ChanelMuslim.com – Suatu hari seorang muslimah bertanya, “Menjadi seorang istri harus tangguh ya?” Ada juga yang bertanya, “Apa yang harus saya lakukan kalau suami sedang ng-down?”
Dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah bagi keluarga, seringkali para suami menemukan kendala. Di tambah lagi tanggung jawab untuk mendidik keimanan para anggota keluarga, laki-laki sering kali merasakan tekanan dalam hidupnya. Sering kali suami bertanya pada istrinya, “Sanggupkah aku menjadi suami dan ayah yang baik?”
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kembali mengingat kisah diciptakannya Hawa. As Suddi meriwayatkan dari Abu Saleh dan Abu Malik, dari Ibnu Abbas ra. "Iblis dikeluarkan dari surga dan Adam ditempatkan di dalam surga. Namun ia berjalan sendirian tanpa ada istri yang dapat memberikan ketentraman. Lalu ketika ia bangun dari tidurnya di suatu hari, ia melihat seorang wanita yang sedang duduk di samping kepalanya. Wanita itu diciptakan oleh Allah dari tulang rusuknya. Lalu Nabi Adam bertanya, " siapa kamu?" Ia menjawab, "Aku adalah seorang wanita." Lalu Adam bertanya lagi, " Untuk apa Kamu diciptakan?" Ia menjawab, "Agar kamu dapat merasa tentram di sampingku"
Seorang istri diciptakan Allah untuk menentramkan jiwa suaminya. Bukan malah merongrong dengan segala sesuatu yang tidak disanggupi suaminya. Istri malah harus mendukung perjuangan suami. Kita bisa belajar dari ibunda Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu pertama:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” [Quran Al-Alaq: 1].
Nabi segera pulang dalam keadaan takut dan gemetar. “Selimuti aku. Selimuti aku,” kata Nabi. Khadijah menyelimutinya sampai rasa cemasnya sirna. Nabi berkata,
“Khadijah, apa yang terjadi padaku? Aku khawatir terjadi apa-apa pada diriku.”
Khadijah menanggapi dengan tenang dan mengatakan hal yang membesarkan hati. “Tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Dia tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah, engkau adalah seorang yang menyambung silaturahim, jujur ucapannya, memikul kesulitan orang lain, menanggung orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung usaha-usaha kebenaran.”
Kemudian ia mengajak Nabi menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Di masa jahiliyah, Waraqah adalah seorang laki-laki Nasrani. Ia menulis Injil dengan Bahasa Arab. Dan ia sudah tua sampai-sampai buta karena ketuaannya. Ia memberi kabar baik kepada Nabi. Waraqah bercerita bahwa apa yang baru saja beliau jumpai adalah an-Namus (Jibril) yang juga datang menemui Musa.
Dalam keadaan yang aneh dan membingungkan itu, Khadijah lah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentu hal ini semakin meringankan beban psikis Nabi. Nabi tak pernah mendengar sesuatu pun dari Khadijah yang membuat beliau tidak suka. Tidak mendustakannya dan membuatnya bersedih. Melalui wanita mulia ini, Allah berikan banyak jalan keluar dan kemudahan untuk beliau. Saat ia pulang mendakwahkan risalahnya, Khadijah selalu membuatnya jiwa kembali teguh dan bersemangat. Meringankan dan membenarkannya di saat orang-orang mendustakannya.
Begitulah peran besar seorang istri bagi suaminya. Tidak sekedar menemani untuk menikmati manisnya hidup berumah tangga tapi juga merasakan naik turun, suka duka bersama dalam menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. (MAY)