KISAH pedagang batu mulia dan kejujuran orang miskin. Kejujuran akan selalu mendapat tempat. Kejujuran tidak akan pernah menjadi basi meski baru lama terungkap, seperti kisah seorang pedagang batu mulia dan lelaki miskin berikut.
Baca Juga: Pedagang Roti Binaan BAZNAS Berhasil Menaikkan Penjualannya
Kisah Pedagang Batu Mulia dan Kejujuran Orang Miskin
Diceritakan bahwa seorang tukang batu permata sekaligus saudagar dari Timur menemui Al-Mansur bin Abu Amir. Ia datang dari Aden dengan membawa Batu Permata dan batu-batu mulia dengan jumlah banyak.
Al-Mansur memilih beberapa batu yang menurutnya bagus, lalu menyodorkan kembali kantong batu kepada sang pedagang. Kemudian sang pedagang meninggalkan tempat traksaksi melalui jalanan berpasir di tepian sungai.
Di tengah hari yang sangat terik, ia bermaksud berendam di dalam sungai untuk menghilangkan keringatnya. Ia lepaskan baju dan kantong berisi batu mulia itu di tepian sungai.
Saat itu datanglah seekor burung rajawali dan menyambar kantong yang dianggapnya berisi daging. Ia terbang ke angkasa membawa kantong itu, sementara sang pedagang hanya bisa melihat dari kejauhan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ia menjadi sangat sedih karenanya.
Kini tiba saatnya sang pedagang harus membayar harga batu-batu permata itu kepada penjual pertama. Sang pedagang berpenampilan aneh, agak malas, dan tidak rajin sebagaimana biasanya. Penjual pertama melaporkan hal itu kepada Al-Mansur.
Al-Mansur bertanya kepada sang pedagang perihal keadaannya. Lalu sang pedagang menceritakan apa yang dialaminya.
Al-Mansur berkata, “Mengapa tidak kamu ceritakan sejak lama, sehingga kamu bisa membantu untuk menangkap rajawali itu. Sudahkah kamu datang ke tempat di mana burung itu bersarang?”
“Rajawali itu terbang jauh ke Timur, menyeberangi gunung yang berada di dekat istana Tuan,” kata sang pedagang membela diri.
Al-Mansur menyebarkan orang-orangnya untuk melacak keberadaan kantong tersebut. Setelah beberapa lama melalukan penyelidikan, mereka kembali menghadap Al-Mansur.
“Wahai Tuan kami,” kata mereka, “Kami bertemu dengan seorang miskin. Ia dan beberapa anaknya berkerja berjalan kaki menuju tempat kerjanya, karena mereka tidak mampu membeli kuda tunggangan. Pada suatu hari, mereka membeli kuda tunggangan.”
Laki-laki miskin itu kemudian didatangkan kepada Al-Mansur. Sementara sang pedagang juga hadir. Al-Mansur mengatakan, “Kamu aku panggil karena pedagang itu kehilangan kantongnya. Kamu telah menemukan kantong itu. Jelaskan kronologinya!”
“Saat aku bekerja di kebun, tiba-tiba terjatuh di hadapanku kantong ini,” kata laki-laki miskin. “Aku mengambilnya dan melihat kilauan batu mulia yang ada di dalamnya.
Aku menduga burung rajawali mencuri dari istana Tuan, karena dekatnya lokasi kebunku dengan istana Tuan. Aku menyimpan kantong ini.
Namun, karena kondisiku yang sempit kesusahan, maka aku mengambil sepuluh batu mulia yang ada di dalamnya. Aku berkata dalam hati, ‘Tuan yang pemurah paling tidak akan memberiku imbalan sejumlah batu yang aku ambil itu.’.”
Al-Mansur takjub mendengar penuturan laki-laki miskin itu. Lalu ia berkata kepada sang pedagang, “Ambil kantongmu! Lihat dan pastikan jumlahnya, lalu katakan padaku.”
Sang pedagang menghitung jumlah batu mulia di dalam kantong. “Benar, Tuanku. Yang berkurang hanyalah sejumlah yang dikatakan laki-laki miskin itu. Aku telah menghadiahkan batu yang hilang padanya.”
Al-Mansur berkata, “Aku lebih berhak untuk memberi hadiah kepada laki-laki itu dengan jumlah yang kamu sebutkan.
Kami tidak ingin kesenanganmu berkurang dengan kehilangan sebagian batu mulia.” Kemudian Al-Mansur memerintahkan para pegawainya untuk mengganti batu-batu yang diambil laki-laki miskin, dan memberikannya kepada sang pedagang.
Ia juga memberi laki-laki miskin batu mulia sejumlah yang pernah diambilnya. Hal itu dilakukannya kerena kejujurannya mengakui perbuatannya bahwa sepuluh batu mulia milik pedagang itu ia pakai. “Jika kamu menyerahkan kantong sebelum para pegawai kami mencarinya, maka imbalan kamu yang akan kami berikan tentu akan lebih banyak.”
Sang pedagang memuji-muji kebaikan Al-Mansur dan semangat kerjanya kini telah pulih. Ia berkata, “Demi Allah, aku akan kisahkan kemuliaan Tuan ke Seluruh penjuru negeri.
Aku akan kabarkan bahwa Tuan meguasai burung-burung sebagaimana Tuan manusia. Orang-orang tidak merasa pernah dizhalimi oleh Tuan dan Tuan tidak pernah menyakiti tetangga.”
Al-Mansur tertawa, lalu berkata, “Janganlah kamu bicara berliebihan Semoga Allah memberikan ampunan-Nya padamu!”
Orang-orang takjub dengan kelembutan hati Al-Mansur dan caranya dalam menyelesaikan masalah. [Cms]
(Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Musthafa Sa’ad, Pustaka Al-Kautsar)