INILAH rahasia pernikahanku selama 24 tahun. Apa enaknya bahagia tapi tidak bersamaan? Dalam rumah tanggaku, aku tidak mau seperti Aisha (dalam film Ayat-Ayat Cinta, yang ingin membahagiakan suami tapi dirinya menderita).
Inilah rahasia pernikahanku selama 24 tahun;
1. Aku cuek. Jika ada hal yang menyakitkan hati maka aku tidak akan memikirkannya. Biarkan saja. Aku hanya memikirkan yang enak-enak. Aku juga tidak pendendam dan cepat lupa.
2. Aku suka memaksakan kehendak dengan cara halus, sehingga suamiku akan tahu jika beliau terpaksa memberikan apa yang aku mau tapi tidak berdaya karena alibiku kuat.
3. Aku mengerjakan semua dengan rapi. Misalnya mau jalan-jalan sama teman tapi sebelumnya aku rapi rumah dahulu.
Sampai suatu saat, suami dan anakku kagum karena aku lagi ada di Singapura karena ada pelatihan yang sangat padat, tepatnya saat Idul Adha, tapi ketika mereka pulang sholat, di meja makan sudah tersedia ketupat lengkap dengan opor dan lain-lainnya.
Ditambah ada bunga dan es buah di kulkas serta datang kue coklat sedap di sore harinya. Lalu malamnya, ada sup dan jus.
Jadi, tetap jalankan kewajiban dan memuaskan keluarga walaupun tidak ada di tempat. Hal itu hanya tentang memanajemen saja dan meminta bantuan ART (Asisten Rumah Tangga) atau ojek online.
4. Kalau suamiku melarang, aku diam saja nanti aku akan membuat cerita atau ilustrasi sampai beliau memahami bahwa yang aku lakukan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan akhirnya ‘terpaksa’ dikasih.
5. Siapapun yang salah, aku yang meminta maaf. Mudah saja, tidak perlu bayar juga. Ketika kita meminta maaf pasti siapapun akan melting.
Walaupun aku tahu yang salah besar adalah suamiku tetap aku yang meminta maaf.
Baca Juga: Jakarta Hangat, Sehangat Hatiku (Bag. 2)
Inilah Rahasia Pernikahanku Selama 24 Tahun
6. Aku tidak pernah menuntut suami memiliki gaji sekian atau membawa uang sekian. Seberapa saja uang yang beliau bawa aku akan berkata, “Ih… banyak banget, buat Ummi semua ya! Ummi simpan ya!” atau berkata, “Alhamdulillah….” dan lain-lainnya.
Jika uang suami kurasa kurang maka aku cari uang sendiri untuk menambahkannya. Apabila dapat bersyukur, jika tidak dapat, aku tinggal tidur.
7. Aku tidak pernah menolak ‘kebutuhan utama suami‘. Catat ini! Walaupun aku capek setengah mati jangan sampai dilaknat karena membiarkannya kesal semalaman. Karena ini kewajiban utama para istri.
8. Sama mertua, ada masalah atau tidak ada masalah, aku tidak akan cerita dengan suami. Aku cuek saja. Aku tidak akan cerita.
Aku kasihan kepada suamiku kalau hatinya tidak enak apabila secara kebetulan aku mendapat perlakuan kurang nyaman.
Karena kadang nyaman atau kadang tidak nyaman seperti itu wajar saja. Aku memilih menghindar, membawa kue, senyum-senyum saja, lalu pulang.
Ada ucapan kurang enak, aku tidak masukkan ke hati dan ucapan enak akan aku dengarkan sambil menonton TV dan makan kuaci.
9. Aku capek melangsingkan tubuh, merawat wajah dan lain-lain. Walaupun aku tahu berhias untuk suami itu penting tapi aku malas.
Namun, semaksimal mungkin aku tidak pasang kondisi jelek seperti aku tidak mengenakan daster butut dan paling utama selalu memakai minyak wangi.
10. Aku menyediakan air putih setiap hari dan setiap malam.
11. Aku memasak sesekali tapi yang paling terbaik, yang paling beliau suka sehingga berkesan. Jujur, tidak setiap hari karena tidak sempat.
12. Aku jago menghibur. Ketika beliau ada masalah, aku akan berkata, “Tidak apa, kita hadapi bersama. Padahal aku juga tidak tahu bagaimana cara menghadapinya.”
Atau aku juga akan menghibur dengan mengatakan, “Hidup kita sudah enak, jadi wajar ada cobaan. Kalau enggak gitu, kita enggak masuk surga dong.”
13. Aku agak pintar menyimpan uang. Caranya, simpan sebagian uang begitu gajian. Uang tabungan yang segera kusimpan langsung dilupakan nomor ATM-nya dan buang buku tabungannya.
Setahun sekali baru dibuka untuk jalan-jalan keluarga. Jadi, nanti tiba-tiba tiket dan ini itu sudah rapi. Beliau tinggal menambahkan atau upgrade hotel dari bintang 3 ke bintang 5.
14. Aku perhatian sama keluarga suamiku termasuk Tante dan Uwak-Uwaknya. Aku kirim kue, bantuan sekolah anaknya dan parcel lebaran tanpa beliau tahu.
Beliau tahunya ketika pada mengirimkan ucapan terima kasih. Seperti, “Makasih ya, Her! Bibi dapat ini dari istrimu. Huhuhuhu…. Salam sayang ya buat Fifi.“
15. Aku baik sama teman-temannya. Saat ada pengajian atau liqo pekanan bertempat di rumahku. Aku tidak pernah mengeluh.
Aku siapkan makanan yang aneh-aneh dan seketika sudah beres sehingga semua temannya setiap pekan jadi liqo di rumah kami.
Katanya, nyaman dan masakannya enak-enak. Suamiku bangga dan aku jadi bebas melakukan apa saja.
16. Aku tidak pernah membuka handphone-nya karena tidak mengerti feature-nya. Beliau menggunakan s*ms*ng dan aku menggunakan *ph*n*.
Dan, kebetulan aku gaptek (gagap teknologi). Jadi, aku tidak perlu cemburuan karena tidak membaca dan tidak tahu apa-apa.
17. Saat beliau marah, aku diam. Aku memikirkan yang enak-enak sehingga aku tenang. Aku tidak membalas, tidak apa-apa, karena kebaikannya lebih banyak pikirku.
Namun, sekarang beliau jarang marah karena makin tua biasanya cowok makin bijaksana dan lebih tenang.
18. Saat suamiku bicara dan aku merasa bosan atau tidak suka dengan pembicaraannya, dahulu aku suka memotong pembicaraannya, tapi sudah beberapa tahun ini aku diam dan mendengarkan saja karena aku baru ingat jika suami butuh didengarkan.
Jadi, daripada dia cerita sama perempuan lain dan kalau mau jujur sebenarnya lebih banyak aku yang bicara ke beliau daripada beliau ke aku dalam 24 jam.
19. Ketika ada hal yang aku tidak suka, aku mengatakan terus terang, tapi beberapa waktu kemudian. Jika langsung mengatakan di detik itu juga, khawatirnya perkataanku masih berbalut emosi, nanti pesannya jadi tidak sampai.
20. Aku tidak terlalu banyak menuntut karena aku tahu semakin banyak menuntut nanti kita juga harus mau dituntut balik.
Jadinya capek sendiri dan akan capek serta stress apabila banyak keinginan yang mungkin tidak terpenuhi.
21. Intinya, selama bisa berdamai, berdamai sajalah! Jangan memicu konflik dan kurangi ekspektasi karena kita juga tidak sempurna.
Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan imam adalah pemimpin dan orang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan wanita adalah penanggung jawab atas rumah suami dan anaknya. Dan, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (H.R. Bukhari)
Aku hanya berpesan satu hal, “Jangan menikah lagilah kalau enggak perlu banget.”
Jangan mematahkan singgasana yang sudah indah. Kalau terpaksa juga harus aku seleksi dengan ketat seperti apa keperluannya dan mencari wanita yang berguna.
Misalnya bisa accounting jadi bisa membantu aku mengurusi pajak, bisa mengurus rumah jadi aku tidak perlu membayar pembantu rumah tangga atau yang hafal Alquran jadi bisa membantu anak-anak muroja’ah hafalan.
Jangan cuma cewek lewat dan ‘ngedeprok’ menghabiskan uang yang sudah kita tabung bertahun-tahun.
Aku akan menghampiri dia dan bertanya, “Dahulu waktu suamiku masih miskin, kamu di mana?“
Pokoknya aku akan samperin kalau perlu tilawah di ranjang pengantinnya. Naudzubillah min dzalika.
Aku menikah sekitar 25 Desember 1993.[]
(Catatan Mam Fifi, Maret 2018)
By: Fifi P. Jubilea, S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D.
(Founder JISc, JIBBS, JIGSC)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok: