TAWAKAL itu berserah diri kepada Allah. Manusia hanya dituntut untuk ikhtiar dan doa. Hasilnya menjadi rahasia Allah.
Manusia itu makhluk sempurna. Apa yang dilakukan manusia, jika dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan ada hasilnya.
Masalahnya, kadang manusia terlalu banyak hitung-hitung. Kalau saya usaha ini, nanti ruginya begini. Kalau saya usaha itu, nanti ruginya segitu. Dan seterusnya.
Intinya, serba hitung-hitung itu didorong karena takut rugi atau gagal. Padahal, gagal merupakan pelajaran menuju kesuksesan.
Terlalu banyak hitung-hitung, sama sekali tidak membuat seseorang untung. Bagaimana bisa untung, lha memulai saja belum.
Jangan anggap orang yang sukses semata-mata karena pintar menghitung-hitung. Sebaliknya, sebagian besar mereka bisa sukses karena berani gagal.
Inilah rumus tawakal. Yaitu, menyerahkan segala hasilnya kepada Allah. Yang penting berani melangkah dan siap gagal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpamakannya dengan burung. Meskipun dengan potensi seadanya, kelebihan burung hanya satu: tawakal.
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, hasan shahih)
Kenapa perumpamaannya seperti burung?
Burung tak pernah terlalu banyak berhitung soal berhasil atau gagal. Yang dilakukannya mencoba dan terus mencoba. Bahkan kadang dengan nekat.
Burung mencari rezeki dengan menggunakan seluruh potensinya. Mulai dari pikiran atau insting, matanya yang tajam, sayapnya yang tak henti untuk terus dikepakkan, dan keberaniannya untuk mencoba.
Mungkin saja suatu kali ia gagal. Tapi gagalnya menjadikan tingkat kecerdasan instingnya meningkat. Hingga akhirnya, ia pulang ke sarang dalam keadaan kenyang.
Bagaimana dengan kita? Kita belum mencoba tapi sudah terlalu capek dengan hitung-hitung sukses gagal.
Kita seperti terkungkung dengan perasaan takut: bagaimana kalau nanti gagal. Bukan membuka banyak harapan: seperti apa enaknya kalau nanti berhasil.
Gagal dan berhasil itu manusiawi. Semua makhluk Allah mengalami dua kemungkinan itu. Tapi, orang yang paham bagaimana akan berhasil adalah mereka yang juga paham bagaimana rasanya gagal.
Burung tidak berikhtiar melampaui kemampuan alaminya. Pada pagi hari ia berangkat keluar sarang, dan sorenya ia harus kembali untuk istirahat dan bertemu keluarga.
Jadi rumusnya sederhana: berani terbang untuk ikhtiar, berani gagal untuk belajar, kalau sukses tidak untuk dilampiaskan, dan disiplin untuk keseimbangan diri.
Mau coba rumus ikhtiar burung? Kuncinya sederhana: perbagus tawakal. [Mh]