DALAM surat An-Naziat ayat 1-5, Allah bersumpah dengan malaikat yang sifatnya bermacam-macam. Ada malaikat yang mencabut nyawa dengan kasar. Ada juga yang mencabut nyawa dengan lembut. Kemudian, ada yang dengan sigap mengerjakan tugas yang diberikan Allah, dan juga yang membantu mengatur urusan dunia.
Baca Juga: Cara Menjauhi Perbuatan Dosa
Surat An-Naziat Ayat 1-5, Malaikat yang Sifatnya Bermacam-Macam
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالنّٰزِعٰتِ غَرْقًاۙ
Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang kafir) dengan keras, (Q.S. An-Naziat: 1)
وَّالنّٰشِطٰتِ نَشْطًاۙ
demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang mukmin) dengan lemah lembut, (Q.S. An-Naziat: 2)
وَّالسّٰبِحٰتِ سَبْحًاۙ
demi (malaikat) yang cepat (menunaikan tugasnya) dengan mudah, (Q.S. An-Naziat: 3)
فَالسّٰبِقٰتِ سَبْقًاۙ
(malaikat) yang bergegas (melaksanakan perintah Allah) dengan cepat, (Q.S. An-Naziat: 4)
فَالْمُدَبِّرٰتِ اَمْرًاۘ
dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia), (Q.S. An-Naziat: 5)
Dalam tafsir Tahlili, dijelaskan bahwa ayat-ayat ini menegaskan adanya hari kebangkitan yang diingkari orang-orang musyrik. Ayat-ayat selanjutnya yang juga dalam bentuk kalimat-kalimat sumpah kepada para malaikat yang turun dari langit dengan cepat sambil membawa perintah Allah.
Bahkan, Allah bersumpah kepada para malaikat yang mendahului malaikat yang lain dengan kencang, serta para malaikat yang mengatur dunia.
Firman-firman dalam bentuk sumpah ini banyak terdapat pada surah-surah Makkiyyah karena banyak orang-orang musyrik menolak dan mengingkari hari kebangkitan.
Adapun jawab qasam (isi dari sumpah) pada awal Surah An-Naziat ini terdapat dalam ayat 6, yaitu sungguh pada saat alam berguncang ketika tiupan sangkakala pertama, semuanya rusak dan hancur.
Tiupan sangkakala yang pertama itu kemudian diikuti oleh tiupan kedua yang membangkitkan manusia dari kuburnya. Inilah hari kiamat dalam arti yang sebenarnya.
Ayat-ayat permulaan pada Surah An-Naziat ini oleh jumhur mufasir dipahami sebagai sumpah-sumpah kepada para malaikat. Akan tetapi, ada mufasir lain, seperti Aḥmad Musṭafā al-Marāgī, yang memahami sumpah ini bukan kepada para malaikat, tetapi kepada bintang-bintang yang beredar menurut aturan tertentu, seperti matahari, bulan, dan planet-planet yang lain.
Dalam tafsir al-Marāgī, ayat-ayat ini dipahami sebagai bintang-bintang yang sigap dan cepat jalannya, cahaya-cahaya yang keluar dari bintang ke bintang, dan bintang-bintang yang jalannya cepat dari bintang-bintang yang lain. Adapun tentang pemahaman jawab qasam-nya sama dengan pendapat jumhur mufasir. [Cms]