ChanelMuslim.com – Wakaf uang kembali menjadi perbincangan akhir-akhir ini setelah pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada Senin (25/1/2021) lalu.
Ustaz Farid Nu’man Hasan berkomentar mengenai hal ini.
“Masalah waqaf dengan uang pernah saya bahas sekitar tiga tahun lalu. Mayoritas ulama menyatakan TIDAK SAH, sebab karakter wakaf itu adalah harta yang tetap wujud dan manfaatnya sehingga wakaf uang dan makanan tidak boleh karena lenyap dan manfaatnya tidak langgeng,” ujar Ustaz Farid Nu’man, Sabtu (30/1/2021).
Ustaz Farid menambahkan, pendapat yang mengecualikan adalah Hanafiyah dan Malikiyah.
“Kecuali menurut Hanafiyah generasi awal, Al Auza’i, dan Imam Malik. Mereka membolehkan wakaf dengan makanan,” tambahnya.
Ustaz Farid kemudian mengutip Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, jilid. 6, hal. 53, Syaikh Wahbah az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid. 8, hlm. 126.
“Bisa saja panitia wakaf menerima uang, lalu diubah menjadi barang yang langgeng untuk membeli tanah dan itulah yang diwakafkan atas nama pewakaf, dan penuhi rukun-rukunnya (waqif, mauquf, mauquf ‘alaih, dan ikrar), maka sah,” ujarnya.
Namun, Ustaz Farid menambahkan, masalahnya bukan sekadar fiqih wakaf, tapi lebih pada rasa keadilan.
“Dana umat wakaf Islam dibidik, tapi kenapa mereka tidak memangkas gaji para pejabat yang jumlahnya ribuan seantero negeri? Berikanlah contoh,” katanya.
Baca Juga: Wakaf Uang Sebagai Bentuk Rasa Sayang
Bukan Sekadar Wakaf Uang, tapi Rasa Keadilan
Dahulu, kata Ustaz Farid, Imam an Nawawi menolak kebijakan Raja Zahir, yang meminta tanda tangan para ulama agar setuju memungut dana umat untuk biaya jihad. Sementara pihak raja dan istana tidak mencontohkan memberikan dana itu.
Seandainya kekayaan istana dikumpulkan untuk biaya jihad itu sudah cukup tanpa harus meminta ke rakyat yang sudah susah.
Akhirnya, Imam an Nawawi diusir Raja Zahir ke Nawa, akibat sikap tegasnya itu. Para ulama yang telanjur setuju menandatangani akhirnya menyadari kebenaran Imam an Nawawi, mereka pun mengikuti jejak Imam an Nawawi dengan mencabut tanda tangannya.
Raja Zahir merayu agar Imam an Nawawi mau kembali, tapi beliau menolak, tidak akan kembali selama Zahir masih hidup, akhirnya satu bulan kemudian Raja Zahir pun wafat.
“Selain itu, kenapa selalu dana umat Islam. Ke mana dana umat-umat lainnya?,” tanya Ustaz Farid.
Orang-orang model begini, lanjutnya, sering mengatakan lahirnya negeri ini bukan hanya jasa satu agama (Islam), seolah perjuangan dan jihad umat Islam adalah ranting berguguran saja, tapi giliran negara kolaps, mereka minta-minta uang, restu, dan sumbangsih umat Islam.
Wajar jika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan dengan doa yang begitu pedas:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.
“Ya Allah, siapa saja yang memimpin/mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka SUSAHKANLAH DIA”.
(HR. Muslim no. 1828)
Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah.[ind]