• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Kamis, 3 Juli, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Ketika Fatwa Bertemu Politik: Mempertanyakan Posisi MUI dalam Kontroversi Tambang Nikel Raja Ampat

Juli 2, 2025
in Berita
Ketika Fatwa Bertemu Politik: Mempertanyakan Posisi MUI dalam Kontroversi Tambang Nikel Raja Ampat

Foto: CNN Indonesia

75
SHARES
576
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
ADVERTISEMENT

RAJA Ampat, yang dikenal sebagai “Mutiara Dunia” karena keanekaragaman hayati lautnya yang luar biasa, kini menghadapi dilema besar antara konservasi lingkungan dan kepentingan ekonomi. “Ketika Fatwa Bertemu Politik: Mempertanyakan Posisi MUI dalam Kontroversi Tambang Nikel Raja Ampat”, ditulis oleh Ahmad Faishol.

Pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel di wilayah ini pada Juni 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto membuka pertanyaan besar: di mana posisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam kontroversi yang telah berlangsung bertahun-tahun ini? Ironinya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan yang seharusnya menjadi pedoman umat Islam dalam menyikapi aktivitas pertambangan.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan kesenjangan yang mengkhawatirkan antara idealisme agama dan pragmatisme politik ekonomi.

Fatwa MUI: Landasan Normatif yang Terabaikan

Persyaratan dan tidak bisa menghindari kerusakan mafsadat hukumnya haram, sebagaimana tertuang dalam Fatwa No. 22 Tahun 2011.

Fatwa ini bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum dalam mencegah kerusakan lingkungan di sektor pertambangan.

Fatwa tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa kerusakan yang diharamkan meliputi berbagai aspek yang ironisnya terjadi di Raja Ampat: kerusakan ekosistem darat dan laut, pencemaran air, rusaknya daya hidrologi, kepunahan keanekaragaman hayati, polusi udara, dan percepatan pemanasan global.

Fatwa ini disusun dalam kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup, menunjukkan adanya sinergi antara otoritas agama dan pemerintah.

Namun, mengapa implementasinya justru tersendat dalam kasus Raja Ampat?

Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Realitas Pahit di Lapangan

Kasus Raja Ampat memperlihatkan betapa kompleksnya persoalan ketika fatwa agama berhadapan dengan kepentingan politik dan ekonomi.

Pemerintah baru mencabut empat dari lima IUP nikel di Raja Ampat pada Juni 2025, yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.

Yang menarik, satu perusahaan PT Gag Nikel tidak dicabut izinnya, hanya mendapat pengawasan ketat. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah ada standar ganda dalam penerapan prinsip-prinsip yang telah difatwakan MUI?

Dilema Antara Idealisme dan Pragmatisme

Aspek Ekonomi vs Lingkungan

Kontroversi tambang nikel Raja Ampat mencerminkan dilema klasik antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan kelestarian lingkungan jangka panjang.

Nikel merupakan komoditas strategis untuk industri baterai kendaraan listrik global, memberikan tekanan ekonomi yang besar pada pengambil keputusan.

MUI, sebagai lembaga yang bertugas memberikan panduan moral bagi umat Islam, seharusnya menjadi penyeimbang dalam dilema ini.

Namun, faktanya, suara MUI dalam kasus spesifik Raja Ampat hampir tidak terdengar hingga pencabutan izin tersebut.

Politik Lokal dan Nasional

Faktor politik tidak bisa diabaikan dalam analisis ini. Raja Ampat terletak di Papua Barat Daya, wilayah yang secara historis sensitif secara politik.

Keputusan pemberian dan pencabutan izin tambang tidak hanya melibatkan pertimbangan teknis dan lingkungan, tetapi juga dinamika politik lokal dan nasional.

Keheningan yang Berbicara: Menguak Posisi MUI

Tidak Hadir dalam Diskusi Publik

Sepanjang kontroversi tambang nikel Raja Ampat, MUI sebagai institusi tampak tidak proaktif dalam menyuarakan posisinya.

Padahal, fatwa yang telah dikeluarkan sejak 2011 memberikan landasan yang kuat untuk mengkritisi praktik pertambangan yang merusak lingkungan.

Keheningan ini dapat diinterpretasikan sebagai:

1. Kehati-hatian politik: MUI mungkin enggan terlibat dalam isu yang sensitif secara politik

2. Keterbatasan kapasitas: Kurangnya mekanisme monitoring dan evaluasi implementasi fatwa

3. Konflik kepentingan: Adanya pertimbangan ekonomi yang kompleks

Peran Ulama Lokal

Di tingkat lokal, ulama Papua menghadapi dilema yang lebih kompleks. Mereka harus menyeimbangkan antara tuntutan idealisme agama dengan realitas ekonomi masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja dan pendapatan daerah.

Ketika Fatwa Bertemu Politik: Mempertanyakan Posisi MUI dalam Kontroversi Tambang Nikel Raja Ampat

Baca juga: Wisata Kawasan Wayag di Raja Ampat Resmi Ditutup Sementara Akibat Tambang Nikel

Dampak Sistemik: Ketika Fatwa Kehilangan Daya

Krisis Otoritas

Kasus Raja Ampat menunjukkan adanya krisis otoritas fatwa MUI. Ketika fatwa yang jelas dan tegas diabaikan dalam praktik, hal ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keagamaan.

Preseden Berbahaya

Jika fatwa MUI dapat diabaikan dalam kasus sepenting Raja Ampat, maka fatwafatwa lain juga berpotensi mengalami nasib serupa.

Hal ini dapat membuka jalan bagi praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dalam berbagai sektor.

Refleksi Kritis: Masa Depan Fatwa dalam Era Politik Praktis

Kasus Raja Ampat menjadi cermin bagi MUI untuk merefleksikan perannya dalam era politik praktis. Fatwa tidak dapat lagi dipandang sebagai produk isolatif yang terlepas dari realitas sosial-politik.

Sebaliknya, fatwa harus menjadi instrumen yang dinamis dan responsif terhadap tantangan zaman.

MUI perlu mempertimbangkan strategi komunikasi yang lebih efektif, membangun koalisi dengan berbagai stakeholder, dan mengembangkan pendekatan yang lebih holistik dalam menyikapi isu-isu kompleks seperti pertambangan di wilayah konservasi.

Kontroversi tambang nikel Raja Ampat menjadi ujian bagi relevansi dan efektivitas fatwa MUI dalam kehidupan publik Indonesia.

Pencabutan izin empat perusahaan tambang, meskipun terlambat, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam Fatwa No. 22 Tahun 2011 pada akhirnya menemukan momentumnya.

Namun, perjalanan panjang dari penerbitan fatwa hingga implementasinya mengungkapkan kelemahan struktural dalam sistem pengawasan dan penegakan prinsip-prinsip agama dalam kebijakan publik. MUI, sebagai pemegang otoritas moral, perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap strategi dan pendekatan yang selama ini digunakan.

Raja Ampat bukan hanya tentang tambang dan lingkungan. Ia adalah cermin bagi bagaimana Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, menerjemahkan nilai-nilai agama dalam kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.

Masa depan “Mutiara Dunia” ini akan menjadi saksi bisu apakah fatwa MUI dapat menemukan kembali daya dan relevansinya dalam era politik kontemporer.

Tentang Penulis

Ahmad Faisol (@faisol.ahmd) adalah seorang mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dan minat mendalam terhadap bidang hukum dan ekonomi syariah, Faisol aktif dalam berbagai diskusi akademik serta kegiatan yang mendukung pengembangan hukum berbasis nilai-nilai Islam.[Sdz]

 

Tags: Ketika Fatwa Bertemu Politik: Mempertanyakan Posisi MUI dalam Kontroversi Tambang Nikel Raja Ampat
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
Previous Post

Dompet Dhuafa Gelar FGD Kolaborasi Pengelolaan Zakat untuk Pembangunan Ekonomi Umat Melalui Communal Industry

Next Post

Cara Mengurangi Bayi Muntah saat MPASI

Next Post
Tips Menstimulasi Anak Belajar Berbicara

Cara Mengurangi Bayi Muntah saat MPASI

Kenalkan Logo Baru, Dyandra Promosindo Siap Pimpin Industri MICE

Kenalkan Logo Baru, Dyandra Promosindo Siap Pimpin Industri MICE

Pengasuhan Harus Berbasis Kasih Sayang

Pengasuhan Harus Berbasis Kasih Sayang

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga