SEPERTI paku yang tertancap di tembok. Jika ingin dipindahkan, sulit dilakukan. Jika dipaksakan, akan ‘melukai’ tembok.
Jodoh itu anugerah Allah. Silakan berikhtiar meraih anugerah itu, tapi jangan abai dengan rambu-rambu. Salah satu rambu-rambu itu adalah jangan asal jatuh cinta.
Apa yang dimaksud dengan ‘asal jatuh cinta’?
Pria dan wanita itu punya magnit yang memunculkan daya tarik satu sama lain. Jika terjadi momen yang pas, maka magnit itu bisa saling tarik menarik secara tak terduga.
Jangan heran jika ada atasan yang saling jatuh cinta dengan bawahan. Jangan heran jika ada majikan yang saling jatuh cinta dengan asisten rumah tangganya. Jangan heran pula jika ada guru yang saling jatuh cinta dengan muridnya. Dan jangan heran jika ada penumpang ojek online yang saling jatuh dengan drivernya.
Masalahnya, Islam mengajarkan bahwa cinta jangan dibiarkan ‘nyangkut’ di sembarang tempat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan, pilihlah jodoh yang utama karena agamanya.
Nah, ketika cinta ‘nyangkut’ di sembarang tempat itu tadi, maka kriteria yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan menjadi terabaikan.
Inilah yang diistilahkan sebagai ‘seperti paku tertancap di tembok’. Betapa kuatnya tancapan paku itu, dan betapa kuatnya pula tembok menahan sang paku untuk terus tertancap. Tak peduli apa temboknya, dan tak peduli jenis pakunya.
Bayangkan jika salah satu pihak dari keduanya itu tersadar. Mungkin ada seseorang yang menasihati, atau tersadar secara alami. Lalu, bagaimana melepas cinta yang sudah terlanjur mengikat begitu kuat, meskipun belum akad nikah.
Dilemma pun muncul. Jika dipaksakan untuk terus lanjut, maka akan ada keraguan, dan jika dipaksakan untuk ‘putus’, maka akan ada yang terluka.
Bahkan, ada redaksi dalam hadis mutawatir yang memasukkan tentang persoalan cinta yang terlanjur ini. Yaitu hadis tentang niat yang diriwayatkan oleh Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Kisahnya, ada seorang pria yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah bukan untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Tapi karena ingin mengikuti kekasihnya yang sudah pergi hijrah.
Persoalannya sekali lagi bukan pada cintanya karena hal itu memang alamiah. Tapi tentang siapa sosok yang dicintai. Karena jika salah memilih jodoh, tanpa memperhatikan kriteria agama, maka akan ada masalah di masa selanjutnya.
Karena itu, berhati-hatilah menebar pesona. Berhati-hatilah menentukan pilihan cinta. Dan timbangan karena kriteria agama tidak akan sebanding dengan kriteria apa pun yang tersedia.
Sebelum segalanya terlanjur. Sebelum paku benar-benar tertancap di tembok, cepat ambil keputusan. Dan kriteria karena agama itulah yang paling berkah. [Mh]