HAMDAN Ballal al-Huraini sukses ‘membakar’ kemarahan sekaligus kebodohan Israel melalui film dokumenter. Film menceritakan tentang pembongkaran paksa Israel di sebuah desa di Palestina bernama Masafer Yatta.
Pria kelahiran Susiya, Tepi Barat 36 tahun lalu ini menggarap film dokumenter itu selama empat tahun. Sejak 2019 hingga 2023.
Ia tidak bekerja sendirian. Tapi dibantu oleh aktivis kemanusiaan Palestina lainnya: Basel Adra, Yuval Abraham, dan Rachel Szor.
Israel Marah dan Malu
Film dokumenter sebenarnya karya biasa yang lazim ada di momen penting. Tapi tidak begitu buat Israel. Karena film dokumenter karya Ballal: No Other Land, merupakan visualisasi faktual yang menceritakan kepada dunia siapa Israel sebenarnya: rakus, kejam, dan penjajah tulen.
Terlebih lagi ketika Eropa memberinya penghargaan sebagai film dokumenter terbaik dunia di Berlin tahun lalu. Dan juga, penghargaan lainnya pada awal tahun ini.
Academy Award tiba-tiba jatuh ke Ballal dan rekan-rekannya. Dan itulah film dokumenter yang menjadi bukti otentik kejahatan kemanusiaan Israel di tanah Palestina.
Jadi marah dan malu menjadi satu di otak cetek Israel. Salah seorang menteri Israel mengatakan, “No Other Land merupakan sabotase terhadap Israel.”
Israel marah karena Eropa memberinya penghargaan. Dan malu, karena merasa kecolongan oleh segelintir aktivis yang berada dalam wilayah jajahannya, Tepi Barat.
Kaum Sumbu Pendek
Karya Hamdan Ballal dan rekan-rekannya ini jelas membuat Israel kecolongan dan marah. Tapi, karakter sumbu pendeknya tidak mampu memberikan cara lain yang elegan kecuali menghabisi Hamdan Ballal.
Padahal, dengan kekuatan lobi dan uangnya, Israel bisa saja membalikkan isi film dokumenter itu dengan cara yang lebih ‘bermartabat’. Tapi, itulah Israel yang kian dipahami dunia sebagai keturunan kera tak beradab.
Bayangkan, sebuah negara mengerahkan tentara berpakaian preman untuk melakukan penganiayaan terhadap Hamdan Ballal di rumahnya di Tepi Barat, Senin (24/3). Padahal, Tepi Barat masih dalam pendudukannya.
Skenario nora’ ini seperti ingin memberikan pesan bahwa Ballal dianiaya oleh sesama warga. Jumlah mereka mencapai 20 orang dan semuanya bertopeng. Hanya celana panjang mereka yang bisa menunjukkan bahwa mereka tentara Israel.
Usai penganiayaan itu, Ballal pun mengabarkan Yuval Abraham untuk meminta bantuan. Dan di momen inilah Yuval berhasil mengambil rekaman cctv tentang kekejaman itu. Yuval juga mengamankan putera Ballal yang berusia 7 tahun dari kebrutalan massa.
Ambulan pun datang menolong Hamdan Ballal yang terluka. Tapi di tengah perjalanan, tentara Israel mengambil alih ambulan. Ballal diculik tentara Israel. Hingga kini, keberadaannya belum diketahui.
Kecaman Dunia
Rekaman penganiayaan Ballal yang direkam oleh Yuval Abraham dimuat ke youtube. Dunia kembali tercengang. Seolah-olah, video ini menjadi episode lanjutan dari film dokumenter Ballal yang diapresiasi publik Eropa dan dunia.
Seluruh dunia mengecam Israel. Alih-alih ingin meredam dan mengubur karya Ballal, justru seperti iklan alami: “Ayo tonton film dokumenter karya Ballal dan rekan-rekannya”.
Kecaman termasuk datang dari Majelis Ulama Indonesia. MUI mengutuk aksi biadab Israel itu dan menyerukan sineas muslim untuk melanjutkan kiprah Ballal sebagai pejuang kemanusiaan untuk Palestina.
Beberapa hari mendatang, jutaan orang di dunia akan penasaran dengan film dokumenter karya Hamdan Ballal. Dunia, muslim maupun non muslim, akan mendapatkan frame yang sama tentang Israel: kejam, brutal, dan tak pantas ada di masyarakat dunia yang beradab. [Mh]