MENUNAIKAN zakat adalah kewajiban bagi tiap muslim. Saat ini media untuk membayar zakat semakin beragam, salah satu dilakukan secara online. Yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah saat berzakat diharuskan ada ijab kabul? Bagaimana ijab kabul jika menunaikan zakat secara online (transfer)? Apakah sah berzakat secara online?
Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.
Pertama, ada beberapa fenomena yang terjadi di sebagian masyarakat.
(1) Sebagian masyarakat melakukan ijab kabul saat mengeluarkan zakat, harus dilafalkan langsung dan berhadap-hadapan. Mereka memahami bahwa zakat itu harus diniatkan, jika tidak diniatkan, menjadi sedekah. Karena yang membedakan antara zakat dan sedekah adalah di bagian niatnya.
(2) Bagi sebagian masyarakat yang lain, berzakat secara online via internet/mobile banking dengan mencantumkan keterangan bahwa yang ditransfer adalah zakat itu sudah cukup dan zakatnya sah.
(3) Sedangkan sebagian masyarakat berzakat hanya transfer tanpa mencantumkan keterangan, cukup diniatkan sendiri di dalam hati.
Baca Juga: BSI Salurkan Zakat Perusahaan Lebih Dari Rp173 Miliar
Apakah Membayar Zakat Secara Online Harus Pakai Ijab Kabul?
Kedua, ketentuan hukumnya bisa dijelaskan sebagai berikut.
(1) Ijab kabul tidak menjadi syarat (tidak wajib). Pihak wajib zakat (pihak yang menunaikan zakat) itu tidak wajib berijab (tidak menyampaikan keinginan dan maksud untuk berzakat kepada mustahik). Begitu pula, ia tidak wajib menunggu kabul (penerima menyampaikan telah menerima zakat).
(2) Tetapi, wajib zakat cukup dengan niat dalam hati, ia berzakat tanpa harus menyampaikan dengan lisan atau tanpa harus menuliskan ini zakatnya.
Contohnya, misalnya, A menunaikan zakat fitrahnya melalui lembaga zakat BC, ia mengirim dana tunainya melalui mobile banking bank syariah kepada lembaga zakat. Apa yang dilakukan oleh A sudah sah karena sudah bersengaja mentransfer (berzakat fitrah).
(3) Jika sebagai wajib zakat, ia cukup berniat berzakat atas nama dirinya sendiri saat mentransfer. Jika ia berzakat dengan mentransfer atas nama pihak lain, berniat berzakat atas nama orang lain tersebut saat mentransfer.
(4) Dari sisi keutamaan (afdhaliyah); jika meyampaikan langsung kepada mustahik, sampikan permintaan doa (mohon didoakan).
Jika menyampaikannya melalui lembaga zakat/amil, menyampaikan/menuliskan jenis donasi dan berapa nominalnya, sehingga lembaga zakat bisa mencatatnya sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga zakat kepada otoritas dan publik.
Dari sisi penerima, mendoakan donatur; Ajarakallaahu fiimaa a’thaita wabaaraka fiimaa abqaita waja’alahu laka thahuuran (Semoga Allah memberikan pahala kepadamu pada barang yang engkau berikan (zakatkan), dan semoga Allah memberkahimu dalam harta-harta yang masih engkau sisakan, dan semoga pula menjadikannya sebagai pembersih [dosa] bagimu).
Ketiga, di antara tuntunan dan dalilnya adalah sebagai berikut:
Ibnu Hazm dalam al-Muhala menjelaskan: seseorang yang menunaikan zakat atas dirinya atau sebagai wakil dari pihak lain, itu tidak sah kecuali dengan niat bahwa itu adalah zakat yang menjadi kewajibannya.
Syeikh ‘Athiyah Saqr menjelaskan: Niat menjadi syarat sah saat ditunaikan karena zakat itu adalah ibadah sebagaimana hadis Rasulullah Saw: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya…” (HR Bukhari Muslim).
Niat tersebut dilakukan pada saat menunaikan zakat (pada saat memberikan zakat tersebut kepada yang berhak) menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, niat tersebut itu dilakukan pada saat penunaian zakat sebelum didistribusikan.
Berbeda dengan Imam Ahmad yang berpendapat bahwa niat berzakat bisa dilakukan terlebih dahulu sebelum penunaian zakat dalam waktu yang tidak terlalu lama. Niat itu tidak mesti dilafalkan karena mungkin itu akan membuat tidak nyaman bagi sebagian, termasuk bagi mereka para mustahik.
Syekh ‘Athiyah Saqr menjelaskan, tidak ada masalah jika seseorang menyerahkan zakat secara terbuka jika ada maslahat, seperti ajakan kepada pihak lain untuk berdonasi atau funding donasi untuk proyek sosial tertentu agar publik tertarik ikut serta berkompetisi dalam berdonasi.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu…” (QS al-Baqarah: 271).
Karena zakat itu adalah ibadah mahdhah sehingga donasi zakat tidak menjadi ibadah kecuali dengan niat sebagai salah satu syarat sah ibadah.
Berzakat secara online itu sudah memenuhi kriteria ijab kabul, karena ijab kabul itu bisa dilakukan dengan lisan, tulisan, atau media lain selama dipahami sebagai ijab kabul dan disetujui pihak akad, karena substansi ijab kabul adalah transaksinya jelas dan setiap pihak akad itu ridha seperti ketentuan donasi dalam platform digital.
Hal ini sebagaimana Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000; “Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.”
Dari sisi maslahat, berzakat melalui online/digital itu memudahkan para donatur dan Lembaga Amil Zakat yang mengelola zakat tersebut, dan pada saat yang sama menambah jumlah zakat sehingga akan banyak membantu dhuafa dan kebutuhan sosial lainnya. Wallahu a’lam
Catatan: Dr. Oni Sahroni