ChanelMuslim.com – Syarat Menjadi Ibu: Cinta dan Pengorbanan
Semua ibu adalah wanita. Tapi, tidak semua wanita akan menjadi ibu. Karena untuk menjadi seorang ibu tidak cukup hanya sebagai wanita. Melainkan juga ketulusan cinta dan pengorbanan.
Dua syarat ini, cinta dan pengorbanan, pasti akan dilalui seorang ibu. Cinta adalah fase di mana seorang wanita menjadi istri. Dalam bahasa Alquran disebut dengan mawaddah dan rahmah. Mawaddah merupakan wujud cinta karena dorongan biologis. Dan rahmah, cinta yang diliputi oleh seribu satu rasa khusus yang tidak dimiliki wanita lain.
Mawaddah boleh jadi dirasakan sama. Karena syahwat merupakan anugerah Allah yang bisa dirasakan semua wanita. Tapi, cakupannya hanya sebatas fisik dan sekitarnya.
Baca Juga: Suami dan Istri Saling Memberi Hadiah
Syarat Menjadi Ibu: Cinta dan Pengorbanan
Sementara rahmah, merupakan akumulasi dari berbagai variabel rasa yang dimiliki wanita dan sosok suaminya. Variabel tersebut antara lain, lingkungan cinta sang wanita saat menjadi puteri sebuah keluarga, pengalaman rasa yang memberikannya akselerasi tingkat kedewasaan jiwa, dan yang lebih penting, hubungan harmonis antara dirinya dengan Yang Maha Mencinta.
Inilah akumulasi cinta yang akan menjadi dasar tegaknya cinta lain yang sangat luar biasa: cinta seorang ibu. Sebuah cinta yang tidak didasari pemberian apa pun. Bahkan bisa dikatakan, sebuah titipan cinta khusus untuk seorang ibu dari cinta Allah swt. untuk umat manusia.
Syarat setelah cinta adalah pengorbanan. Tak seorang pun seorang ibu yang bisa menjadi ibu sebenarnya tanpa melalui ini. Sebuah pengorbanan dahsyat yang bukan sekadar mempertaruhkan materi. Tapi, nyawa.
Sebelum menjadi ibu, sunnatullah melatih seorang ibu untuk merasakan pahit getirnya sebuah kehamilan. Alquran menyebutnya dengan istilah ‘wahnan ‘ala wahnin’: sebuah beban yang bukan makin lama makin ringan. Tapi, kian bertambah berat seiring waktu.
Jika seorang suami ingin merasakan apa arti wahnan ‘ala wahnin, silakan ia mengikat tabung gas melon selama kurang lebih 9 bulan. Tanpa dilepas sedikit pun. Di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun. Kalau itu bisa dilakukan, barulah suami bisa memahami istilah itu. Tapi bisa dijamin, jangankan 9 bulan, 9 jam pun tak ada yang kuat dengan kondisi yang selalu menempel sebagaimana layaknya sebuah kehamilan.
Inilah pengorbanan fase satu. Ada pengorbanan fase dua yang tidak malah berkurang, tapi justru mencapai puncaknya. Yaitu, sebuah kelahiran bayi yang beratnya bisa mencapai 5 kilogram dengan panjang lebih dari setengah meter.
Pengorbanan di fase ini sedemikian beratnya, sehingga sunnatullah mengindentikkan fase ini dengan darah. Mau dengan cara apa pun, kelahiran tidak bisa terjadi tanpa darah. Kalau khitan anak laki-laki, dengan teknologi tertentu, bisa dilakukan tanpa darah. Tapi, kelahiran harus selalu dengan darah. Allahu Akbar.
Setelah fase satu dan dua, pengorbanan memasuki fase tiga. Yaitu, ketulusan seorang ibu untuk menyusui buah hatinya. Ibu harus selalu siap menyediakan asinya kapan pun dan bagaimana pun jika sang bayi meminta. Menariknya, sang ibu tidak pernah merasa diminta, melainkan berusaha untuk selalu bisa memberi.
Itulah dua syarat yang harus dilalui seorang ibu: cinta dan tiga fase pengorbanan. Siapa pun akan melaluinya. Meskipun seorang wanita paling mulia di muka bumi ini, Maryam binti Imran.
Ia memang tidak pernah merasakan cinta dari seorang suami. Tapi, cintanya kepada Allah swt., meski pun dengan dimensi yang berbeda, melampaui cinta wanita mana pun terhadap Allah swt. Sang ibu sudah menazarkan keberadaan Maryam untuk mengabdi kepada Allah swt. Tak ada cinta lain yang melebihi cintanya kepada Allah swt.
Namun, untuk syarat pengorbanan, wanita selevel Maryam pun harus melalui itu. Bahkan, pengorbanannya bertambah satu, tidak seperti wanita umumnya yang hanya tiga. Pengorbanan itu adalah, takut dan malu karena dihujani fitnah yang luar biasa. Fitnah yang menjadikannya terusir dari keluarga besar dan kampung halaman. Dan fitnah, yang hingga kini terus berlangsung hingga akhir zaman. Sebuah fitnah akidah yang berakibat fatal.
Sedemikian spesialnya posisi ibu di sisi Allah swt., Allah menitipkan sifat Rahim-Nya kepada ibu dalam sebuah wadah yang juga dinamakan rahim. Dan dari kemuliaan rahim ini pula, syariat mengikatkan manusia dalam ikatan rahim yang membuat hubungan menjadi haram dan wajib. Haram untuk melangsungkan pernikahan, dan wajib untuk saling berkasih sayang: jiwa dan materi.
Wahai wanita, bersyukurlah Anda. Dalam tahapan hidupmu terdapat sebuah gelar yang paling mulia di muka bumi ini: ibu. Sebuah gelar yang tidak bisa dinilai dengan materi apa pun, kecuali ridha Allah dan surgaNya. (Mh)