suami akan cepat bisa menyudahi jika pasangan barunya tidak terdapat kecocokan hati.
Tapi, tidak begitu dengan istri. Sekali ia menerima datangnya pasangan baru, saat itu pula ia harus menerima kenyataan apa adanya. Wanita memang jauh lebih tabah dan kuat daripada pria.
Hal lainnya adalah jika suami yang “ditinggal” istri, menikah lagi, itu artinya istri barunya nanti memang bukan istri orang lain.
Dan hal itu sangat berbeda dengan istri yang “ditinggal” suami, jika ingin menikah lagi. Karena boleh jadi, suami barunya nanti adalah juga suami orang lain. Dan hal itu merupakan pengalaman baru yang belum ia rasakan, atau bahkan tidak ingin ia rasakan ketika bersama dengan suami sebelumnya.
Namun, dasar pertimbangannya memang berbeda. Kalau suami yang menikah lagi setelah “ditinggal” istri, ia membutuhkan pasangan baru. Tapi istri yang menikah lagi, boleh jadi, karena dorongan lain yang berbeda. Bisa karena butuh nakhoda baru, bisa juga karena butuh penjamin nafkah baru.
Untuk alasan sebab yang kedua, terkadang menjadi bukan pilihan. Tapi kemestian tuntutan hidup yang harus dilakoni. Demi dirinya dan anak-anaknya. [Mh/bersambung]