IZINKAN aku bicara dari hati seorang wanita, yang mungkin bisa mewakili suara saudari-saudariku, para akhwat pada umumnya. Ini merupakan catatan hati seorang akhwat.
Aku ingin titip pesan pada para ikhwan yang sudah memutuskan hendak melontarkan perkataan ’ta’aruf’ pada seorang akhwat;
Bagi para ikhwan, pikirkanlah baik-baik, matang-matang, dan masak-masak sebelum menawarkan sebuah jalinan bernama ta’aruf.
Jangan mudah melontarkannya jika tak ada komitmen dan kesungguhan untuk meneruskannya. Mengertilah keadaan akhwat. Antum tahu, bahwa sifat kaum hawa itu lebih sensitif.
Akhwat mudah sekali terbawa perasaan. Disadari atau tidak, diakui atau tidak, akhwat adalah makhluk yang kadang mudah sekali GeEr, suka disanjung, suka diberi pujian apalagi diberi perhatian lebih.
Jadi saat kata ta’aruf atau mungkin khitbah itu keluar dari lisan seorang lelaki baik dan shalih seperti antum, tak ada alasan bagi akhwat untuk menolak.
Karena jika akhwat menolak tanpa alasan yang jelas, maka hanya fitnah yang ada. Jadi, tolong tanyakan lagi pada diri antum, apakah kata-kata itu memang keluar dari lubuk hati antum yang terdalam?
Apakah antum sudah memohon petunjuk kepada yang Maha Menguasai Hati? Apa antum benar-benar siap (ilmu, iman, mental, fisik, materi, dll) untuk menjalin ikatan suci bernama pernikahan?
Sekali lagi, berhati-hatilah dengan kata ta’aruf. Karena ta’aruf adalah gerbang menuju pernikahan.
Baca juga : Pagi Itu Beberapa Orang Akhwat Berkumpul
Catatan Hati Seorang Akhwat; Wahai Ikhwan Jangan Memberi Harapan Palsu Ketika Ta’aruf Telah Terucap
Proses ’ta’aruf’ menuju pernikahan memerlukan sebuah rentang waktu tertentu.
Bila diibaratkan ta’aruf adalah pintu halaman rumah antum dan pernikahan adalah pintu rumah antum, kemudian timbul pertanyaan, berapa jauhkah jarak pintu gerbang menuju pintu rumah antum?
Padahal selama perjalanan akan banyak cobaan menghadang.
Bunga-bunga indah di halaman rumah antum bisa membuat akhwat terpesona. Kolam ikan yang indah juga membuat akhwat terlena.
Ingin sekali akhwat memetiknya, ingin sekali akhwat berlama-lama di sana menikmati keindahan dan kenikmatan yang antum sajikan. Tapi tidak berhak, karena belum mendapat izin dari si empunya rumah.
Akhwat ingin segera mencapai sebuah keberkahan, tapi di tengah jalan antum menyuguhkan keindahan-keindahan yang membuat akhwat lupa akan tujuan semula.
Lebih menyakitkan lagi jika antum membuka gerbang itu lebar-lebar dan akhwatpun menyambut panggilan antum dengan hati berbunga-bunga.
Tapi setelah akhwat mendekat dan sampai di depan pintu rumah antum, ternyata pintu rumah antum masih tertutup. Bahkan antum tak berniat membukakannya.
Saat itulah hati akhwat hancur berkeping-keping. Setelah semua harapan terangkai, tapi kini semua runtuh tanpa sebuah kepastian.
Atau mungkin antum akan membukakannya, tapi kapan? Antum bilang jika saatnya tepat.
Lalu antum membiarkan akhwat menunggu di teras rumah antum dengan suguhan yang membuat akhwat kembali terbuai, tanpa ada sebuah kejelasan.
Jangan biarkan akhwat berlama-lama di halaman rumah antum jika memang antum tak ingin atau belum siap membukakan pintu untuknya.
Akhwat akan segera pulang karena mungkin saja salah alamat. Siapa tahu rumah antum memang bukan tempat berlabuhnya hati mereka.
Ada rumah lain yang siap menjadi tempat bernaung mereka dari teriknya matahari dan derasnya hujan di luar sana. Mereka tak ingin mengkhianati calon suami mereka yang sebenarnya.
Di istananya ia menunggu calon bidadarinya. Menata istananya agar tampak indah. Sementara mereka berkunjung dan berlama-lama di istana orang lain.
Akhi, sebelum ijab qobul itu keluar dari lisan antum, cinta adalah cobaan. Cinta itu akan cenderung pada nafsu. Cinta itu akan cenderung untuk mengajak berbuat maksiat .
Itu pasti! Langkah-langkah syetan yang akan menuntunnya. Kita tentunya tidak mau memakai label ‘ta’aruf untuk membungkus suatu kemaksiatan bukan?
Hati-hatilah dengan hubungan ta’aruf yang menjelma menjadi TTM (Ta’aruf Tapi Mesra).
Tolong hargai akhwat sebagai saudara antum. Akhwat bukan kelinci percobaan. Akhwat punya perasaan yang tidak berhak antum buat ’coba-coba’.
Pikirkanlah kembali. Mintalah petunjuk-Nya. Jika antum memang sudah siap dan merasa mantap, segera jemput mereka.
Dan satu lagi yang perlu antum perhatikan adalah bagaimana cara antum menjemput. Tentunya kita menginginkan kata ’berkah’ di awal, di tengah, sampai di ujung pernikahan kan?
Hanya ridho dan keberkahan-Nya lah yang menjadi tujuan.
Pilihlah cara yang tepat dan berkah. Antum sudah merasa mantap pada akhwat itu. Antum yakin seyakin-yakinnya bahwa dialah bidadari yang akan menghias istana antum.
Tapi antum tidak menggunakan cara yang tepat untuk menjemputnya. Sama halnya jika antum yakin dan mantap untuk menuju Surabaya.
Tapi dari Jakarta antum salah memilih kendaraan, akibatnya antum gak akan pernah sampai ke Surabaya, malah nyasar. Atau kendaraannya sudah benar tapi tidak efektif.
Terlalu lama di perjalanan. Masih keliling-keliling dulu.
Akhirnya banyak waktu terbuang percuma selama perjalanan. Jadi, antum juga harus memikirkan cara yang baik/ahsan, tepat dan berkah agar bahtera rumah tangga antum berjalan di atas ridho dan keberkahan-Nya.
Semoga pesan ini bisa menjadi bahan renungan antum, para ikhwan, calon qowwam kami (para akhwat) dalam mengarungi bahtera rumah tangga Islami yang akan melahirkan generasi penyeru dan pembela agama Allah.
Akhirnya aku minta maaf, afwan jiddan bila dalam pesan ini ada hal-hal yang kurang ahsan. [MRR]
Sumber: khoirunnisa-syahidah.blogspot.com