Setiap insan diberi tanggung jawab untuk berdakwah begitu ia mengenal Islam. Dakwah tidak melulu dengan lisan, segala hal mengajak pada kebaikan adalah bagian dari dakwah itu sendiri. Namun pengetahuan dasar mengenai dakwah ini selain mengajak adalah mempermudah, menentramkan dan menyejukkan hati orang yang nantinya akan menerima dakwah.
Ustadz Rikza Maulan memberikan beberapa point menjelasan mengenai pengetahuan dasar yang terakhir ini, melalui sebuah hadis yang berbunyi:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang dari kalangan sahabatnya untuk melaksanakan suatu urusan, beliau berpesan, “Berilah mereka kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti mereka. Mudahkan urusan mereka dan janganlah kamu mempersulit.” (HR. Muslim, hadits no. 3262)
Baca Juga: Inspirasi Dakwah Abu Hurairah kepada Ibunya
Dakwah Itu Mempermudah, Menentramkan dan Menyejukkan Hati
Hikmah Hadis:
1. Bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam. Kehadiran Islam utamanya memberikan kesejukan, ketentraman, kebahagiaan dan kedamaian di hati objek da’wahnya.
Oleh karena itulah dalam berdakwah, Islam menganjurkan untuk memberikan kabar gembira dan kebaikan bukan memberikan “ketakutan” dan “kecaman” pada objek dakwahnya.
Demikianlah yang selalu dipesankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para sahabat yang akan diutus dalam tugas menyampaikan dakwah, sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas.
2. Karena da’wah secara bahasa berarti ajakan dan undangan. Seorang da’i hakikatnya adalah seperti seseorang yang sedang mengundang orang lain untuk menikmati suatu hidangan, yang dengan hidangan tersebut orang yang diundang akan merasa senang.
Hidangan ini adalah hidangan rohani (baca: ruhiyah) yang apabila mereka bisa merasakannya, maka mereka akan merasa bahagia dalam kehidupannya.
Itulah sebabnya, kita selalu melihat bagaimana dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu mengedepankan kebaikan dan harapan akan kebahagian di masa mendatang.
Tidak pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan untuk bersikap menyalahkan dalam dakwah, terlebih dengan bahasa menjelekkan, menakut-nakuti, dsb.
Dakwah beliau justru memberikan kesejukan dan kedamaian serta membuat para sahabat menjadi selalu rindu dan rindu terhadap untaian kata yang terlahir dari lisan beliau.
Kecuali terhadap orang yang dengan “jelas” menistakan agama Allah sunhanu wa ta’ala. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap sangat tegas dan keras, seperti pengusiran beliau terhadap kaum Yahudi Bani Qunaiqa’ dari Madinah, lantarakan mereka menghinakan seorang wanita muslimah, dengan menyingkap aurat muslimah ini ketika ia sedang berbelanja di pasar.
3. Tersirat dari hadis di atas juga sebuah makna tentang pentingnya sebuah organisaai da’wah terorganisir dan ter-manage dengan rapi, baik dan profesional, yang selalu concern memberikan bekal kepada para da’inya sebelum mengutus dan atau menerjunkan mereka dalam medan dakwah.
Agar dakwah yang dilakukan para dainya tidak kontra produktif dengan substansi da’wah itu sendiri yaitu mengajak dan merangkul orang lain, bukan justru membuat mereka takut, antipati dan lari dari dakwah.
4. Sebuah untaian kata indah dari salafuna shaleh perihal dakwah yang semoga bisa menjadi inspirasi untuk kita semua, “Perbaikilah akhiratmu, kelak duniamu akan menjadi baik. Dan perbaikilah pula batinmu, kelak lahirmu pun akan menjadi baik.” (Umar bin Abdul Azis). Subhanallah..
Wallahu A’lam