ChanelMuslim.com – Cinta di Balik Cinta
Manusia unggul dari makhluk lain karena keunikannya. Di satu sisi ada nafsu, di sisi lain ada akal dan hati. Manusia seperti berada di dua alam sekaligus: alam ruh yang terikat dengan suasana “langit”, dan alam jasad yang melekat dengan “kekotoran” bumi.
Cinta tumbuh dan bersemi di lahan yang subur. Yaitu lahan yang penuh gairah untuk hidup. Pancaran cahaya ‘harap’ terus menerangi semua sisi geliat geraknya.
Baca Juga: Cinta Sejati dan Saling Setia hingga Akhir Hayat
Cinta di Balik Cinta
Di lahan seperti itulah cinta memperlihatkan pesona mekarnya. Tak ubahnya seperti bunga-bunga yang mekar setelah musim penghujan.
Namun, umumnya mata hanya melihat penampakan pesona bunganya saja. Jarang yang menelisik di balik mekar dan indahnya bunga. Di situ, ada akar yang rela berkotor-kotor berpaut dan berkelindan dengan tanah kotor. Bahkan semakin kotor dan jijik, tanah semakin subur.
Di situ pula, ada dedaunan yang rela berpanas-panas terik matahari yang membakar. Semakin panas, semakin banyak asupan energi yang bisa disalurkan demi keindahan sang bunga.
Seperti itulah mestinya cinta dilihat dan dinilai. Tidak melulu pada output yang menyenangkan dan menenteramkan hati. Melainkan juga pada proses yang mungkin menyiksa.
Keindahan cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya seolah hanya nampak pada apa yang beliau sampaikan dan teladankan. Padahal, sebelum ungkapan cinta itu berbentuk kalimat dan teladan, terlebih dahulu dipenuhi dengan pengalaman pahit yang begitu menyiksa. Bahkan ada pertaruhan nyawa.
Semua hari-hari beliau saw. adalah pertaruhan itu. Beliau lalui cemooh, ancaman, lemparan, pukulan para penghalang cinta. Beliau tempuh Mekah Madinah dengan penuh peluh, siksa, darah, dan air mata. Beliau tanggalkan semua hak-hak kepatutan yang dimiliki. Antara lain, hak nyaman bersama keluarga. Menikmati guliran hari bersama istri, anak, dan cucu.
Penampakan cinta lain juga ada di orang-orang terdekat kita. Ada cinta ayah dan ibu. Ada cinta suami istri. Ada cinta putera-puteri untuk orang tua mereka. Dan ada cinta saudara-saudara kita.
Silakan terbuai dengan penampakan keindahan cinta-cinta itu. Tapi cobalah untuk belajar meresapi segala yang tersembunyi di balik keindahan itu. Ada seribu satu kesusahan, kegelisahan, bahkan ketakutan.
Ada juga seribu satu benturan yang menyakitkan. Ada goresan-goresan sakit yang kadang masih membekas. Ada bengkak di tapak kaki perjuangan. Ada tumpahan air mata di balik ungkapan cinta-cinta itu.
Sebuah ungkapan yang kadang tidak sempat terucap baik. Tapi begitu kuat bersenyawa dalam kegigihan untuk membuktikan sebagai sosok kekasih yang diidamkan.
Cobalah untuk sekali lagi dan sekali lagi untuk meresapi hal yang tersembunyi itu. Simaklah di balik sosok orang-orang yang tetap mencintai kita. Agar kita tidak hanya terbuai dengan penampakan pesona cinta yang secara subjektif kita harapkan, yang secara dangkal kita lukis dengan tangan kita sendiri. Tapi abai dengan energi-energi besar yang sudah mereka habiskan untuk mewujudkan itu.
Manusia memang unik. Ia bisa terbang tinggi menuju keunggulan takaran langit nan suci, walau hentakannya berasal dari pijakan bumi yang “kotor”. Jangan sekadar cintai orang-orang yang mencintai kita. Tapi rawatlah cinta-cinta itu agar bisa terus mekar dan memiliki pesona. (Mh)