ChanelMuslim.com- Delapan kali namanya disebut dalam Alquran. Ia mohonkan doa dalam kelembutan. Siang dan malam. Puluhan tahun ia lakukan itu. Meski baru terkabul di usia sembilan puluhan tahun.
Namanya Zakaria alaihissalam. Hidupnya sangat sederhana. Ia peroleh nafkah hidup melalui keterampilan mengolah kayu. Seberapa yang ia peroleh, sebesar itu pula bahagianya melarut dalam kesederhanaan hidup.
Sebagian besar kesibukannya sebenarnya bukan dalam urusan kayu. Energi kesehariannya lebih terkuras untuk menjaga iman Bani Israil di abad terakhir sebelum kelahiran Nabi Isa alaihissalam. Sebuah mihrab ia khususkan untuk taqarrub kepada Allah subhanahu wata’ala. Di sekitarannya ada majelis-majelis untuk melakukan pembinaan umat.
Ia hidup di sebuah negeri yang kini bernama Palestina. Penguasanya saat itu masih bagian dari imperium Romawi. Ajaran Yunani yang merasuki wilayah itu ia khawatirkan akan merusak iman ketauhidan Bani Israil.
Doa panjangnya memang bukan sekadar tentang kegelisahan dakwahnya itu. Melainkan, sebuah harapan hadirnya seorang anak dalam keluarganya. Bukan sekadar sebagai pelipur lara dari kebahagiaan suami istri yang terjalin puluhan tahun. Tapi lebih karena keberlangsungan dakwah itu sendiri.
Kalau saja ada seorang anak yang bisa ia wariskan ilmu dan kesalehannya. Kalau saja ada seorang putera kandungnya yang bisa meneruskan misi dakwahnya.
“Ah, mana itu bisa terjadi. Aku sudah tua renta. Rambut dan jenggot sudah memutih. Tulang sudah terasa renta. Dan…, istriku mandul,” seperti itulah kira-kira yang diungkapkan Nabi Zakaria dalam kesendiriannya.
Meski fakta-fakta itu berjajar jelas di hadapannya, tapi harapannya tak pernah pudar. Ia terus berdoa. Saat murid-muridnya tertidur, ia bangun untuk ibadah. Saat itulah ia panjatkan harapannya dalam doa panjangnya.
Ia seperti berbisik lama dalam doa itu. Bukan lantaran ia tak mau berucap normal. Tapi, ia khawatir kalau karena doa panjangnya itu akan membangunkan murid-muridnya yang tengah tertidur.
Di episod hidupnya yang lain, Allah mengamanahkan seorang putri cilik nan salihah untuk ia didik dengan baik. Putri cilik itu bernama Maryam. Seorang anak kandung dari saudari iparnya sendiri.
Ia buatkan mihrab khusus untuk keponakannya itu. Sedemikian tingginya kehati-hatian Zakaria mendidik Maryam, wanita yang kelak akan menjadi ibu Nabi Isa ini belum pernah bertemu dengan seorang laki-laki pun kecuali pamannya itu.
Dunianya hanya dalam mihrab khususnya itu. Bertahun-tahun Maryam menikmati hidup dalam suasana itu. Makan dan minum dibawakan Nabi Zakaria, selain tentunya pendidikan keimanan dan syariah yang mumpuni.
Suatu kali, Nabi Zakaria pernah terlupa membawakan makanan untuk Maryam. Ia buru-buru menuju mihrab Maryam. Ia khawatir keponakannya itu kelaparan. Tapi apa yang terjadi? Ia terperanjat karena di situ begitu banyak makanan dan minuman yang berkualitas tinggi. Jauh dari apa yang biasa ia berikan.
“Maryam, dari mana makanan ini?” tanyanya.
“Dari Allah,” ucap Maryam begitu tenang.
Nabi Zakaria terperanjat dengan jawaban itu. Bukan karena ia tidak percaya dengan Maryam. Bukan juga karena ia tidak percaya dengan keajaiban yang bisa Allah berikan kepada hambaNya yang Ia pilih. Tapi, karena takjubnya dengan kekhususan diri Maryam di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Masya Allah. Betapa istimewanya anak ini. Ia saja yang hampir satu abad menggeluti hidup dan dakwah ini belum pernah mengalami hal seistimewa itu.
Saat itulah, kerinduannya dengan kehadiran putera kandungnya kian kuat terasa. Andai saja aku memiliki putera seistimewa seperti Maryam. Tentu, kecemasannya tentang keberlangsungan dakwah untuk Bani Israil bisa terjawab.
Lagi-lagi, doa khusus itu ia panjatkan. Ia minta dan minta. Namun tetap dengan penuh baik sangka dan kesopanan ucapan yang tinggi.
Akhirnya, Allah subhanahu wata’ala menjawab permohonan hamba pilihan itu. Malaikat Jibril datang menemui Zakaria saat ia berada dalam mihrabnya. Allah menyampaikan kabar gembira bahwa doanya akan terkabul. Seorang putera akan dilahirkan oleh istri Zakaria.
Masya Allah. Alhamdulillah. Kabar itu seperti mimpi. Sebuah kabar gembira yang tak sedikit pun ia ragukan. Tapi nalarnya sebagai manusia tetap terlontar.
“Bagaimana mungkin aku bisa memiliki anak. Aku sudah tua renta. Istriku pun mandul?” ungkap Nabi Zakaria dalam kegembiraannya.
Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa hal itu teramat mudah bagiNya. Sebagaimana, kelahiran Nabi Zakaria sendiri yang sebelum itu ia belum pernah ada.
Bukan itu saja kabar gembiranya. Allah juga langsung memberikan nama khusus untuk putera Zakaria yang akan lahir nanti. Namanya Yahya. Sebuah nama yang belum pernah diberikan untuk seluruh manusia sebelumnya. Dan Allah pun menyampaikan salam untuk kelahiran Yahya, kematiannya, dan kebangkitannya kelak di akhirat.
Masya Allah. Sebuah doa panjang selama puluhan tahun. Doa yang tak pernah putus siang dan malam. Akhirnya terkabulkan pada waktunya.
Kisah yang Allah abadikan di antaranya dalam Surah Maryam ini, memberikan pelajaran tersendiri untuk siapa pun yang masih dalam penantian harapan. Sebuah harapan yang belum terwujud. Sebuah harapan yang secara nalar sulit menjelma menjadi kenyataan.
Teruslah berdoa. Jangan pernah bosan. Jangan pernah ragu. Meski mungkin waktu akan menguji keseriusan doa itu, harapan itu tak boleh lenyap. Yakinlah, bahwa Allah akan mengabulkan doa kita. Kalau tidak di dunia ini, pasti sudah Allah siapkan di akhirat sana. (Mh)