ASSALAMUALAIKUM Kairo. Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menceritakan perjalanannya ke Mesir sejak hari pertamanya di bandara Kairo.
“Kamu bawa apa sih? Kamu tahu tidak bahayanya? Jangan nyusahin,” omel saya sambil terus bergegas berjalan.
Gadis itu tertunduk sambil berusaha menjajari langkah saya, “Maaf, Kak… Maaf, Kak,” katanya berulang-ulang dengan mukanya kusut masai. Kerudungnya berantakan, sebagian anak rambutnya menyembul keluar.
“Beresin dulu kerudungmu. Rambutmu keluar semua,” tak tega saya melihatnya ketakutannya.
Saya tidak mengenal gadis itu. Pertemuan kami benar-benar by accident, tapi cukup membuat saya merasa harus mengomelinya. Bukan karena marah, tapi justru karena kasihan padanya.
Berawal dari penerbangan Qatar Airways QR 959 Jakarta-Doha-Kairo yang waktu transitnya sangat mepet. Pesawat landing di Doha pukul 13.20, sementara boarding Doha-Kairo pukul 13.30.
Hanya ada waktu 10 menit! untuk lari-lari pindah pesawat di Hamad International Airport yang terdiri dari 6 terminal dengan masing-masing belasan gate di dalamnya.
Beruntung ada Maryam, gadis cantik asal Tunisia yang menjadi ground staff Qatar Airways yang menjemput penumpang lanjutan ke Kairo. Ia memandu kami menuju gate B-8 tanpa perlu nyasar-nyasar dan bertanya.
Di saat semua lari-lari mengejar penerbangan ke Kairo, koper kabin gadis mahasiswa Al Azhar yang saya omeli itu tertahan petugas X-ray karena membawa barang yang dilarang.
Petugas bandara berbicara dalam bahasa Inggris, sementara gadis itu hanya bisa berbahasa Arab. Tak tega saya melihat mimik mukanya yang menahan tangis.
“I don’t know her, but I can translate for you,” kata saya pada Maryam dan petugas bandara yang menahannya.
Baca Juga: Universitas Al-Azhar Kairo, Kampus Favorit Para Pelajar Indonesia
Assalamualaikum Kairo
Sebenarnya, di bandara manapun di dunia sebaiknya kita tidak berurusan dengan orang yang tidak dikenal yang sedang ditahan petugas.
Khawatirnya ia membawa narkoba atau barang terlarang lainnya, yang akan membuat kita terseret dalam masalah.
Namun, saya sungguh tidak tega melihat gadis itu. Saya membayangkan, pastilah ia sedang ketakutan dan barangkali orangtuanya saat ini sedang menderaskan doa untuk keselamatan perjalanannya.
Allah yang menggerakkan saya untuk membantu menerjemahkan ucapannya.
View this post on Instagram
Singkat cerita, akhirnya barang yang dimaksud disita petugas bandara. “Sudah ditinggal saja. Jangan bikin rumit persoalan,” tegas saya. “Itu apa sih?”
“Itu jamu, Kak!” katanya dengan muka polos.
“Allahu akbar!” seru saya mau ngomel sekaligus menahan tawa. “Ada-ada saja sih kamu bawa jamu ke cabin pesawat. Jangan diulang lagi. Ini baru pertama kali kamu balik ke Kairo sendirian?”
“Iya, Kak. Syukron ya sudah dibantu tadi,” ucapnya pelan yang membuat hati saya terasa “nyes” seperti disiram es.
“Bukan saya yang membantu, pasti sekarang ibu kamu sedang mendoakan perjalananmu.”
Perjumpaan dengan gadis yang bahkan saya lupa bertanya siapa namanya itu seakan ucapan “Ahlan wa sahlan bi Kairo.”
Kairo yang semrawut, ruwet dengan bermacam persoalan, riuh suara klakson, dan berjuta debu yang membuat rindu.
Kairo, ana qaadimun –Kairo, I’m coming.[ind]