SURAH Ali Imran ayat 64 memaparkan bantahan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap orang Nasrani yang mengira bahwa Nabi Isa adalah Tuhan. Padahal Nabi Isa adalah makhluk Allah yang menyeru kepada tauhid.
Mereka juga mengira bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang Nasrani, padahal Nabi Ibrahim menyeru untuk mengesakan Allah dan diutus ratusan tahun sebelum lahirnya agama Nasrani.
Demikian pula orang Yahudi yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Musa beragama Yahudi. Ayat ini membantah anggapan tersebut, keduanya diutus oleh Allah sebagai Nabi untuk menyeru kepada tauhid.
قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya: Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Ali: Imran ayat 64)
Baca Juga: Ali Imran Ayat 90, Taubat yang Tidak Diterima oleh Allah
Surah Ali Imran Ayat 64: Berpegang Teguh pada Tauhid
Melalui ayat ini Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw agar mengajak Ahli Kitab (Orang Yahudi dan Nasrani) untuk mengakui keesaan Allah dengan kalimat tauhid. Serta tidak menjadikan siapapun atau sesuatu apapun selain Allah sebagai sesembahan.
Dahulu kaum Yahudi mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi kemudian mereka berpaling, mengubah-ubah syariat Islam, dan para pemuka agama mereka membuat aturan-aturan sendiri.
Demikian pula kaum Nasrani, pada asalnya mereka mengesakan Allah, namun mereka berpaling dan mengubah syariat hingga mengatakan bahwa Nabi Isa adalah Tuhan.
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak disembah) selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Merujuk pada surah Ali-Imran ayat 64, didapati beberapa catatan tentang sikap yang harus dipahami dan amalkan oleh seorang mukmin, di antaranya:
- Menaaati dan meyakini bahwa ajaran Islam bersumber dari Al-Quran sebagai firman Allah, bukan karangan manusia.
- Meyakini bahwa semua Nabi menyeru pada tauhid yaitu inti dari ajaran agama Islam.
- Meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah penyempurna ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya.
- Meyakini bahwa halal dan haram harus bersumber dari ajaran Allah bukan buatan manusia, sedangkan pemuka agama Yahudi dan Nasrani diposisikan sebagai yang membuat aturan haram dan halal.
- Jika orang yang kita ajak kepada Islam enggan dan berpaling maka cukup bagi kita memperkuat keyakinan bahwa diri kita adalah seorang muslim yang tunduk dan patuh kepada Allah, sebagaimana yang dikutip dalam kitab tafsir Al-Munir karya Wahbah Az-Zuhaili berikut ini:
“Kami adalah orang-orang Muslim, yaitu orang-orang yang memeluk Islam, tunduk dan patuh kepada hukum-hukumnya, mengakui semua bentuk nikmat di dalam hal ini yang telah dikaruniakan Allah subhanahu wa ta’ala kepada kami, tanpa menjadikan seorang pun sebagai tuhan, tidak Isa, tidak’Uzair dan tidak pula malaikat. Karena mereka semua adalah makhluk sama seperti kami. Dan kami tidak pula menerima hukum-hukum yang dibuat-buat oleh para rahib dan para agamawan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala. Karena jika kami melakukannya, maka berarti kami telah menjadikan mereka sama seperti Tuhan.”
[Ln]