ChanelMuslim.com – Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI
yang berlangsung sejak 8-11 Februari 2015 di Ballroom Hotel Inna Garuda Yogyakarta resmi ditutup Presiden Jokowi, Rabu (11/02). KUII VI yang dihadiri oleh lebih dari 700 peserta ini akhirnya menghasilkan keputusan kongres yang terangkum dalam “Risalah Yogyakarta”.
Berikut salinan keputusan yang dinamakan Risalah Yogyakarta yang dibacakan Din di hadapan Presiden Jokowi siang tadi:
Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah puncak
perjuangan dan cita-cita umat Islam Indonesia.
Bahwa sebagai bagian terbesar dari bangsa ini, umat Islam
memiliki tanggung jawab terbesar untuk menjaga, mengawal, membela, mempertahankan, dan mengisi Negara Indonesia berdasar wawasan Islam rahmatan lil alamin dan washatiyah dalamsemangat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, sebagai ciri Islam Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Bahwa penyelenggaraan Negara Proklamasi harus
berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila dengan Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagai ruhnya.
Oleh karena itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan negara sekuler dan bukan negara liberal.
Bahwa kehidupan nasional dewasa ini telah mengalami
penyimpangan dan pergeseran (deviasi dan distorsi) dari cita-cita nasional ditandai dengan derasnya liberalisasi dan
kapitalisasi dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya.
Sebagai akibatnya, muncul gejala kerusakan dalam cita kehidupan bangsa, antara lain ditandai oleh sikap dan perilaku pragmatis, koruptif, manipulatif, materialistik, konsumtif, individualistik, dan hedonistik.
Bahwa dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, umat Islam
bersama seluruh komponen bangsa bertekad meluruskan
kiblat bangsa, demi terwujudnya Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Kongres Umat Islam
Indonesia VI Tahun 2015:
1. Menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk
bersatu padu, merapatkan barisan dan mengembangkan kerja sama serta kemitraan strategis, baik di organisasi dan di lembaga Islam maupun di partai politik, untuk membangun
dan melakukan penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya umat Islam Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban.
2. Menyeru penyelenggara negara dan kekuatan politik
nasional untuk mengembangkan praktik politik yang ber-
akhlaqul karimah dengan meninggalkan praktik politik yang
menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan dan kedamaian bangsa.
3. Menyeru penyelenggara negara untuk berpihak kepada
masyarakat yang berada di lapis bawah (dhu’afa dan
mustadh’afin) dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan
yang berorientasi kepada pemerataan dan keadilan, serta
mendukung pengembangan ekonomi berbasis syariah, baik
keuangan maupun sektor riil dan menata ulang penguasaan
negara atas sumber daya alam untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, serta meniadakan regulasi dan kebijakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan merugikan rakyat.
4. Menyeru seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk
bangkit memberdayakan diri, mengembangkan potensi
ekonomi, meningkatkan kapasitas SDM umat, menguatkan
sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis
ormas, masjid, dan pondok pesantren, meningkatkan peranan kaum perempuan dalam perekonomian, mendorong
permodalan rakyat yang berbasis kerakyatan, dan mendorong kebijakan pemerintah pro rakyat.
5. Menyeru pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk mewaspadai dan menghindarkan diri dari budaya yang tidak!sesuai dengan nilai syariat Islam dan budaya luhur bangsa,seperti penyalahgunaan narkoba, minuman keras, pornografi dan porno aksi, serta pergaulan bebas, dan perdagangan manusia. Hal itu perlu dilakukan dengan meningkatkan pendidikan akhlak di sekolah/madrasah dan keluarga, penguatan ketahanan keluarga dan adanya keteladanan (uswah hasanah) para pemimpin, tokoh, dan orang tua.
Seiring dengan itu menyerukan kepada pemerintah untuk
menghentikan regulasi dan kebijakan yang membuka pintu
lebar-lebar masuknya budaya yang merusak serta melakukan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
6. Menyatakan keprihatinan yang mendalam atas bergesernya tata ruang/lanskap kehidupan Indonesia di banyak daerah yang meninggalkan ciri keislaman sebagai akibat derasnya arus liberalisasi budaya dan ekonomi. Oleh karena itu, meminta penyelenggara negara serta berbagai pemangku kepentingan melakukan langkah-langkah nyata untuk menggantikannya dan menata ulang regulasi dan kebijakan lanskap kehidupan Indonesia agar tetap berwajah keislaman dan keindonesiaan.
7. Memprihatinkan kondisi umat Islam di beberapa negara di dunia, khususnya Asia yang mengalami perlakuan diskriminatif dan tidak memperoleh hak-haknya sebagai warga negara.
KUII meminta kepada pemerintah negara-negara yang bersangkutan untuk memberikan perlindungan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang berkeadilan dan berkeadaban. Menyeru kepada Pemerintah dan umat Islam
Indonesia untuk memberikan bantuan kepada mereka dalam semangat ukhuwah Islamiyah dan kemanusiaan.
Hasbunallah wa ni’ma al-wakil, ni’ma al-maula wa ni’mal al- nashir.
Berdasarkan salinan yang diterima, Risalah Yogyakarta di atas ditandatangani Ketua Panitia Pengarah KH Slamet Effendi Yusuf, Ketua Panitia Pelaksana Anwar Abbas, dan Din Syamsuddin sendiri selaku Ketua Umum MUI.
Hadir dalam kesempatan ini Mensesneg Pratikno, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Ketua MUI Din Syamsuddin, Pangdam IV/
Diponegoro Mayjen TNI Bayu Purwiyono, Kapolda DIY Brigjen Oerip Soebagyo, serta sejumlah pejabat sipil/militer lainnya dan 700-an peserta kongres.
(Kemenag)