ChanelMuslim.com – Dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) 2017 tertulis tentang perbudakan seksual yang didefinisikan sebagai situasi dimana pelaku merasa menjadi pemilik atas tubuh korban sehingga berhak melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual.
Dan RUU P-KS ini mengatakan cakupan perbudakan dengan situasi dimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta hubungan seksual dengan penyekapnya.
RUU ini menimbulkan berbagai tafsir. Pada bagian melayani rumah tangga bisa digunakan oleh istri untuk menolak melayani suami secara lahir dan batin. Hal ini akan menimbulkan gejolak dalam hubungan pernikahan. Alih-alih menciptakan sakinah dalam rumah tangga malah menjadi pemantik api kerusakan dalam rumah tangga.
Apa jadinya jika istri tidak mau meyiapkan sarapan untuk suaminya dengan alasan tidak mau dipaksa. Padahal kerja seorang istri dalam melayani suaminya bernilai ibadah. Bahkan berhubungan seksual pun bernilai ibadah.
“… dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah…”
(Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155 -at-Ta’liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu ‘anhu.)
Pernikahan dalam Islam tidak ditujukan untuk menciptakan suatu situasi dimana seseorang menguasai orang lain. Pernikahan dalam Islam ditujukan untuk menciptakan sakinah atau ketenangan dalam jiwa dan kehidupan manusia.
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum : 21)
Pernikahan dalam Islam mempunyai tujuan yang mulia tidak hanya bernilai keduniawian namun sampai kelak di akhirat. Bahwa apa yang diperbuat oleh suami dan istri akan dimintai pertanggungjawabannya. Kelak suami akan menjadi saksi dari perbuatan istrinya. Begitu juga istri yang akan menjadi saksi dari segala perbuatan suaminya. (Maya)