ChanelMuslim.com – Jarang Diketahui, Keteladanan Ustaz Ahzami dalam Keluarga Menyimpan Kisah Haru
Saat matahari baru mulai menampakkan semburat cahayanya di pagi itu, Ahad (5/4/2020), tak ada mendung maupun awan hitam terlihat tapi hujan air mata tak mampu dibendung oleh ribuan aktivis dakwah yang mendapati berita wafatnya Ustaz Ahzami Sami’un Jazuli, M.A.
Sosok keteladanan Ulama kelahiran Pati, 24 Juni 1962 ini bukan saja dalam hal menuntut ilmu – Ustaz Ahzami lulus Doktoral dari Universitas Islam Muhammad bin Saud jurusan Ulumul Quran, di Riyadh, Arab Saudi – tapi juga dalam rumah tangga dan keluarga.
Baca Juga: Membangun Keteladanan dan Kepemimpinan Berintegritas
Keteladanan Ustaz Ahzami dalam Keluarga
Beliau memiliki 10 orang anak dari seorang istri, kesemua anaknya adalah para penghafal Alquran dan melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri. Beliau sosok terpandang, bukan hanya di luar, tapi juga di lingkaran keluarga terdekatnya, selalu menjadi rujukan dan panutan dalam setiap permasalahan. Sebagai seorang Ustaz terkenal, mungkin lumrah jika disebut tidak ada waktu bagi keluarga karena sibuka berdakwah di berbagai daerah, namun tak demikian kita jumpai dalam diri Ustaz Ahzami. Luar biasanya, bukan hanya anak-anak dan istrinya yang ikut merasakan kedekatan dengan beliau, tapi juga para ipar, murid, tetangga, ibu-ibu pengajian bahkan tukang sayur langganan beliau turut merasakan duka mendalam saat mendengar kepergian beliau.
Sebagai seorang ulama, ceramahnya sangat dinanti karena disampaikan dengan lugas, jernih, serius tapi santai, dan materi yang dibawakan penuh dengan ruhiyah yang membuat peserta merasa dekat dengan Allah dan ghiroh perjuangan dakwah. Hasil karyanya yang beredar di masyarakat antara lain: Hijrah dalam Pandangan Alquran dan Kehidupan dalam Pandangan Alquran yang diterbitkan Gema Insani Press.
Sebagai seorang suami, Ustaz Ahzami begitu memuliakan sang istri, Ummu Maryam. Pernah suatu saat, Ustaz Ahzami mampir ke tukang sayur di sela-sela bersepeda di pagi hari. Sang tukang sayur memulai pembicaraan, “Ustaz rajin banget belanja dan tahu apa saja kesukaan Ummi,” katanya.
Sejurus kemudian, Ustaz Ahzami menjawab, “Iya, Ummi kan sudah merawat saya dan anak-anak sampai sekarang. Gantian kan saya yang jaga Ummi,” katanya menguatkan kesetiaannya kepada sang istri yang beberapa waktu lalu sedang sakit.
Ustaz Ahzami juga memberikan nasihat kepada para istri untuk memuliakan suami, meskipun jika suami dan istri tidak berdekatan. Salah satu nasihatnya adalah dengan memanggil suami dengan sebutan istimewa.
“Saya pernah memanggil suami dengan menyebut namanya saja di depan Ustaz dan Ustaz langsung menegur,” kata Ningsih, salah satu kerabat Ustaz Ahzami yang sering berkunjung ke rumah beliau. Ustaz menyampaikan bahwa di manapun suami dan istri berada, selalu sebut namanya dengan sebutan istimewa, misalnya istri memanggil suami dengan Abang, Aa, atau Mas.
Sebagai seorang Ayah dan Mertua, anak-anak dan menantunya selalu merasa dekat dengan beliau. Salah satu anaknya, Hanifah Ahzami pernah bertutur mengenai sosok sang ayah yang selalu menyuapi anak-anaknya. Kebiasaan itu tak pernah berubah, dari anak-anak kecil sampai sudah menikah dan memiliki anak, dalam kesempatan acara keluarga, Ustaz tetap memanggil anak-anaknya satu persatu dan menyuapi mereka.
Kharisma seorang Ayah begitu melekat di mata anak dan menantu Ustaz Ahzami. Tak heran, anak-anak dan menantunya berusaha membalas perhatian orang tua mereka. Saat hari-hari penting seperti hari lahir Ustaz dan Ummu Maryam, anak-anak dan menantunya selalu memberikan hadiah dan memperhatikan kesehatan mereka berdua.
Di kalangan santri, Ustaz Ahzami memberikan nasihat yang lucu, tapi penuh arti.
“Wa laa yatafatjaruun!”
Kalimat itulah yang diucapkannya untuk melarang para santri berpacaran. Karena selain melanggar ajaran agama, berpacaran juga merupakan hal sia-sia yang membuat remaja lalai dalam belajar.
Dalam pidatonya di wisuda kelulusan santrinya, beliau memberi nasihat yang sangat berkesan.
“Silakan kalian berkuliah di mana saja. UI, UGM, ITB, kampus mana saja di seluruh dunia, asal kalian ingat satu hal. Sebagai santri lulusan pondok pesantren, kalian adalah sufarud da’wah, duta-duta dakwah.”
Beliau berpesan agar para santrinya tetap menyebarkan ajaran Islam di manapun mereka berada. Menjadi duta dakwah di seluruh dunia dan tetap berada dalam lingkaran tarbiyah islamiyah.
Selain sebagai pengasuh Pondok Pesantren YAPIDH, Ustaz Ahzami juga menjadi dosen di STIU Darul Hikmah dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ustaz Ahzami juga aktif sebagai pembimbing umroh di salah satu travel umroh di kawasan Pondok Melati. Teringat pesan terakhir beliau saat menghadiri rapat di kantor tersebut sehari sebelum beliau wafat.
“Daripada hidup di masa Corona begini, menjauhkan manusia untuk bertatap muka, lebih enak hidup di surga,” kata Ustaz Ahzami saat bergurau bersama jajaran manajemen biro umroh tersebut.
Isak tangis kembali terdengar di Musholla Al-Masyhur yang berada persis di depan rumah Ustaz Ahzami. Gelombang jemaah yang akan menyolatkan sosok tak tergantikan itu memenuhi musholla dalam kondisi haru dalam suasana pandemi COVID-19.
[gambar3]
Tak heran, sebelum gelombang jemaah memenuhi halaman rumah Ustaz Ahzami, pihak keluarga juga menyarankan agar para rekan turut mendoakan Ustaz dari rumah dengan melaksanakan shalat ghaib bersama keluarga di rumah. Namun, jemaah tetap berdatangan dan panitia selalu mengingatkan untuk menjaga jarak dan disediakan pula masker serta hand sanitizer di sekitar rumah.
[gambar2]
Pelaksanaan sholat jenazah juga dibatasi dan jarak antarmakmum juga berjauhan. Meskipun demikian, hati-hati mereka tetap terpaut pada sosok yang berada di hadapan mereka, air mata pun menetes tak terbendung saat doa-doa mengalir dalam sholat terakhir bersama sang ulama, guru, seorang suami dan ayah teladan bagi siapapun yang mengenalnya. Selamat jalan Ustaz, tunggu dan panggil kami di pintu surga.[ind]