NIAT memang dasar dari sebuah amal. Tapi seperti halnya bangunan, amal juga ada dinding dan atapnya.
Jika menelusuri susunan kita-kitab hadis, bab tentang niat selalu di awal. Dan bab tentang niat itu diisi dengan hadis niat yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Hal ini juga membentuk karakter umat Islam dengan niat beramal yang ikhlas. Hanya karena Allah, bukan karena yang lain.
Namun begitu, para ulama juga menjelaskan bahwa niat saja belum cukup. Amal juga harus dilakukan dengan sahih atau benar, mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Begitu pun dalam amal soleh yang lebih luas, seperti muamalah, dakwah, dan lainnya. Nilai sahih atau benar juga jangan dinomorduakan.
Contoh, masyarakat kita punya minat baca dan kepedulian nasib umat yang tinggi. Karena itu, hampir semua konten di medsos yang ‘mampir’ di ponsel selalu dibaca dengan serius. Ketika konten itu memintanya untuk ‘share’, langsung dilakukan.
Padahal, konten itu belum tentu sahih. Ada pihak-pihak yang punya kepentingan buruk melalui penyebaran konten di medsos itu. Bisa isinya pembodohan, bisa juga provokasi, dan lainnya.
Cerna dulu ‘kiriman’ medsos yang masuk. Jika ‘sampah’, buang saja. Dan hal ini butuh kejelian dan pengetahuan.
Kita pun sering mendengar istilah-istilah yang bersifat stigma atau cap buruk dalam ruang percakapan umat ini. Misalnya, wahabi, radikal, intoleran, bid’ah, dan lainnya.
Biasanya, umat dikotak-kotakkan melalui kecenderungan ‘mazhab’nya. Dan satu sama lain seolah diposisikan sebagai pihak yang saling berseberangan.
Contoh, antara mereka yang berlatar belakang dari pesantren dengan mereka yang lulusan timur tengah.
Yang lulusan timur tengah distigmakan sebagai ‘wahabi’ dan yang pesantren dicap ahli bid’ah. Jadilah kedua latar belakang umat yang berbeda ini saling bermusuhan. Padahal, sama-sama umat Islam. Dan sama-sama aktivis dakwah.
Untuk mereka yang sejak awal punya kepentingan buruk terhadap umat Islam, dua pihak ini sengaja dibuat selamanya saling bermusuhan.
Padahal, perbedaan dalam umat ini merupakan sebuah keniscayaan. Dan prosentase berbedanya tentu akan jauh lebih sedikit di banding persamaannya. Yaitu, sama-sama umat Islam.
Niat memang harus selalu dijaga keikhlasannya. Tapi jangan lupa, ilmu dan akhlak juga harus menjadi timbangan yang tidak boleh diabaikan. [Mh]