TAUBATNYA orang-orang musyrik merupakan salah satu isi kandungan surat At-Taubah yang dijelaskan oleh Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc.
Surat ini diawali dengan permulaan yang keras dan menarik perhatian. Di samping tidak dimulai dengan “basmalah” juga diawali dengan kata “bara’ah” (pemutusan hubungan).
بَرَآءَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۤ اِلَى الَّذِيْنَ عَاهَدْتُّمْ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrik yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).” (QS. At-Taubah: 1)
فَسِيْحُوْا فِى الْاَ رْضِ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّا عْلَمُوْۤا اَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِ ى اللّٰهِ ۙ وَاَ نَّ اللّٰهَ مُخْزِ ى الْكٰفِرِ يْنَ
“Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.” (QS. At-Taubah: 2)
Permulaan yang keras dan pemberian penangguhan terbatas kemudian maklumat dari Allah dan Rasul-Nya yang sangat menggugah:
وَاَ ذَا نٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۤ اِلَى النَّا سِ يَوْمَ الْحَجِّ الْاَ كْبَرِ اَنَّ اللّٰهَ بَرِ يْٓءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ ۙ وَ رَسُوْلُهٗ ۗ
“Dan satu maklumat (pemberitahuan) dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.” (at-Taubah: 3)
Kenapa disampaikan sedemikian kerasnya?
Disampaikan ancaman keras untuk kemudian dibuka pintu taubat. Antara khauf dan raja’.
فَاِ نْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّـكُمْ ۚ وَاِ نْ تَوَلَّيْتُمْ فَا عْلَمُوْۤا اَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِ ى اللّٰهِ ۗ وَبَشِّرِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِعَذَا بٍ اَ لِيْمٍ
“.. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah.
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,” (QS. At-Taubah: 3)
Taubatnya Orang-orang Musyrik dalam Surat At-Taubah
Ancaman ini disampaikan agar mereka bertaubat, bukan untuk mendendam dan mengancam semata-mata. “Bara’ah” dan “maklumat” itu merupakan seruan terakhir untuk bertaubat.
Seruan taubat berikutnya masih ditujukan kepada orang-orang musyrik:
فَاِ ذَا انْسَلَخَ الْاَ شْهُرُ الْحُـرُمُ فَا قْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُّمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَا حْصُرُوْهُمْ وَا قْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَاِ نْ تَا بُوْا وَاَ قَا مُوا الصَّلٰوةَ وَ اٰتَوُا الزَّكٰوةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian.
Jika mereka bertobat dan melaksanakan sholat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 5)
Sekalipun orang-orang beriman diperintah memerangi orang-orang musyrik dalam peperangan, tetapi jika orang-orang musyrik itu bertobat maka harus diberi kesempatan untuk bertobat.
Karena perang dalam Islam bukan untuk perang semata-mata atau untuk menghabisi umat manusia, tetapi di antaranya untuk memberi mereka kesempatan bertaubat dan mengenal ajaran Islam.
Setelah itu, diperintahkan agar argumentasi disampaikan kepada orang-orang kafir dengan mendakwahi mereka dan menjelaskan agama kepada mereka sebelum memerangi mereka:
وَاِ نْ اَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَا رَكَ فَاَ جِرْهُ حَتّٰى يَسْمَعَ كَلَا مَ اللّٰهِ ثُمَّ اَبْلِغْهُ مَأْمَنَهٗ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُوْنَ
“Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya.
(Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah: 6)
Ancaman masih terus disampaikan dan setiap ancaman diakhiri dengan mengingatkan untuk bertaubat.
Misalnya ayat 10 menyampaikan:
لَا يَرْقُبُوْنَ فِيْ مُؤْمِنٍ اِلًّا وَّلَا ذِمَّةً ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُعْتَدون
“Mereka tidak memelihara (hubungan) kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. At-Taubah: 10)
Kemudian ayat berikutnya menyebutkan agar mereka diperlakukan seperti saudara untuk memotivasi mereka masuk Islam:
فَاِ نْ تَا بُوْا وَاَ قَا مُوا الصَّلٰوةَ وَاٰ تَوُا الزَّكٰوةَ فَاِ خْوَا نُكُمْ فِى الدِّيْنِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْاٰ يٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
“Dan jika mereka bertobat, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
(QS. At-Taubah: 11)
Baca Juga: Tanda Allah Menerima Taubat Seorang Hamba
Kemudian disampaikan ancaman lagi kepada orang-orang musyrik jika mereka tetap bersikeras ingin terus berperang (ayat 12-14), kemudian di ayat 15 disampaikan lagi masalah taubat.
وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوْبِهِمْ ۗ وَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلٰى مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَا للّٰه عليم حكيم
“dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang mukmin). Dan Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 15)
Ini semua mencerminkan puncak tawazun (keseimbangan) dan wasathiyah (moderasi)Islam antara kasih sayang dan kelembutan di satu sisi dan sikap realistis dan tegas di sisi lain.
Seorang ustaz menyebutnya dengan ungkapannya yang unik, “antara daya pikat dan daya sikat”. Juga menunjukkan misi utama dan tujuan dakwah Islam yang harus diperhatikan dalam semua aktivitas yang dilakukan kaum muslimin, termasuk dalam perang sekalipun.
Poin ini mengingatkan kita semua bahwa dakwah Islam harus selalu menjadi “panglima” dalam seluruh aktivitas dan pergerakan.
Bila dalam perang saja dakwah Islam masih menjadi “panglima”, apalagi dalam aktivitas politik dan lainnya.
Politik tidak boleh menjadi “panglima” karena bisa menggeser bahkan menggusur tujuan utama berpolitik yaitu menyampaikan dakwah Islam. Firman Allah:
اَ لَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَ رْضِ اَقَا مُوا الصَّلٰوةَ وَاٰ تَوُا الزَّكٰوةَ وَاَ مَرُوْا بِا لْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلّٰهِ عَا قِبَةُ الْاُ مُوْرِ
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj: 41)
Bila politik menjadi “panglima” dan menggusur misi dakwah, maka akan memunculkan para politisi, bukan dai, yang tidak lagi mementingkan akhlak, ukhuwah, spiritualitas, kemaslahatan umat, kejujuran, kesantunan dan keteladanan yang menjadi domain utama dalam dakwah.[ind]
(Bersambung)