BEDA antara air laut dengan air bah air sungai. Kasihan Aceh, Sumatra, Tapanuli, Sibolga, dan lain-lain yang terkena dampak banjir besar.
Siang malam hati saya mencelos kalau ingat mereka, sayang saya sudah tua dan kaki sakit-sakitan. Ingin rasanya berangkat ke sana untuk bantu masak masak misalnya atau sekadar membawa makanan dan mungkin nanti alat tulis bagi anak-anak yang buku bukunya hilang ditelan air. Yang saya mampu hanya berdoa, mengikuti perkembangan berita dan mengajak anak-anak sekolah dan guru untuk donasi, dan Alhamdulillah saya baru gajian jadi bisa ikutan menyumbang sedikit-sedikit.
Saya pernah ikut jadi relawan waktu tsunami Aceh tahun 2024, banjir kali ini lebih dahsyat. Kalau dulu, musibah datang sekejab lalu dua hari hilang, dan ketika itu segera orang-orang bisa berjalan kaki walau dalam kondisi sedih, di posko-posko ada deretan nama yang ditemukan, nama anak yang ditemukan nama orangtua yang ditemukan.
Ketika itu mayat bergelimpangan, terkadang kaki kesandung mayat yang menggembung tapi tidak bau, mengapa?
Baca juga: JISc Peduli Umat Survei Wilayah Terkena Gempa di Sumbawa
Beda Air Laut dengan Air Bah
Karena ketika tsunami. Air nya itu air laut jadi ada unsur garam, sehingga walau sudah sebulan di sana pun tidak ada bau amis dan tidak ada lalat atau binatang apapun di atas tubuh mayit. Kayak digaramin gitu jadi tidak bau.
Beda dengan yang sekarang air sungai. Kasihan mereka, setelah ini akan timbul wabah penyakit bagi yang masih hidup. Ahh kalau saya masih muda ingin rasanya berangkat ke sana .. tapi bisa apa saya?
Teringat lagi peristiwa 4 hari setelah tsunami, saya ikut pesawat bantuan TNI, saya lupa ada akses dari teman relawan di PKS. Dari dulu yang konsisten memang PKS, dulu namanya PKPU.
Saya ingat di sebuah rumah yang amblas ke dalam, ada ibu memeluk anaknya sudah meninggal di meja makan. Saya melihat dari jendela.
Hanya saja kita tidak boleh menyentuh langsung, saya teringat ada seorang anggota FPI yang tangannya membusuk karena memegang mayat langsung dan waktu itu belum ada ACT, tapi ketika bencana di Lombok dan Palu, kami JPU (Jisc Peduli Umat) saya namakan demikian agar kita punya lembaga untuk bernaung tempat kita bekerja.
Kami JPU dulu sering melihat ACT yang sigap mondar mandir. Tidak bicara, tidak ada senyum, kerjanya hanya sholat lalu kerja dan tahu-tahu ngilang. Ke tempat bencana. Mereka relawan senior juga tidak pernah melecehkan atau mandang rendah kita kita (terutama aku ibu-ibu enggak penting) yang datang bawa spanduk dan bantuan juga ngasih uang juga, ahh enggak ada artinya, malah mungkin saya dulu merepotkan karena mereka musti jagain saya.
Apalagi ketika di Palu, untuk kembali ke kota, saya sampai disetirin sama komandan di Pesantren Hidayatullah untuk melewati tempat rawan, kadang ada perampasan truk truk makanan dari orang-orang yang ngungsi ke hutan.
Pesantren ini juga unik. Dulu Jisc ngirim mobil baru, dengan pemikiran agar tidak usah mogok di jalan kalau bawa korban bencana dari desa ke kota ke rumah sakit.
Oh yaa, ini analisa saya yaa.
Kalau mau melihat orang jujur dan orang enggak gila harta itu adalah para relawan ~ ketika relawan ngumpul di sebuah rumah, kadang ada rumah penduduk yang besar dijadikan posko.
Nah di situ saya melihat dengan mata kepala sendiri uang tergeletak di lantai sampai ratusan juta kali yaa. Ada juga seonggok uang di atas meja. Itu semua enggak ada yang ambil sehelaipun. Padahal bisa kalau mau. Semua orang sibuk dalam diam, enggak ada yang ngobrol, enggak ada yang ketawa. Kalau mau ngambil beberapa helai saja enggak akan ketahuan, tapi ini enggak. Semua fokus pada korban bencana. Saya kagum pada hati mereka. Hati para relawan yang tidak pernah tidur kayaknya.
Kadang ada orang datang bawa bantuan, baik kardus-kardus makanan atau biasanya sih ibu-ibu yaa, bawa uang dalam kresek hitam isi perhiasan juga ada, dikasih blek gitu aja ke relawan. Lalu di-list.
Yaa. Semua berlalu begitu saja
Tidak ada foto, saya lupa fotonya pada ke mana.
Tapi situasi ini tempat melekatnya hati. Semua walau enggak kenal kayak saudara banget.
Jujur jadi rindu dengan teman-teman relawan dan banyak lagi, tapi cuma itu yang saya ingat.
Selain itu, yang sigap banget tuh relawan PKS dan tentunya TNI.
Tapi karena saya ibu-ibu jadi enggak main dengan TNI.
Mungkin dari situ yaa saya jadi punya pengalaman masak banyak dan cepat, yang ternyata berguna ketika bikin sekolah dan masak banyak untuk anak-anak sekolahan, kadang sampai 1500 porsi saya sanggup lho, enggak capek.
Nulis cerita kayak gini aja udah senang banget. Mengingat masa muda dulu, jadi saya merasakan banget situasi dan kondisi para korban dan juga air mata terus mengalir tapi bingung mau bantu apa ..~ maafkan saya saudara-saudaraku yang ada di Sumatra, Aceh, Sibolga, Tapanuli, dll.
Saya haturkan alfatehah berkali-kali dalam harian saya juga sedikit bantuan yang agak berserakan ke beberapa lembaga.
Ketika menulis ini saya lagi lihat foto burung di kamera hape saya, saya jadi kepikir, burung-burung pada ke mana ..Yaa Rabb.
