ChanelMuslim.com – Sekilas tidak ada yang berbeda dengan anak-anak seusianya dari Haddiq Ali Muzakki, saat pagi menghampirinya.
Usai shalat shubuh dan dzikir pagi, dia mandi dan sarapan ala kadarnya untuk bersiap berangkat sekolah di MI Maarif Gemawang. Dia tercatat sebagai siswa di kelas VI Madrasah tersebut. Sebelum bel masuk berbunyi, dia sudah berada di halaman sekolah dan berbaur dengan teman-temannya.
Tidak lama berselang, bel masuk dari madrasah tersebut berbunyi, semua siswa pun berhamburan menuju kelas masing-masing termasuk Handik, sapaan akrab Haddiq Ali Muzakki.
Sepulang sekolah Handik langsung pergi ke mesjid Miftahul Huda yang terletak di belakang rumahnya untuk melaksanakan Shalat dzuhur. Usai shalat dzuhur, dia kembali ke sekolah untuk mengikuti les persiapan Ujian kelas VI.
Menjelang Ashar dia baru kembali dari sekolah dan langsung menuju Masjid yang sama untuk menunaikan shalat Ashar berjamah.
Terlihat berbeda dari anak-anak seusianya, saat kembali dari Mesjid usai shalat ashar. Di halaman rumah Handik sudah berkumpul puluhan anak menunggunya. Begitu Handik datang, mereka berhamburan mendekatinya untuk bersalaman dan mencium tangannya kemudian mereka masuk ke dalam kelas MDA Al Khidmah yang terletak di depan rumahnya. Handik pun mengikuti anak-anak tersebut ke dalam kelas.
Sesampainya di dalam kelas, Handik duduk di depan, sementara anak-anak yang lain duduk melingkar di hadapannya. Baru terlihat berbeda dari anak seusianya dan baru terlihat siapa Handik sebenarnya. Ternyata Handik adalah pengajar/Ustaz utama di Madrasah Diniyah tersebut. Dengan sabar dan telaten dia mendidik satu persatu santri Madrasah Diniyah tersebut, dari mulai cara baca Alquran, akhlaq dan Ibadah.
Saat Handik mengajar santri di Madrasah Diniyah Alkhidmah, sang Ibu, Inayatun masih sibuk mempersiapkan cemilan untuk dijual ke santri seusai mengaji nanti. Cuma ini yang bisa sang Ibu lakukan untuk menyambung hidup setelah sang ayah meninggal tahun lalu karena gagal ginjal. Sejak ayahnya meninggal, Handik lah yang meneruskan tugas sang ayah berdakwah.
Tidak lama kemudian sang Ibu menyusul ke kelas setelah selesai membuat jajanan, selanjutnya Bu Ina, sapaan akrab Ibunda Handik, ikut mengajari santri mengaji di kelas yang bersebelahan dengan kelas Handik membimbing anak-anak santri di Madrasah tersebut.
Pembelajaran di MDA Al Khidmah baru usai jam 17-an. Handik pun kembali ke rumah. Dengan wajah lelah melalui aktivitas hari ini, Handik bercengkerama dengan adiknya, Ashdaqul Alawi yang masih berusia 3 tahun sambil menikmati cemilan yang disiapkan Ibunya.
Tidak terasa hari mulai senja, ditandai dengan terdengarnya suara Adzan maghrib. Handik pun bergegas menuju masjid, tidak lupa mengajak Ashda, sang adik untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah di Masjid belakang rumahnya.
Ternyata aktivitas dakwahnya belum berakhir untuk hari ini, usai shalat maghrib, masih ditunggu oleh beberapa remaja untuk belajar ilmu agama.
Kegiatan pembelajaran di MDA Al Khidmah ini dibagi berdasarkan kelas di sekolah formal. Bada Ashar untuk anak-anak usia SD, sedangkan bada maghrib untuk remaja.
Usai Isya pun masih dilanjutkan dengan membimbing anak-anak santri latihan marawis, Hadroh dan sholawat sampai sekitar jam 21.00 WIB. Setelah para santri pulang, Handik pun beranjak untuk istirahat di rumah sederhananya yang terbuat dari kayu dan berlantaikan peluran semen.
Di sela-sela aktivitasnya, penulis sempat berbincang-bincang mengenai harapan dan cita-citanya ke depan. Dia punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi dan punya keinginan mondok di pesantren. Tapi dia masih bingung akan melanjutkan ke mana, berkaitan dengan keadaan ekonimi keluarganya, mengingat sang ayah sudah tiada dan Ibunya hanya pedagang makanan kecil.
Di samping itu, dia juga khawatir dengan santri di MDA Al Khidmah, peninggalan ayahnya, kalau dia mondok di luar daerah tidak ada yang mengurus.
Handik adalah putra kedua dari pasangan Inayatun dan Ustad Wasiun Alim (Alm). Anak pertama bernama Husni Zakiyatul Fahiroh, 16 tahun, kelas X MA Tanbihulhghofiilin Banjarnegara, dan adiknya bernama Ashdaqul Alawi.
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah sederhana di Dusun Gemawang, Desa Gemawang, RT 04 RW 03, Kec. Gemawang, Temanggung.(*)