JATI diri orang-orang yang beriman bergantung pada keyakinannya pada ajaran-ajaran Islam. Nilai-nilai kesopanan dan kedamaian ada pada syariat Islam yang menjadi pedoman hidupnya.
Saat berhadapan dengan musuhpun Islam telah mengatur bagaimana seharusnya seorang mukmin bersikap, sebagaimana sabdah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُو،ِّ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian mengharap bertemu musuh, namun jika kalian bertemu mereka maka bersabarlah (teguhkan hati kalian).” (HR. Muslim hadits no 3275)
Jati Diri Orang-Orang yang Beriman
Ustaz Rikza Maulan, Lc, M.Pd, menyampaikan beberapa poin hikmah hadis di atas, yaitu:
1. Pada hakekatnya, Islam adalah agama yang damai, sesuai dengan makna lughawi (makna secara bahasa) dari Al-Islam itu sendiri yaitu berasal dari kata as-salmu yang berarti damai.
Artinya bahwa ajaran agama Islam akan membawa pada kedamaian dan ketentraman di hati para pemeluknya.
Selain tentunya seorang muslim diharuskan untuk menjadi pribadi yang membawa kedamaian bagi orang lain, sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang muslim adalah orang yang menjadikan orang lain selamat dari lisan dan perbuatannya.” (HR. Muslim)
Maka oleh karenanya setiap muslim harus menjadi “penentram” dan “pendamai” bagi orang lain.
2. Di sisi lain, setiap muslim juga merupakan seseorang yang mempunyai jati diri dan menjaga martabat dan kehormatannya berdasarkan keyakinan dan agamanya.
Apabila kehormatan dan martabatnya diusik, tentu pasti akan menimbulkan reaksi, demi menjaga martabat dan kehormatan agamanya.
Inilah uniknya kaum muslimin, yang diibaratkan seperti lebah, di satu sisi lebah tidak hinggap kecuali di tempat yang baik dan tidak menghasilkan kecuali hal-hal yang baik saja.
Namun di sisi yang lain, lebah juga bersatu dan memiliki keberanian yang besar demi mempertahankan kehormatannya.
Lebah akan bersatu padu, yang apabila pihak lain yang mengusiknya atau mengganggunya maka setiap lebah akan rela mengorbankan apa saja demi membela kehormatannya, bahkan mengorbankan nyawanya sekalipun.
3. Maka oleh karenanya umat Islam adalah umat yang tidak suka mencari-cari musuh, namun apabila ada musuh yang datang maka umat Islam siap menghadapinya bahkan sampai titik darah penghabisan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpesan demikian, melarang umat Islam untuk tidak mencari-cari musuh dan masalah, bahkan berharap bertemu musuh pun dilarang.
Namun jika musuh datang dan menantang, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk sabar yaitu tidak goyah dalam menghadapinya.
4. Menghadapi musuh Allah dan musuh umat Islam, tidaklah harus menggunakan senjata dan kekuatan. Kecuali apabila musuh menyerang dengan senjata dan kekuatan.
Jika musuh datang melalui perang media, maka harus dihadapi juga dengan media, dengan politik, dengan ekonomi, dengan opini atau dengan berbagai wasilah lainnya yang dirasa efektif untuk menghadapinya.
Tujuannya hanya satu, yaitu agar kalimat Allah menjadi kalimat yang Agung dan Mulia, yang cahaya Ilahi menjadi cahaya yang menerangi seluruh penjuru alam. Maka, siapkah kita menghadapi musuh Allah? Allah menantimu saudara.
Wallahu A’lam
[Ln]