ChanelMuslim.com – Beberapa hari lalu saya ketemu teman SMP.
“Octa yaaa!” seru saya.
“Maya yaaa!” seru dia juga.
Tiba-tiba toko serba ada di Depok, Hendra jadi riuh. Biasa dah perempuan biar kata cuma berdua bisa rame juga. Biar kata ada di tempat rame, tetep dunia rasanya isinya cuma berdua. Ma syaa Allah, dari planet Bekasi terdampar di kota Depok.
“Gw takjub ye, elo kan dulu tomboy banget. Sekarang berubah,” ujar Octa, “Eh tapi masih tetep tomboy ye.”
Iye tomboy berhijab, hihihi.
Saya berhijab saat masih hangat-hangatnya kasus jilbab, semacam jilbab beracun dan pelarangan jilbab di sekolah.
Tapi saya bergeming, tidak terpengaruh dengan segala situasi itu. Saya malah menjalani prosesnya dengan amat sangat personal tanpa terpengaruh dengan isu2 tersebut.
Proses hijrah saya, lebih karena ingin menjalankan surat al ahzaab dan an nuur tentang kewajiban menutup aurat. Saat itu saya masih belia. Ayah saya yang mengaji di Dewan Dakwah terus membacakan ayat-ayat itu.
Saya memutuskan sebelum berhijab, saya ingin tidak lagi buta huruf al qur’an. Maka saya belajar mengaji dengan sungguh-sungguh. Guru ngaji saya kalau nggak salah namanya Pak Kosim, anak muda yang belum menikah saat itu. Semoga rahmat, hidayah dan kasih sayang Allah tercurah padamu Pak.
Apa yang membuat saya khusyu menjalani proses hijrah saya adalah momen diomelin guru agama SMP saya, Pak Hambali.
Saat itu masih kelas 3 SMP, sedang sibuknya belajar dan ujian ptaktik. Nah saat latihan bacaan dan gerakan shalat, saya baru saja menginap di rumah nenek tanpa membawa rok sekolah. Alhasil saya menggunakan rok sekolah milik bibi saya yang mungil. Jadi roknya cuma sampai di atas dengkul. Rok mini.
Saat mulai tes shalat, saya kehabisan mukena. Jadi saya latihan tanpa menggunakan mukena. Jadilah saya sibuk membenahi rok saya karena paha saya sedikit terlihat. Melihat itu Pak Hambali berkata, “Makanya berjilbab, jadi nggak ribet nutupin auratnya.”
Aduuuh, kalimat itu sampai sekarang terngiang di telinga saya dan membawa perubahan besar pada diri dan hidup saya. Semoga Allah selalu menyayangi Pak Hambali.
Jadi sejak dulu kasus isu jilbab beracun dan pelarangan jilbab itu pada dasarnya mempunyai niatan politis. Ada orang-orang yang khawatir Islam akan bangkit dan menjadi radikal. Kekhawatiran itu tidak terbukti karena sekarang orang seIndonesia sudah terbiasa mengenakan jilbab tidak terbatas hanya di pengajian tapi di pasar, di mall, di sekolah dan kantor pemerintah. Tidak ada aksi kekerasan kan yak.
Saat ada seruan NoHijabDay, lagi-lagi alasannya adalah alasan politis. Hijab world Day yang jatuh pada 1 februari ini digagas agar dunia menghormati dan menghargai keputusan para muslimah untuk mengenakan hijab tanpa adanya gangguan rasial.
Seruan NoHijabDay yang digagas Yasmien Mohammed adalah sebagai sebuah tindakan protes atas pelarangan muslimah melepas hijabnya di Iran. Para penggiat perempuan di Iran memprotes peraturan wajib hijab dengan melepas hijabnya dan mereka ditangkapi kemudian dibui.
Jadi kalau sekarang banyak gerakan no hijab dengan segala dalih dan alasan, ini tinggal persoalan imani. Mau dipolitisasi seperti apapun, tanyakan kembali pada keimanan kita. Mau pakai kajian science yang bagaimana pun tetap jawabannya ada pada persoalan imani. Keimanan memang persoalan kita dengan Allah.
Begitulah, kita berhijab semata hanya karena Allah. Persis seperti reaksi para shahabiyah, begitu ayat perintah berhijab turun, mereka menurunkan gorden2 dan dikenakan untuk menutup aurat mereka.
Bukan demi eksistensi tapi karena Allah.
Wallahu’alam
Selamat Hari Hijab Sedunia
Maya