KEKUATAN doa yang kita panjatkan disaat terpuruk mampu membangkitkan semangat keimanan yang melahirkan dampak positif, membangkitkan kesabaran, dan meneguhkan rasa syukur. Seperti kisah seorang tabi’in Urwah bin Zubair yang diterpa ujian keimanan dua kali lipat di waktu yang berdekatan.
Urwah bin Zubair adalah anak dari sahabat Zubair bin Awwam. Urwah merupakan ulama yang sangat terkenal di masanya.
Sebelumnya, ia menimba ilmu dari para ulama senior generasi sahabat. Maka tak heran saat ia dewasa dijuluki sebagai “lautan ilmu yang tak pernah kering walau tiap saat diambil airnya”.
Ia juga diangkat menjadi salah satu dari tujuh ulama Madinah yang menjadi rujukan di masanya.
Ujian Keimanan Urwah bin Zubair Saat Harus Kehilangan Kaki dan Anaknya (Bag.1)
Suatu hari dalam perjalanannya menuju Damaskus untuk bertemu dengan Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, ia mengalami musibah yang mengharuskannya kehilangan salah satu kakinya.
Perjalanan dari kota Madinah menuju Damaskus memakan waktu yang tidak sebentar. Kurang lebih satu bulan perjalanan pergi dan pulang.
Urwah berangkat ditemani putranya, Muhammad, mengunjungi Khalifah Al-Walid dalam misi menjalin komunikasi yang baik sekaligus meredakan ketegangan antara keluarga besar Zubair bin Awwan, yang dahulu terlibat konflik politik dengan keluarga besar Bani Umayyah yang tengah berkuasa.
Tatkala melalui daerah Wadil Qura, telapak kaki Urwah terkena benda tajam yang telah berkarat. Akibatnya, kakinya mengalami bengkak.
Semula luka itu tidak begitu dihiraukannya. Namun seiring perjalanan, luka itu mulai menimbulkan sakit berat, demam tinggi dan mengeluarkan nanah.
Melihat luka tersebut, Khalifah Al-Walid menyarankannya untuk mengamputasi telapak kakinya guna mencegah penyebaran infeksi menjalar dengan cepat.
Dengan berat hati akhirnya Urwah menerima saran tersebut.
Para dokter yang dipanggil oleh Al-Walid sempat mengajukan saran kepada Urwah untuk dibius dengan alkohol.
Namun Urwah menolak, ia mengatakan, “Kerjakan tugas Anda. Aku tidak menyangka ada seorang manusia (beriman) yang mau meminum ramuan yang akan menghilangkan akal dan kesadarannya, hingga ia tidak mengerti dan merasakan apa-apa lagi.”
Akhirnya kaki Urwah diamputasi tanpa dibius dengan teknik kedokteran di masa itu yang masih tradisional.
Bagian yang dipotong adalah telapak kaki, betis dan pergelangan di bawah tempurung lutut sebelah kiri. Praktis yang tersisa hanyalah bagian paha.
Untuk mengurangi rasa sakit saat proses amputasi. Urwah meminta agar amputasi dilakukan saat ia tengah melaksanakan shalat.
Urwah menerima ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan tawakkal. Belum kering derita yang menimpa tersebut, Allah kembali mengujinya.
Selama masa kunjungan di Damaskus, Urwah dan anaknya, Muhammad, diajak berkeliling di berbagai kawasan istana Al-Walid.
Malangnya, saat tengah melihat-lihat kandang kuda, seekora bighal (peranakan keledai dan kuda) menendang anak Urwah dengan keras.
Akibatnya, Muhammad terpental ke belakang dan tersungkur ke tanah. Tak lama kemudian, ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Betapa berat kesedihan yang Urwah rasakan saat itu. Ia menahan lisannya dari menggerutu, mengeluh dan mencela takdir. Ia terus berusaha meneguhkan hatinya hingga ia memutuskan pulang ke Madinah.
Bersambung…
[Ln]