TAUBAT itu menyesali keburukan yang pernah dilakukan. Siapa pun, akan Allah terima taubatnya.
Di abad kedua hijriah, ada seorang perampok yang sangat ditakuti di seantero jazirah Arab. Namanya Fudhail bin ‘Iyadh. Beliau lahir di tahun 107 hijriah dan wafat 80 tahun kemudian.
Lahir di daerah Samarkand atau Uzbekistan saat ini. Dan wafat di Mekah, Arab Saudi.
Sedemikian takutnya, para calon jamaah haji tidak berani melakukan perjalanan di waktu malam. Takut dirampok oleh gerombolan Fudhail.
Namun, tak banyak orang yang tahu waktu itu kalau Fudhail gelisah dengan apa yang ia kerjakan selama ini. Konflik batin kerap terjadi: antara tarikan kebaikan dan keburukan.
Suatu malam saat hendak merampok sebuah rumah lewat atap, ia mendengar suara dari dalam rumah. Rupanya, suara itu milik seorang perempuan yang sedang membaca Al-Qur’an Surah Al-Hadid.
Fudhail pun menyimak bacaan itu. Rasa gelisahnya tiba-tiba lenyap tergantikan dengan sebuah ketenangan yang hakiki.
Hingga, tilawah wanita itu tiba di ayat ke-16: Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran (Al-Haq) yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ayat itu sudah lama turun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tapi, seolah-olah baru seperti turun malam itu untuk Fudhail bin ‘Iyadh.
Tiba-tiba hatinya membuncah. Bayangan buruk selama hidupnya membuatnya terasa begitu malu dalam cerminan ayat itu. Ia pun menangis, suatu hal yang belum pernah ia lakukan. Sebegitu sedihnya, nyaris ia terjatuh dari atap rumah itu.
Sejak itu Fudhail tercenung. Ia seperti menemukan secercah cahaya yang akan mengantarkannya ke jalan yang lurus.
Tiba-tiba, ia menemukan sebuah bangunan semacam pos pemberhentian untuk istirahat calon jamaah haji. Fudhail pun bersandar di situ.
Ia baru menyadari kalau di dalam bangunan itu ada sejumlah calon jamaah haji yang sedang istirahat. Rupanya mereka sedang membicarakan sosok dirinya: Fudhail bin ‘Iyadh.
“Sebaiknya kita tidak melanjutkan perjalanan di waktu malam. Karena gerombolan perampok kejam Fudhail bin ‘Iyadh akan merampok kita,” suara itu begitu jelas terdengar oleh Fudhail.
Suara itu terasa seperti pukulan keras di hati Fudhail. “Ya Allah, betapa buruknya hamba-Mu ini di mata mereka,” suaranya membatin.
Ia memutuskan untuk berangkat ke Mekah, ke Masjidil Haram. Ia ingin menebus dosa-dosanya dengan memperbanyak ibadah dan belajar Islam.
Di setiap ulama yang datang menunaikan ibadah haji, Fudhail belajar dengan mereka. Salah satunya adalah Abdullah ibnu Mubarah, seorang ulama hadis yang menjadi inspirasi Imam Bukhari.
Abdullah Ibnu Mubarak menyambut sukacita taubatnya Fudhail. Bahkan, ulama yang kaya raya ini memberikan penghasilan bulanan agar Fudhail bisa lebih fokus belajar dan ibadah di Mekah.
Hanya dalam bilangan tahun, sosok Fudhail bin ‘Iyadh berubah seratus persen. Ia sudah menjadi seorang ulama hadis yang pernah membuat Khalifah Harun Ar-Rasyid menangis sejadi-jadinya melalui taushiyah pendeknya.
Fudhail pernah mengatakan kepada Khalifah saat diundang ke istana, “Inikah lelaki yang menjadi khalifah itu. Anda sedang memikul amanah sangat berat dari umat saat ini!”
Siapa sangka, seorang yang kejam di dunia kriminal bisa berubah menjadi ulama yang begitu kharismatik melalui taubatnya.
**
Tak ada yang mustahil jika seseorang ingin bertaubat. Apa pun masa lalunya, seburuk apa pun, sebejat apa pun; melalui hidayah Allah subhanahu wata’ala, ia akan menjadi bersih dan bercahaya.
Seperti ulat yang menjijikkan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah menakjubkan.
Segeralah bertaubat sebelum segalanya sudah terlambat. [Mh]