Cerita sedikit mengenai keluarga manis saya. Kami punya grup whatsapp namanya “Hero’s family.” Tiap saat penuh info dan cerita, juga masalah keluarga dibahas bersama. Dalam grup maupun diluar grup.
Cuma satu anak lelaki saya saja yang gak involve lagi, karena di JIBBs gak boleh bawa hape.
Gak penting yaa, tapi kebiasaan kami adalah ngumpul dan ngobrol, baik di dunia maya maupun dunia nyata -tapi kami hampir gak pernah ngomongin orang-. Terutama saya, saya yang pro-active banget ngumpulin anak dan suami untuk berbagi dan berdiskusi.
Suatu hari, jam 10 malam saat saya mau tidur, tiba-tiba suami masuk kamar, anak-anak remajaku juga masuk kamar (ngumpul dan ngobrol) dan mereka bilang, “rumah kita bersih sekarang juga rapih, biasanya kalau ada anak-anak imersen sedikit amburadul.” Dan pembicaraan terus bergulir. Kesimpulan dari evaluasi keluarga kelinci kami adalah semua ini bermuara dari gurunya, kalau gurunya bagus maka anak-anak bisa diberdayakan dan hasilnya juga bagus. Kata Syifa, “anak Jakarta mii, biasanya pada malas, tapi yang ini rajin bersih-bersih, pasti karena gurunya.”
Karena semua anak dimana-mana sama. Kalau gurunya pinter mengajari dan memberi arahan, hasilnya bagus, anak-anak tertib dan rapih. Rumah juga bersih dan rapih.
Memang kulihat mreka kadang seperti pasukan semut (merubung tiba-tiba) dan menyebar tiba-tiba… Tapi rules yang saya buat di rumah ini, alhamdulillah dijalankan dengan ta’at. Gak rugi jadikan rumah manis kami tempat kumpul immersen anak-anak manis. Suamiku bilang, “mii… kata Pak Wahyu yang tinggal di Russel 20, (aku Russel 43), kalau gak cukup rumah kita buat nampung anak-anak, boleh pakai rumah mereka ada 2 kamar kosong.”
Aku sambil narik selimut karena udara dingin banget -tapi as info di dalam selimut lebih dingin lho-, “Gak ahh, biar aja anak-anak di sini semua.” Karena yang penting kan kebersamaan dan Syifa nyambung, “iyaa bi, jadi kita bisa evaluasi setiap grup yang datang.”
Ehmm, walau anakku banyak di kamar diam-diam dia memperhatikan. Biasanya kalau anak immersen pada pulang, Kak Syifa yang jadi general cleaning seluruh rumah sendirian, bersihin kulkas, toilet, cek kamar-kamar dan biasanya nemukan setumpuk ghonimah (baju seragam jisc), kadang sampai seplastik besar, karena mereka mau masukin belanjaan dalam koper dan biar belanjaannya tidak over weight jadi baju ditinggal (di buang) -ini biasanya girls students-.
Biasanya juga Kak Syifa kirim ke mushola Univesitas Curtin buat dikirim ke Syria. Keren yaa, baju seragam JISc yang kadang diordernya syusaaahhh bisa nyampe ke Australia sampai Syria.
Info lain saya biasanya bangun pukul 2, lalu gak tidur lagi, kalau rajin saya keluar kamar ba’da subuh dan masak masak, cuma kalau ba’da subuh waktu saya habis di masak saya merasa rugi. Kadang saya sengaja di kamar saja (baca buku , tilawah , whats-appan, baca email – its prime timenya saya) dan keluar ketika sudah waktunya mereka berangkat Pukul 7.30-an. Di situ saya melihat bahwa mereka bisa kok nyiapkan makanan sendiri tanpa saya harus terjun. Justru kalau saya banyak terjun, mereka gak bisa apa-apa. Walau kasihan juga kadang-kadang, mereka hidup dari gorengan ke gorengan (goreng sosis, telur dll).
Akhirnya, ketika mereka pergi saya masakin yang berat-berat, kayak rendang, semur, opor, sayur brokoli, sup dan lain-lain.
Yang masak bukan saya tapi cinta.
Oh ya, salah seorang guru bilang saya super woman, karena ngerjain apa aja termasuk nyupirin anak-anak. Saya sempat merenung ketika baca sms-nya, dalam hati saya “saya bukan super woman, tapi saya ini super lover yang punya super love.” Yaa, cinta… Bisa bikin kita bisa apa saja dengan maksmal dan sempurna.
(Perth, 1 Septmber 2015 – Kamar saya yang hangat, heater sampai dua, ternyata saya sudah mulai tua udah gak kuat udara dingin).