HADIAH menyuburkan kasih sayang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan, “Saling berhadiahlah, niscaya kalian akan saling kasih sayang.” (HR. Bukhari)
Apa yang istimewa dari hadiah? Bukan sekadar nilainya, apalagi harganya. Melainkan, simbol kasih sayang dan perhatiannya.
Boleh jadi, nilai hadiah untuk si penerima tergolong biasa saja. Tapi ketika itu diungkapkan karena ikatan persahabatan, persaudaraan; maka nilainya melampaui harganya.
Ada orang-orang tertentu yang menyimpan hadiah yang diterima sebagai kenangan. Meskipun hanya sehelai sapu tangan, seruling bambu, topi, jilbab, tas, selendang, dan lainnya.
Benda-benda yang bernilai biasa itu akan menjadi sangat berharga karena menyimbolkan persahabatan, persaudaraan, cinta, dan kasih sayang.
Sebagian orang bahkan ada yang menambahkan nilai dari hadiah dengan menuliskan kata-kata khusus di hadiahnya. Biasanya berupa nasihat, pujian, doa, dan lainnya. Dan, ada nama dari si pemberi hadiah.
Begitu pun dalam keseharian kita. Dalam hidup bertetangga, dalam keluarga, dan lainnya. Hadiah akan menjadi pembuka pintu masuknya rasa kasih sayang.
Hadiah akan menjadi bukti bahwa seseorang mencintai dan menghargai kita. Bayangkan, lebih efektif mana ucapan sayang kepada anak-anak dari orang tua, atau hadiah orang tua untuk anak-anak mereka. Tentu akan lebih berkesan hadiah.
Begitu pun sebaliknya. Hadiah anak kepada orang tua, meskipun nilainya tergolong biasa saja, akan jauh lebih berkesan dari sekadar ucapan sayang dan cinta.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan agar kita membalas hadiah dengan hadiah. Dan hal itu biasa dilakukan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suka menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Bukhari)
Membalas hadiah menunjukkan akhlak mulia seseorang. Ketika seseorang mengungkapkan kasih sayang dan perhatian, ia membalas hal serupa. Bahkan akan lebih baik dengan balasan yang lebih bernilai. Dan itu juga kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tapi ketika si penerima tak memiliki ‘modal’ untuk membalas hadiah, setidaknya ia membalasnya dengan doa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang meminta kepada kalian karena Allah, maka berikanlah. Siapa yang mengundang kalian, maka datanglah. Dan, siapa yang memberi hadiah kepada kalian, maka balaslah. Jika kalian tak mampu, maka balaslah dengan doa.” (HR. Ahmad)
Hadiah tentu tidak disalahartikan untuk kepentingan politik. Nilai keberkahannya ada pada keikhlasannya, baik si pemberi maupun si penerima.
Jadi, jangan pernah merasa akan rugi dengan memberikan hadiah. Karena Yang Maha Kaya akan menggantinya dengan nilai yang berlipat ganda. Setidaknya, Allah menganugerahkan kita rasa saling cinta dan kasih sayang. [Mh]