ChanelMuslim.com- Rumah tangga itu banyak kerjaan. Ngurus rumah. Ngurus anak-anak. Ngurus masakan. Ngurus cucian. Ngurus taman. Siapa yang harus mengerjakan?
Tinggal di rumah itu bukan seperti di kos-kosan. Di kos-kosan, ada yang ngurus dan siap repot. Kita tinggal terima bersih, alias nyantai aja.
Sementara di rumah, kitalah ibu kosnya. Kitalah juru masaknya. Kitalah tukang cucinya. Kitalah tukang kebunnya. Bahkan, kita juga sebagai satpamnya.
Sebagian orang, mengurus banyak urusan ini, terpaksa ditangani sendiri. Bisa suami istri. Bisa istri saja. Bisa juga kerja sama suami, istri, dan anak-anak.
Namun umumnya, rumah tangga akhirnya berjalan “alami”. Artinya, yang sering di rumah, otomatis menjadi petugas andalan. Dan biasanya itu menjadi beban istri.
Begitu pun sebaliknya. Jika yang sering di rumah suami, ya suamilah yang menjadi tenaga andalannya. Bisa nggak bisa, ya harus bisa. Lama-lama juga akhirnya bisa.
Di luar persoalan ekonomi, ada sebagian suami istri yang begitu strik menghitung plus minus asisten rumah tangga (ART). Bukan karena soal uangnya nggak ada. Tapi, nilai plus minusnya itu.
Istri sebagai Manajer
Nilai plus minus selalu ada di hampir semua hal. Termasuk dalam soal ART. Memang ada negatifnya. Tapi, banyak juga positifnya. Setidaknya, istri bisa lebih fokus pada sisi tugas penting lain daripada terlalu direpotkan dengan hal teknis rumah tangga.
Plus minus itu boleh jadi bergantung pada kemampuan internal keluarga sebagai manajer ART. Pada posisi ini, istri bisa dibilang yang paling kompeten sebagai bosnya.
Karena itu, suami istri harus terlebih dahulu menyiapkan visi dan misi tentang ART. Bahwa ART, sepenting apa pun kebutuhan terhadap tenaganya dan serepot apa pun keadaan istri di dunia luar, tetap saja ART hanya sebatas membantu ibu rumah tangga.
Artinya, tetap saja tanggung jawab besar semua itu ada di pundak istri. Mulai dari mengurus anak-anak, masakan, kebersihan rumah, dan lainnya.
Visi misi atau pengaturan tentang ART sudah disepakati suami istri. Hal ini agar istri tidak merasa jalan sendirian. Tapi juga ada kontribusi suami di pengaturan itu. Hal itu untuk saling mengingatkan jika suatu saat ada yang tidak on the track atau keluar jalur.
Pengaturan itu seperti sejauh mana peran baby sitter, juru masak, dan lainnya. Apa jobdes mereka. Berapa tenaga yang dibutuhkan. Apa tata tertib yang mereka patuhi, dan lainnya.
Contoh, kompetensi apa yang disepakati untuk tenaga pengasuh anak. Misalnya, kemampuan agamanya, tingkat bacaan dan hafalan Al-Qurannya, selain kompetensi teknis sebagai pengasuh.
Termasuk aturan apakah semua ART wanita yang bekerja di rumah harus mengenakan jilbab atau menutup aurat. Karena hal ini bukan hanya sebagai kewajiban syariat, tapi juga sebagai nilai pendidikan untuk anak-anak perempuan di keluarga itu.
Jangan lupa, bukan hanya kewajiban saja yang harus dipikirkan dan disepakati sejak awal oleh suami istri. Tapi juga soal hak mereka. Seperti berapa gajinya, dan hak-hak lain yang sesuai dengan aturan syariat.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mewanti-wanti kita untuk menunaikan hak mereka secara baik.
“Siapa yang saudaranya di bawah perintahnya (sebagai majikan) maka berikan makanan yang sama dengan yang ia makan, pakaian yang ia kenakan, tidak memberikan tugas di luar batas kewajaran yang membuatnya sakit.” (HR. Bukhari) [Mh]