INSPIRASI mendidik anak seperti Nabi (bagian 1) dibagikan oleh Randy Insyaha (Penggiat dan Motivator Parenting, Rumah Pintar Aisha).
Mengasuh anak bukan hal singkat dan sepele, tapi merupakan proses berkelanjutan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah contoh terbaik dalam parenting yang dapat dijadikan teladan setiap orangtua yang ingin anak-anaknya tumbuh menjadi anak sholih dan sholihah.
Baca juga: Tips Parenting Risty Tagor Bangun Bonding antara Tiga Anaknya
7 Inspirasi Mendidik Anak seperti Nabi (Bagian 1)
Berikut tujuh cara pengasuhan anak seperti yang diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang terbagi menjadi dua bagian tulisan.
1. Teladan
Orang tua harus menjadi teladan bagi anaknya. Anak akan mudah mengikuti/meneladani apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar.
Jika kita ingin anak kita rajin sholat maka kita sebagai orang tua harus rajin dulu sholatnya. Anak akan mendengarkan kata orang tuanya yang ia lihat memang orang tua melakukannya.
Anak akan cenderung mengabaikan nasihat orang tuanya meskipun nasihatnya itu baik saat orang tuanya sendiri tidak melakukannya.
Orang tua harus menjadi teladan. Teladan meminta maaf saat salah. Teladan sholat tepat waktu. Teladan mengucapkan salam saat masuk rumah.
Teladan berdoa saat mau tidur. Teladan membaca basmallah saat mau makan.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
Aku menginap di rumah bibiku Maimunah. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam biasa bangun kemudian berwudhu dengan wudhu yang ringan dari kendi yang digantung.
Setelah itu, ia shalat. Akupun berwudhu sama seperti wudhu Nabi.
2. Memberi pemahaman/nasihat
Setelah keteladanan, yang kedua adalah memberi pemahaman kepada anak.
Anak harus memahami kenapa mereka sholat, kenapa mereka puasa, kenapa harus berzikir, kenapa harus berbuat baik, kenapa tidak boleh berbuat buruk.
Jika anak sudah paham kenapa mereka harus sholat, apa pahala yang mereka dapat maka tanpa ada kitapun mereka otomatis akan sholat sendiri.
Berbeda jika mereka sholat didasarkan pada ketakutan. Saat kita tidak berada di sisinya, mereka tidak akan sholat sebab mereka sholat hanya karena takut ayahnya bukan karena kepahaman.
Saat menasihati pilihlah waktu yang tepat. Orang tua itu sukanya memberi nasehat. Jadi nasehat itu memang betul menjadi sarana mendidik anak tetapi harus ada manajemennya.
Anak yang seringkali dinasihati lama-lama nasihatnya itu tidak mempan. Masuk telinga kanan keluar juga dari telinga kanan.
Terlalu sering menasihati anak itu tidak efektif maka dalam mendidik anak kombinasikan dengan keteladanan, dongeng, sugesti, memberi fasilitas, memberi buku, ajak menonton film inspiratif, mencarikan komunitas yang baik, mencarikan guru yang terbaik dll.
Jadi nasihat bukan satu-satunya mendidik anak. Lalu sampaikan nasihat dalam kondisi rileks, santai, nyaman.
Penyebab nasihat tidak berdampak adalah saat menasihati anak dengan marah, kesel, tidak rileks. Yang dilihat anak bukan nasihatnya tetapi marahnya.
Yang diingat anak itu bagaimana orang tuanya marah, raut mukanya, matanya, kata-kata kasarnya, tangannya. Nasihatnya lupa.
Makanya, kalau lagi marah, lebih baik diam, dan hindari anak. Orang tua kalau lagi marah sukanya menasihati anaknya, dengan bentakan, kata-kata kasar pula.
Lalu, kapan waktu yang tepat untuk menasihati anak?
Waktu yang tepat adalah saat anak dalam kondisi santai dan rileks misalnya saat berpergian bersama anak, saat makan bersama di luar, saat makan di rumah, setelah sholat berjamaah di rumah.
3. Doa
Ketiga adalah mendoakan. Doa adalah senjata orang beriman. Doa juga senjata para orang tua agar anak-anaknya menjadi anak yang baik dan sholeh.
Doakan anak dengan doa yang terbaik. Doakan anak baik doa yang dipelankan sehingga hanya kita saja yang mendengarkan doa itu atau doa yang diperkeras sehingga anak-anak kita juga bisa mendengarkan doa kita.
Saat kita berdoa dan didengar anak, maka anak akan tersugesti dan termotivasi untuk menjadi seperti yang kita doakan.
“Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian, janganlah kalian menepati saat dikabulkannya doa dari Allah lalu Ia akan mengabulkan untuk kalian.” (H.R. Muslim).
4. Mengontrol marah
“Aku pernah menjadi pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun. Tidak pernah sama sekali beliau mengucapkan, ‘hus’ kepadaku.
Beliau tidak pernah membentakku terhadap sesuatu yang kukerjakan (dengan ucapan), ‘Mengapa engkau kerjakan begini!’ dan tidak pula terhadap sesuatu yang tidak kukerjakan (dengan ucapan), ‘Mengapa tidak engkau kerjakan?” (HR. Muslim).
Mendidik anak perlu kesabaran. Berusahalah untuk tidak marah kepada anak. Jikalau harus marah maka segera perbaiki hubungan dengan anak agar tidak berlama-lama dan tidak menjadi luka batin.
Jika kita sedang marah maka perbanyaklah istighfar dan terus beristighfar. Hindari jangan bertemu anak dulu.
Tenangkan diri dengan banyak beristighfar meminta ampun kepada Allah karena kita belum bisa menjadi orang tua yang baik.
Setelah cukup tenang, berniatlah untuk memperbaiki hubungan dengan anak. Jika perlu minta maaf dan jangan malu untuk meminta maaf kepada anak.[ind]