ORANG yang berpuasa tidak hanya sekadar menahan dirinya dari lapar dan dahaga. Namun ia juga harus menjaga seluruh tubuhnya dari perbuatan dosa.
Di antara anggota tubuh yang harus dijaga dan diajak berpuasa adalah lisan dan mulut kita.
Mulut adalah jalan kebaikan dan juga jalan keburukan. Apabila orang mampu menjaga mulutnya dari menyakiti orang lain dan digunakan untuk kebaikan, maka mulut akan mengantarkan kepada keselamatan di dunia maupun akhirat.
Namun sebaliknya, apabila mulut diumbar untuk menyakiti orang dan berbuat berbagai kemungkaran, maka mulut akan menjerumuskan kepada kehancuran serta kehinaan dunia dan akhirat.
Suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan wasiat kepada Mu’adz untuk menjaga mulutnya. Mu’adz kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa karena ucapan kami?” Rasulullah menjawab, “Celakalah ibumu, hai Mu’adz. Manusia tidaklah ditelungkupkan di atas wajah mereka ke dalam api neraka kecuali karena hasil penenan lidah mereka.” (HR. Ahmad).
Baca juga: Kultum Ramadan Hari Kedua, Puasa Tapi Sia-sia
Kultum Ramadan Hari Ketiga, Berpuasa Mulut
Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk syurga.” (HR. Bukhari).
Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.
Di bulan puasa ini, kita dididik untuk mampu menjaga lisan kita. Jangan sampai lisan kita mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan puasa.
Orang yang berpuasa harus mampu menjaga lisan dari berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok, melaknat, mencela, bersaksi palsu, merendahkan orang lain, berkata mengada-ada, dan lain-lain.
Karena semua itu bisa menyia-nyiakan ibadah puasa. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Bukhari).
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Karena betapa banyak orang yang menyesal lantaran bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa bicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan.”
Kalau dalam bahasa kita, sebagian orang mengistilahkan, “Mulutmu adalah harimaumu.” Semoga kita semua mampu menahan mulut dari segala ucapan yang tidak diridhai Allah, baik selama Ramadhan ataupun di luar Ramadhan.
Sumber: Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun – Dr. Hasan El Qudsy
[Sdz]