INI alasan kenapa tidak ada yang keluar rumah saat terjadi gempa di Jepang. Dokter Gigi dan juga ibu 4 anak yang saat ini menetap di Jepang, Amelia Muriza, menceritakan mengenai hal ini.
“Awalnya heran tapi jadi tahu setelah tinggal di Jepang, ternyata sistemnya memang seperti itu,” jelas Amelia.
Negara Jepang memiliki standar yang mengharuskan agar setiap bangunan memiliki daya tahan terhadap gempa karena kejadiannya cukup sering.
Edukasi kewaspadaan terhadap bencana sudah dilakukan sejak anak dalam masa penitipan atau daycare dan setiap jenjang pendidikan menjadi kurikulum dan memiliki standar yang sama di seluruh Jepang.
Pelatihan tanggap bencana selalu diadakan secara berkala, jadi sudah terbentuk masyarakat yang siap dengan sistem saat terjadi bencana.
Selain itu, sudah terbangun kebiasaan masyarakat Jepang dalam menyiapkan peralatan siap siaga bencana.
Tiap rumah, sekolah, kantor dan lainnya memiliki topi kebencanaan, tas yang isinya makanan, senter, obat-obatan dan kebutuhan darurat
Mereka juga memiliki peta evakuasi bencana di tiap wilayah sehingga masyarakat tahu ke mana harus pergi saat diarahkan untuk mengungsi.
Pemerintah juga menyediakan sistem peringatan untuk waspada sebelum terjadi gempa melalui notifikasi di HP, email, dan speaker yang bisa terdengar di seluruh kota.
Jadi kenapa tidak keluar rumah?
Karena yang diajarkan di sekolah untuk tahap awal saat terjadi gempa yaitu menggunakan pelindung kepala dan berlindung di bawah meja.
Note: standar tinggal di Jepang
Pelatihan menghadapi bencana sudah dilakukan sejak lama dan konsisten hingga saat ini.
Baca Juga: Jepang Akan Keluarkan Undang-undang Upskirting untuk Pertama Kalinya
View this post on Instagram
Ini Alasan Kenapa Tidak Ada yang Keluar Rumah Saat Terjadi Gempa di Jepang
Dalam keadaan bencana pun, orang Jepang diharapkan untuk tetap tenang. Semua orang tetap di dalam bangunan jika terjadi gempa baik itu rumah, sekolah, kantor dan lainnya.
Kenapa ya reaksinya bisa sama semua? Karena sudah seragam sistemnya. Sudah diajarkan sejak kecil di sekolah apa yang harus dilakukan jika ada bencana.
Sebagai contoh, saat gempa, anak-anak di rumah sudah tahu menutup kepala dengan bahan tebal dan empuk terus berlindung, karena tiap bulan diajari di sekolah.
Meski tenang, jika bencana terus berlanjut, metode yang digunakan adalah “OHASHIMO” yaitu:
Osanai: tidak mendorong
Hashiranai: tidak berlari
Shaberanai: tidak berbicara
Modoranai: tidak balik kembali
Pelatihan evakuasi bencana rutin dilakukan setiap bulan di sekolah-sekolah dan ada “event” pelatihan di daerah perumahan setiap tahunnya.
Karena sistem kebencanaan merupakan bagian dari kurikulum/masuk dalam mata pelajaran di sekolah, maka tak heran, masyarakatnya sudah terbentuk untuk siaga dan mengerti arahan sistem saat terjadi bencana.[ind]