COLDPLAY dikabarkan akan tetap konser di Jakarta, hari ini (Rabu, 15/11). Meski, sejumlah pihak memprotesnya karena kerap mengkampanyekan penyimpangan seksual LGBT.
Jakarta sepertinya akan kedatangan grup musik asal Inggris, Coldplay. Dikabarkan, tiket acara manggung musik di GBK Senayan ini laris manis. Harganya berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
MUI dan sejumlah ormas Islam sudah tegas menolak konser grup musik yang kerap membawa-bawa simbol ‘warna-warni’ ini. Kekhawatiran mereka satu: akan ada kampanye untuk LGBT.
Dilema kini dialami pihak pemerintah. Di satu sisi ada pihak ulama yang tegas menolak, di sisi lain ada potensi geliat ekonomi yang mengitari acara musik besar itu.
Pihak pemerintah dalam hal ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan bahwa pihaknya akan mengkomunikasikan hal itu ke pihak ulama dan ormas Islam. Koridornya adalah ketentuan hukum.
Dari pihak MUI dalam hal ini bidang dakwah juga mengambil jalan tengah untuk menjembatani dua kepentingan itu. Yaitu, silakan konser musik, tapi jangan kampanye LGBT.
Di sinilah masalahnya, apakah pihak Coldplay bisa dipercaya untuk tetap on the track pada konser musiknya saja, tanpa membawa-bawa simbol ‘warna-warni’ itu? Hal ini karena sejumlah jejak digital yang kerap menunjukkan adanya simbol ‘warna-warni’ di konsernya.
Dan kalau hal itu dilanggar, apa konsekuensi hukumnya? Pak Menteri, Sandiaga Uno, memang mengambil rujukan pada hukum yang berlaku tentang konser itu. Terutama dalam hal legalitasnya.
Namun jika melanggar itu, apakah ada sanksi yang juga akan diberikan kepada pihak Coldplay jika mereka mengkampanyekan LGBT?
Tentu, semua pihak juga harus menghormati tentang nilai-nilai yang berlaku di Indonesia. Terutama tentang LGBT itu.
Rasanya, tak setara juga jika nilai-nilai yang selama ini menjadi pijakan bangsa dikalahkan dengan daya tarik cuan, seberapa pun besarnya. Terlebih lagi menyangkut moral generasi muda.
Jadi, jangan heran jika memang tidak ada kepastian bahwa tidak ada kampanye LGBT, sejumlah pihak lebih menyuarakan penolakan. Karena kaidah fikih menyatakan, mencegah keburukan harus lebih diutamakan dari mengambil maslahatnya. [Mh]