ALLAH subhanahu wata’ala begitu dekat dengan hamba-Nya. Bahkan lebih dekat dari urat nadinya.
Sebuah reality show di Amerika cukup menarik. Program televisi ini meminta salah seorang responden yang ditemui di tempat publik untuk memberikan kesan tentang seorang tokoh.
Sang responden biasanya mau memberikan penilaian subjektif tentang tokoh yang disebut. Jika penilaiannya datar, responden akan digiring untuk menilai lebih subjektif lagi. Misalnya, suka atau tidak dengan tokoh itu.
Jika responden menilainya positif boleh jadi ia ‘selamat’. Tapi jika terpancing untuk menilai sangat negatif, ia akan malu sendiri. Kenapa?
Karena ‘secara tiba-tiba’ tokoh yang dibicarakan muncul dari belakang responden. Tanpa sepengetahuan dan perkiraan responden. Hal itu memang sudah direncanakan pihak tivi sebelumnya.
Sebagai contoh, ada responden yang ditanyakan tentang kesannya terhadap petinju Mike Tyson. Karena sosoknya kontroversial, tidak sedikit responden yang mengungkapkan ketidaksukaannya.
Lalu, bayangkan seperti apa perasaan si responden karena tiba-tiba Mike Tyson sudah ada di belakangnya.
“Hai, Mike! Gimana kabar Anda?” ucap pihak tivi secara tiba-tiba.
Responden pun terkejut. Dan ketika ia menoleh ke belakang, Mike Tyson sudah memegang pundaknya.
**
Kita umumnya bebas mengungkapkan perasaan tentang seseorang ketika orang itu tidak ada di situ. Rasa apa saja: tentang rasa suka atau sebaliknya.
Kita menjadi begitu lancar mengungkapkannya. Hal yang mungkin berbeda ketika sosok yang dibicarakan ada bersama kita.
Kenapa? Karena dosa ghibah, di luar kesadaran kita, seolah bukan Allah yang menentukan. Melainkan orang yang kita bicarakan.
Kalau saja kita menyadari dosa itu, tentu kita tidak akan melakukannya: ada atau tidaknya orang yang sedang dighibahi. Karena Allah Maha Tahu apa yang kita lakukan. Allah tidak pernah alfa dalam keadaan apa pun kita. [Mh]