ChanelMuslim.com – Cinta itu bukan permen karet, manis disayang tawar dibuang. Dalam dunia gombalisasi, lakon tentang cinta selalu stereotif: cinta bersemi di pandangan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Tapi kemudian layu dan kering termakan usia.
“Aku cinta kamu. Aku sayang kamu,” seperti itulah suara-suara lagu yang kerap menghias telinga di dunia kita. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun ikutan hafal dan seperti menyatu dalam kehidupan mereka.
Kemilau dan semerbak harum bunga-bunga cinta kian menggoda ketika para selebritis menjadi pemeran utama. Kasing mereka yang prima meletakkan semua pandangan mata tertuju ke mereka.
Baca Juga: Akhir Pekan, Yuk Buat Permen Jelly bersama Buah Hati
Cinta Itu Bukan Permen Karet, Manis Disayang Tawar Dibuang
Senyum, canda, dan tawa bahagia mereka tampilkan sebagai penjamin bahwa yang mereka lakoni nyata. Bukan sandiwara, apalagi drama.
Televisi dan media informasi menyuguhkan kisah mereka seperti cemilan kacang goreng atau kuaci yang tak pernah habis. Selalu ada, tawa, dan bahagia.
Namun, semuanya berhenti di situ. Tak ada lagi sorot kamera ketika sepasang selebritis itu melalui jalan berduri di rumah tangga mereka. Tak ada lagi kamera ketika perjalanan pernikahan mereka termakan usia. Kenapa?
Karena di episode itu sulit menemukan kisah harum seperti semerbak bunga. Cerita berikutnya bukan lagi canda dan tawa bahagia, melainkan caci dan pertempuran mereka di kantor urusan agama, harta gono gini, dan sejenisnya.
Kepalsuan Cinta yang Mempesona
Dunia hiburan, selebritis, dan kisah glamour tentang mereka boleh jadi seperti pisau tajam untuk memotong sosok yang sebenarnya tentang cinta. Cinta menjadi tak ubahnya seperti permen karet yang ketika manis begitu nikmat, tapi saat tawar dibuang, diinjak, atau lebih bagus lagi dikubur.
Cinta menjadi seperti potongan video pendek yang viral. Begitu enak dilihat ketika berdurasi pendek, tapi menjemukan atau bahkan menakutkan ketika berdurasi utuh dan panjang.
Inilah sosok cinta yang akrab di dunia kita. Melek mata, mereka tayangkan, dan menjelang tidur pun mereka lantunkan seperti dongeng indah yang hanya di awang-awang.
Bukan hanya anak-anak muda. Bukan juga hanya mereka yang tidak mengenal Islam yang terpesona.
Tidak jarang, virus palsu tentang cinta itu pun menjalar masuk ke lubang pori-pori hati kita, dan kemudian mengendalikan tingkah kita di alam nyata.
Tanpa sadar, kita menjadi bertingkah seperti selebritis yang umumnya dangkal tentang iman dan jiwa. Dan begitu keruh untuk meneropong apa dasar cinta dan hati pasangan kita.
Mungkin, tayangan yang terus berulang, lakon yang terus dipajang di depan mata kita, membuai kita dalam hipnotis semu tentang cinta. Kita pun seperti kasing yang berbeda dengan mereka, tapi sama dalam jiwa yang dangkal tetang cinta.
Cinta adalah Keberkahan Itu Sendiri
Tak ada doa yang paling mumpuni dan mencakup seluruh kebutuhan pasangan baru suami isteri selain doa tentang keberkahan. “Barokallahu laka wabaroka ‘alaika wajama’a bainakuma fii khair,” begitu kira-kira doa yang diajarkan Nabi saw. untuk kita.
Alquran pun begitu indah menyebut tiga kata sebagai simpul jalinan cinta yang baru bersemi itu: sakinah, mawadah, dan rahmah. (QS. Ar-Rum ayat 30)
Sakinah adalah sebuah tempat yang cocok, nyaman, dan menenangkan untuk singgah. Tak ada lagi tempat yang paling didambakan selain tempat itu. Itulah persinggahan hati dan jiwa yang kita temukan di pasangan kita.
Mawadah adalah keindahan sekaligus dorongan cinta yang melingkupi hubungan biologis seorang pria dan wanita. Tampan dan cantik menjadi fokus yang hanya terlukis kuat dalam pasangan kita. Bukan yang lain.
Rahmah adalah kelembutan dan kesejukan jiwa yang tiba-tiba menyatu dan terjalin dalam ikatan baru itu. Jiwa seperti kosong tanpa keberadaan cinta dia, dan akan terus menjadi sesuatu yang paling dituju dalam keletihan dan kepenatan hidup.
Seperti itulah mungkin cinta yang pernah diukir oleh Rasulullah saw. bersama isterinya, Khadijah. Pasangan ideal yang terus bersama, hingga ajal memisahkan mereka. Seperti tak ada celah untuk yang lain, dan tak ada pantulan cinta-cinta kecil di sekeliling mereka.
Cintanya terus bersemi, meski dilindas waktu dan derita. Satu per satu keduanya diuji dengan perginya buah hati mereka. Senyum bahagia, canda seketika, dan tangis sesaat seperti proses tumbuhnya bunga yang indah dan semerbak.
“Baiti jannati,” begitu kira-kira ungkapan indah tentang jalinan cinta sosok teladan umat manusia.
Silakan pandangi suami atau isteri kita, dengan kaca mata hati yang jernih tanpa kilauan cahaya dunia.
Pandangi sekali lagi dia yang telah begitu sabar meletakkan pemberhentian cintanya di hati kita. Dan koreksi hati kita yang telah tertular virus palsu tentang cinta. Bahwa, cinta kita tidak pantas menjadi permen karet yang bisa manis dan pada saatnya tawar. (mh)