ChanelMuslim.com – Dalam acara-acara khusus, para ibu biasa menghias rambut dengan memakai wig (rambut palsu) atau konde, dan sebagainya. Bagaimana Islam mengatur hal tersebut?
Hukum Memakai Wig dan Konde, dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan:
Dari Asma binti Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي ابْنَةً عُرَيِّسًا أَصَابَتْهَا حَصْبَةٌ فَتَمَرَّقَ شَعْرُهَا أَفَأَصِلُهُ، فَقَالَ: «لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ»
Datang seorang wanita ke Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata, “Wahai Rasulullah, saya punya anak putri yang akan menikah, dia kena penyakit campak sehingga rambutnya rontok, saya hendak menyambung rambutnya.” Nabi bersabda, “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.”
Menurut Imam An-Nawawi, hadits ini menunjukkan menyambung rambut adalah haram. Hadits ini Beliau muat dalam kitab Shahihnya, dengan judul Bab Tahrim fi’lil Waashilah wal Mustawshilah …. “Bab diharamkannya perbuatan Penyambung Rambut dan yang Disambung Rambutnya.”
Baca Juga: Waktu Terbaik Memakai Masker Wajah yaitu Malam Hari, Simak Alasannya
Hukum Memakai Wig dan Konde
Menyambung rambut seperti memakai wig dan konde adalah haram secara mutlak. Hal ini ditegaskan pula oleh Al-‘Allamah Asy-Syaukani Rahimahullah berikut ini:
والوصل حرام لأن اللعن لا يكون على أمر غير محرم
“Menyambung rambut adalah haram, karena laknat tidaklah terjadi untuk perkara yang tidak diharamkan.”
Bahkan Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan hal itu sebagai maksiat dan dosa besar, lantaran adanya laknat bagi pelakunya. Termasuk juga orang yang ikut serta dalam perbuatan ini, maka dia juga mendapatkan dosanya, sebagaimana orang yang ikut serta dalam kebaikan, maksa dia juga dapat pahalanya.
Begitu pula yang difatwakan oleh Imam An-Nawawi Rahimahullah:
وهذه الأحاديث صريحة في تحريم الوصل ولعن الواصلة والمستوصلة مطلقا وهذا هو الظاهر المختار وقد فصله أصحابنا فقالوا إن وصلت شعرها بشعر آدمي فهو حرام بلاخلاف سواء كان شعر رجل أو امرأة وسواء شعر المحرم والزوج وغيرهما بلاخلاف لعموم الأحاديث ولأنه يحرم الانتفاع بشعر الآدمي وسائرأجزائه لكرامته بل يدفن شعره وظفره وسائر أجزائه وإن وصلته بشعر غير آدمي فإن كان شعرانجسا وهو شعر الميتة وشعر ما لا يؤكل إذا انفصل في حياته فهو حرام أيضا للحديث ولانه حمل نجاسة في صلاته وغيرها عمدا وسواء فى هذين النوعين المزوجةوغيرها من النساء والرجال وأما الشعر الطاهر من غير الآدمي فإن لم يكن لها زوج ولاسيد فهو حرام أيضا وإن كان فثلاثة أوجه أحدها لايجوز لظاهر الأحاديث والثانى لايحرم وأصحها عندهم إن فعلته بإذن الزوج أو السيد جاز وإلا فهو حرام
Hadits-hadits ini begitu lugas dalam mengharamkan menyambung rambut. Secara mutlak telah dilaknat wanita penyambung rambut dan wanita yang disambung rambutnya. Inilah pendapat yang benar dan dipilih. Sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) mengatakan jika rambutnya disambung dengan rambut manusia maka itu diharamkan tanpa perdebatan lagi. Sama saja baik rambut laki-laki atau wanita, rambut mahram dan suaminya dan selain keduanya tanpa perdebatan lagi sesuai keumuman hadits-hadits yang ada. Karena diharamkan memanfaatkan rambut manusia dan seluruh bagian-bagiannya karena rambut memiliki kehormatan, justru seharusnya dikuburkan; rambut, kuku, dan semua bagian tubuh manusia. Seandainya dia menyambung rambutnya dengan bukan rambut manusia, jika itu rambut yang najis seperti rambut dari bangkai, rambut dari hewan yang tidak bisa dimakan, jika rontok pada saat hidupnya, maka itu haram juga menurut hadits, sebab dengan demikian secara sengaja dia membawa najis dalam shalat dan di luar shalat. Sama saja dua jenis ini, baik untuk dipakai pada orang yang sudah kawin atau belum, baik laki-laki atau wanita. Ada pun rambut suci selain rambut manusia, jika dia (pelakunya) belum nikah dan tidak punya tuan, maka haram juga. Jika dia sudah nikah atau punya tuan, maka ada tiga pendapat: Pertama, tetap tidak boleh juga, sesuai zahir hadits tersebut. Kedua, tidak haram. Dan yang shahih menurut mereka –syafi’iyah- adalah jika melakukannya dengan izin dari suaminya atau tuannya, maka boleh. Ketiga, jika tidak diizinkan maka haram.
Demikian rincian yang dipaparkan Imam An-Nawawi. Namun, jika kita merujuk hadits yang ada maka rambut apa pun, dan dari siapa pun adalah haram. Sebab, tak ada perincian ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka larangannya berlaku umum.
Menyambung Rambut Bukan dengan Rambut
Bagaimana jika menyambung rambut dengan selain rambut seperti dengan benang sutera, wol, atau yang semisalnya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa, Imam Malik, Imam Ath Thabari, dan kebanyakan yang lainnya mengatakan, tidak boleh menyambung rambut dengan apa pun juga, sama saja baik dengan rambut, wol, atau kain perca. Mereka berdalil dengan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan peringatan bagi seorang wanita yang telah menyambung rambutnya dengan sesuatu.
Sementara Imam Laits bin Sa’ad, dan Abu ‘Ubaidah meriwayatkan dari banyak fuqaha, mengatakan bahwa larangan tersebut hanyalah khusus untuk menyambung dengan rambut. Tidak mengapa menyambung dengan wol, secarik kain perca, dan semisalnya. Sebagian mereka mengatakan: semua hal itu boleh, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah. Tetapi itu tidak shahih dari Aisyah, bahkan sebaliknya, diriwayatkan darinya sebagaimana pendapat mayoritas (yaitu terlarang).
Syaikh Sayyid Sabiq juga menyebutkan bahwa jika menyambung rambut dengan selain rambut manusia seperti benang sutera, wol, dan yang sejenisnya, maka Said bin Jubeir, Ahmad dan Laits bin Sa’ad membolehkannya.
Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat mayoritas ulama, yang menyatakan keharamannya. Karena dua hal, pertama, kaidah fiqih: Al-umuru bi maqashidiha (permasalahan dinilai berdasarkan maksudnya). Walau tidak menggunakan rambut, tetapi pemakaian wol, kain perca, dan sejenisnya diniatkan oleh pemakainya sebagai sambungan bagi rambutnya, maka hal itu termasuk bagian dari Al-Washl – menyambung rambut. Kedua, keumuman makna hadits tersebut menunjukkan segala aktivitas menyambungkan rambut tidak terbatas pada jenis rambutnya, baik asli atau palsu, sama saja.
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan, adapun mengikatkan benang sutera berwarna warni di rambut, dan apa saja yang tidak menyerupai rambut, itu tidak termasuk kategori menyambung rambut yang terlarang. Hal itu sama sekali tidak ada maksud untuk menyambung rambut, melainkan untuk menambah kecantikan dan keindahan, sama halnya dengan melilitkannya pada pinggang, leher, atau tangan dan kaki.
Apa yang dikatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh ini, untuk makna zaman sekarang adalah seperti seorang wanita yang mengikatkan pita rambut, bandana, bando, atau syal. Ini memang bukan termasuk menyambung rambut –berbeda dengan wig dan konde- dan tentu saja boleh. Tetapi, pembolehan ini hanyalah di depan suami atau mahramnya seperti kakek, ayah, paman, kakak, adik, keponakan, anak, dan mahram lainnya. Sedangkan di depan non mahram, maka hukumnya sama dengan hukum menutup aurat bagi wanita di depan non mahram, yakni tidak boleh terlihat seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangan, sebagaimana pendapat jumhur.
Wallahu A’lam
Rujukan:
[1] HR. Muslim No. 2122
[2] Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 6/191. Maktabah Ad-Da’wah Al-Islamiyah
[3] Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/236. Mawqi’ Ruh Al-Islam. Al-Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim, 6/328. Maktabah Al-Misykah
[4] Ibid
[5] Ibid. Lihat juga Tuhfah Al-Ahwadzi, 8/66
[6] Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, 3/496. Darul Kitab Al-‘Arabi
[7] Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim, 6/328. Maktabah Al Misykat
(ind)