SUSAH itu ketika sarana hidup begitu minim. Jauh dari tawa, jauh dari pesta. Kadang saat itu orang menjadi lebih banyak berdoa.
Kalau ditanya mau pilih mana, antara hidup senang dan hidup susah. Tentu tak seorang pun yang mau jawab susah.
Hidup susah itu tak diminati karena apa-apa serba tidak tersedia. Padahal, hidup ini butuh banyak ketersediaan: harta dan lainnya.
Tapi, pernah kita membayangkan kalau hidup susah itu justru bisa kian mendekatkan seseorang dengan Allah subhanahu wata’ala. Tentu jika dasar imannya sudah lumayan.
Karena jika dasar imannya sangat lemah, yang terjadi justru bisa fatal. Seperti apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Boleh jadi kefakiran bisa menjerumuskan seseorang kepada kekafiran.
Buktinya lumayan banyak. Mereka yang fakir harta dan iman, bisa pindah agama hanya dengan sekardus mie instan. Naudzubillah.
Apa sih yang pertama kali dilakukan seseorang ketika mengalami hidup susah? Ia berusaha untuk mencari sandaran agar bisa hidup lebih tegar. Dan iman menyadarkannya bahwa sandaran paling mumpuni adalah kembali kepada Allah.
Ia pun menjadi banyak beribadah dan berdoa, meminta kepada Allah agar bisa dimudahkan dari segala urusan yang memberatkan.
Hasratnya untuk bersenang-senang tertahan dengan keadaan yang tidak memungkinkan. Bukan ia tidak mau, tapi karena tidak mampu.
Dengan kata lain, umumnya pilihan melakukan maksiat menjadi kian minim ketika ketersediaan sarana tak memungkinkan. Mau keluar rumah tak banyak ongkos, mau ke tempat hiburan gak punya uang. Dan seterusnya.
Itu kalau susahnya ‘netral’. Bayangkan jika sudah susah, ada juga tekanan. Misalnya, orang yang sudah jatuh bangkrut, juga terlilit utang.
Tentu, kebutuhan untuk bisa kuat menghadapi kenyataan kian lebih besar lagi. Dan hal itu bisa kian lebih kuat mendorong seseorang untuk jauh lebih dekat kepada Allah.
Kalau ditanya, apa Allah subhanahu wata’ala tidak bisa memberikan rezeki berlimpah kepada hambaNya yang soleh? Tentu sangat bisa.
Tapi, bukankah dunia dan isinya ini bisa diibaratkan seperti mecin. Yang kalau cukup bisa menambah selera makan. Tapi kalau kebanyakan, bisa bikin badan sakit-sakitan.
Allah subahahu wata’ala tentu sangat sayang pada hambaNya yang soleh. Dan karena itulah, Allah tidak menginginkan hambaNya yang dicintai menjadi menjauh lantaran terbuai dengan racun dunia.
Sejarah memberikan pelajaran. Bani Israil di masa Firaun begitu soleh dan taat dengan Nabinya. Hidup susah menjadikan mereka tambah soleh.
Lalu, apa yang terjadi ketika Allah membebaskan mereka dari Firaun? Mereka tidak tambah soleh. Justru melakukan keburukan yang belum pernah dilakukan generasi sebelum mereka. Yaitu, membuat patung sapi emas untuk dijadikan sesembahan.
Keadaan ini tidak menjustifikasi bahwa kita tak perlu berikhtiar untuk menjadi kaya. Tapi memberikan secuil hikmah, bahwa ada banyak kebaikan di balik kesusahan. [Mh]