POHON terlihat besar dan berwibawa. Tapi ketika tanpa buah, manfaatnya seperti hilang.
Menuntut ilmu itu wajib. Orang yang berilmu serasa seperti menggemgam isi bumi. Karena bumi yang luas serasa begitu kecil dalam pengetahuannya.
Ilmu apa saja yang memberikan kebaikan menjadi sangat bermanfaat untuk dipahami. Mulai dari ilmu agama hingga pengetahuan lainnya tentang skill kehidupan.
Masyarakat pun akan memandang lebih terhadap mereka yang berilmu. Ia akan menjadi rujukan buat orang di sekelilingnya.
Namun begitu, jangan hanya berhenti pada berilmu saja. Tapi lebih jauh untuk juga mengamalkannya.
Sebuah kalimat bijak pernah ditulis: al ilmu bilaa ‘amalin, kassyajari bilaa tsamarin. Ilmu tanpa amal, tak ubahnya seperti pohon tanpa buah.
Mereka menjadikan ilmu seperti hiasan yang melekat di badan. Bisa dikenakan jika diperlukan, dan ditinggalkan jika tak diperlukan.
Ilmunya hanya sekadar pajangan. Sebatas pada dunia teori yang berlimpah. Tapi begitu miskin pada kenyataan di lapangan atau dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa seseorang akan ditanya tentang pengamalan dari ilmunya.
“Didatangkan pada Hari Kiamat seorang pria lalu dilemparkan ke neraka hingga ususnya keluar dari perutnya. Keadaan itu membuatnya berputar-putar seperti himar yang berputar-putar pada alat penggilangan gandum.
“Lalu penghuni neraka mengerumuninya. Mereka bertanya, ‘Hai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’
“Pria tadi menjawab, ‘Benar. Dahulu aku telah memerintahkan kepada kebaikan, tapi tidak aku kerjakan. Aku melarang dari kemungkaran, tapi aku lakukan.” (HR. Muslim)
Seorang sahabat Nabi bernama Abu Darda radhiyallahu ‘anhu pernah memberikan nasihat, “Jangan kalian menerima disebut sebagai orang berilmu sebelum kalian mengamalkannya.”
Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak akan menulis sebuah hadis dari Rasulullah kecuali telah aku amalkan.”
Imam Ahmad menambahkan, Aku menemui sebuah hadis: sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berbekam dan memberikan upah kepada Abu Thaibah (terapis) sebesar satu dinar. (HR. Bukhari)
Kata Imam Ahmad, aku pun mengamalkan apa yang dilakukan Rasulullah itu. Yaitu, berbekam dan memberikan upah kepada terapisnya sebesar satu dinar.
Berapa besar satu dinar itu? Satu dinar nilainya 4,25 gram emas. Atau sekitar empat juta rupiah.
Ilmu itu khazanah kekayaan seseorang yang sebenarnya. Selalu bertambah dan tidak mungkin bisa dicuri oleh siapa pun.
Namun akan lebih istimewa lagi jika kekayaan ilmu itu juga diamalkan dalam diri sendiri. Bermanfaat untuk orang lain, dan bermaslahat untuk diri sendiri. [Mh]