Chanelmuslim.com – Kemenangan pasukan Islam terhadap pasukan Persia di Irak menumbuhkan harapan kemengan terhadap pasukan Romawi di Syam.
Khalifah Abu Bakar memberangkatkan sejumlah pasukan yang dipimpin oleh para panglima pilih tanding: Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, Amru bin ‘Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Sewaktu berita keberangkatan pasukan-pasukan Islam ini sampai kepada Kaisar Romawi, ia berpesan kepada para menteri dan panglima perangnya untuk berdamai saja dengan pasukan Islam dan tidak melibatkan diri dalam peperangan yang akan menimbulkan kerugian. Tetapi, para menteri dan panglima perang bersikeras memilih perang, “Demi Tuhan, jika pasukan berkuda itu berani menginjakan kaki di wilayah kita, maka Abu Bakar akan menyesal.”
Lalu mereka menyiapkan pasukan berjumlah 240 ribu tentara.
Para panglima Islam mengabarkan situasi gawat ini kepada Khalifah. Khalifah menjawab, “Demi Allah, keraguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.”
Sang penyembuh keraguan ini menerima perintah Khalifah untuk berangkat ke Syam sebagai panglima besar semua pasukan Islam yang berada di sana.
Khalid segera mematuhi perintah itu. Irak ia serahkan kepada Mutsanna bin Haritsah. Dengan pasukannya ia berangkat ke Syam.
Dengan keahlian perangnya yang luar biasa, dalam waktu singkat ia berhasil menata kembali pasukan Islam dan mengatur stragegi baru.
Sebelum pertempuran dimulai, ia berpidato di hadapan para prajurtinya. Ia mulai dengan menyanjungkan pujian kepada Allah, lalu berkata, “Hari ini adalah hari-hari Allah. Tak pantas kita menyombongkan diri dan bertindak melampaui batas. Niat kalian harus ikhlas karena Allah. Semua yang kalian lakukan haruslah untuk Allah. Mari kita bergantian menjadi pemimpin pasukan. Hari ini satu orang jadi pemimpin, besok diganti orang yang lain, lusa yang lain lagi, sehingga seluruhnya mendapat kesempatan pemimpin.”
Perhatikan isi pidato Khalid, “Hari ini adalah hari-hari Allah.”
Sungguh satu mukadimah yang sangat indah.
“Tak pantas kita menyombongkan diri dan bertindak melampaui batas.” Ini bahkan lebih indah dan lebih menunjukan keshalihan.
Sang panglima besar ini tidak ingin menonjolkan diri. Meskipun Khalifah telah mengangkatnya menjadi panglima besar untuk seluruh pasukan, ia tidak ingin menjadi pemicu timbulnya rasa iri di hati rekan-rekannya para panglima terdahulu. Karena itu, ia mengundurkan diri sebagai panglima tetap, dan menjadikan jabatan panglima dipegang secara bergiliran.
Hari ini si fulan A yang menjadi panglima, besok si fulan B, lusa si fulan C, dan seterusnya.
Pasukan Romawi yang berjumlah sangat banyak dengan persenjataan lengkap memang merupakan ancaman membahayakan.
Para panglima Romawi menyadari bahwa nasib baik sedang berada di pihak kaum muslimin. Kemenangan demi kemenangan diraih kaum muslimin di berbagai peperangan. Karena itu, mereka memutuskan untuk mengerahkan semua kekuatan mereka dalam satu pertempuran menentukan untuk mengikis habis kaum muslimin.
Pasukan Islam sangat merasa takut. Iman mereka tidak mampu mengangkat keberanian mereka, hingga tiba-tiba harapan kemenangan menyelimuti mereka.
Betapa pun besarnya ketakutan terhadap pasukan Romawi, namun Khalifah Abu Bakar yang mengetahui karakter dan kemampuan setiap tokoh, menegaskan bahwa mereka akan disemangati kembali oleh Khalid. Ia berkata, “Demi Allah, akan kusembuhkan kegelisahan mereka dengan Khalid.”
Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang karena bersama kaum muslimin sudah ada si penyelesai masalah.
Khalid menyiapkan pasukan yang dibagi menjadi beberapa regu. Strategi menyerang dan bertahan disesuaikan dengan siasat perang pasukan Romawi yang ia pelajari tatkala berhadapan dengan pasukan Persia di Irak. Ia juga memprediksikan jalannya peperangan.
Dan sungguh menakjubkan. Peperangan itu berjalan tepat seperti yang diprediksikan Khalid. Tidak ada yang terlewatkan. Bahkan, seandainya jumlah sabetan pedang dan tombak juga diprediksikan Khalid, benar-benar terjadi.
Sebelum memulai pertempuran, ada sedikit yang mengganggu pikiran Khalid, yaitu memungkinkan sebagaian anggota pasukannya mundur dari pertempuran, terutama mereka yang baru saja masuk Islam, setelah menyaksikan jumlah dan persenjataan pasukan Romawi.
Bagi Khalid, kunci kemenangan hanya satu, yaitu tsabat (keteguhan hati). Satu atau dua tentara yang melarikan diri akan berdampak negatif pada keteguhan hati pasukan, bahkan lebih parah dari serangan musuh. Karena itu, ia mengambil sikap tegas kepada mereka yang hendak melarikan diri.
Di perang ini (Perang Yarmuk), setelah seluruh pasukan menempati posisinya masing-masing, ia mengumpulkan kaum wanita dan mempersenjatai mereka. Inilah kali pertama ia mempersenjatai mereka.
Mereka diperintahkan berbaris di belakang pasukan. Ia berpesan kepada mereka, “Siapa saja yang melarikan diri, bunuhlah.”
Sungguh satu taktik jitu yang benar-benar membuahkan hasil.
Menjelang dimulainya pertempuran, panglima Romawi meminta Khalid tampil ke depan. Ia ingin berbicara dengannya. Khalid pun maju hingga keduanya berhadap-hadapan di atas punggung kuda masing-masing, yakni di tanah lapang kosong di antara dua pasukan besar.
Panglima pasukan Romawi yang bernama Mahan itu berkata, “Kami tahu bahwa yang menyebabkan kalian keluar dari negeri kalian adalah kelaparan dan kesulitan hidup. Jika kalian setuju saya beri setiap orang dari kalian 10 dinar, pakaian, dan makanan, asalkan kalian pulang ke negeri kalian. Tahun depan saya juga kirimkan pemberian yang sama.”
Khalid menekan giginya, tanda menahan marah. Ucapan panglima Romawi ini sangat kurang ajar. Ia harus memberikan jawaban senada, “Kami keluar dari negeri kami bukan karena kelaparan, seperti yang kau sebutkan. Akan tetapi, kami ini satu kaum yang minum darah manusia. Yang kami tahu, darah yang paling nikmat adalah darah orang-orang Romawi. Kami datang untuk itu.”
Lalu Khalid menarik tali kekang kudanya, kembali ke pasukannya dengan mengangkat bendera tanda perang dimulai.
Allahu Akbar…
Berhembuslah angin surga.
Pasukan Islam melesat ke depan seperti rudal
Maka, terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat
Pasukan Romawi terkejut dengan pasukan yang sedang dihadapi. Keberanian pasukan Islam tidak diduga sebelumnya.
Pasukan Islam sendiri melukiskan gambaran perjuangan yang sangat mengagumkam.
Lihatlah di sana, seorang prajurit muslim sedang mendekati Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, dan berkata, “Aku sudah bertekad mati syahid. Adakah pesan yang harus kusampaikan kepada Rasulullah, saat bertemu nanti?”
Abu ‘Ubaidah menjawab, “Ada, katakan kepada beliau bahwa kami telah mendapatkan janji yang Allah berikan kepada kami.”
Lalu laki-laki itu melesat mengobrak-abrik pasukan musuh, berharap mendapatkan syahid. Ia berperang dengan satu pedang, namun puluhan ribu pedang menghadangnya. Akhirnya, ia menemukan impiannya; mati sebagai syahid.
Lihatlah Ikrimah bin Abu Jahal. Benar, dia adalah putra Abu Jahal. Lihatlah dia. Ketika pasukan Islam terdesak oleh serangan pasukan Romawi, ia berseru dengan suara lantang, “Banyak waktu kuhabiskan untuk memerangi Rasulullah. Namun sekarang, setelah Allah membimbingku ke jalan Islam apakah aku lari dari musuh-musuh Allah.?”
Kemudian ia berseru, “Siapakah yang mau berjanji untuk mati?”
Sejumlah pasukan Islam menyambut seruan itu. Mereka bergerak serentak ke jantung pertempuran, bukan mencari kemenangan, namun mencari mati sebagai syahid. Allah menerima janji mereka, lalu mereka mendapatkan kesyahidan.
Lihatlah di sana. Ada beberapa orang yang sedang terluka parah. Ketika mereka diberikan air untuk membasahi kerongkongan mereka, setiap orang dari mereka mengatakan bahwa saudarannya sesama muslim lebih membutuhkan. Akhirnya, banyak di antara mereka mati kehausan.
Bagi mereka, sikap itu lebih baik daripada mengutamakan diri sendiri.
Perang Yarmuk menjadi bukti pengorbanan yang tiada duanya.
Di antara bakti pengorbanan tiada dua yang digerakan oleh tekad bulat adalah pemandangan yang ada di depan kita ini. Lihatlah apa yang dilakukan Khalid bin Walid bersama 100 pasukan khususnya. Mereka menyerbu sayap kiri pasukan Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 40 ribu orang. Khalid berseru kepada seratus orang yang bersamanya itu, “Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya! Tidak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali kondisi yang kalian lihat. Sungguh, aku mengharap Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang leher mereka.”
100 prajurit menyerbu 40 ribu prajurit, dan prajurit yang berjumlah 100 menang?!
Kalian heran?
Bukanlah hati mereka penuh keimanan kepada Allah yang Mahatinggi dan Mahabesar? Penuh keimanan kepada Rasul-Nya saw yang benar lagi terpercaya. Inilah satu keimanan yang paling banyak, mulia, dan terarah?
Bukankah Khalifah mereka, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. yang panjinya sekarang menjulang tinggi di dunia, adalah laki-laki yang di Madinah, ibu kota baru bagi dunia baru, masih bersedia memerah susu kambing untuk para janda dan membuat roti dengan tangannya sendiri untuk anak-anak yatim?
Bukanlah panglima mereka, Khalid bin Walid, adalah pembasmi kesombongan, kekerasan, kedurhakaan, dan permusuhan? Juga pedang Allah yang terhunus yang akan menebas kemujudan, pembusukan, dan kesyirikan?
Bukankah demikian?
Kalau begitu, berembuslah, wahai angin kemenangan. Berembuslah dengan kuat dan mengentak.
(bersambung)
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom