• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Kamis, 15 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Habib Aboe: Program Deradikalisasi Belum Berhasil

April 22, 2016
in Berita
68
SHARES
525
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

ChanelMuslim.com—Selama beberapa waktu terakhir, program deradikalisasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menempatkan ormas,pesantren, dan organisasi kemahasiswaan sebagai sasaran programnya. Padahal, selama ini profil terduga teroris cenderung tertutup, bukan aktivis ormas atau profil yang terbuka ke publik.

Oleh karenanya, program yang dilakukan BNPT ini kerap menuai kritik dan imunitas dari kelompok Muslim, seperti yang pernah disampaikan oleh salah satu ketua MUI bahwa program ini mendeskriditkan umat Islam, seolah mengecap umat Islam sebagai sumber teroris.

Pernyataan itu disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Alhabsyi dalam seminar bertema “Radikalisme dan Terorisme dalam Perspektif NKRI”, di komplek DPR Senayan, Kamis (21/4/2016).

Aboe mengkiritisi program deradikalisasi yang  belum sukses tersebut yang katanya ditandai dengan masih tumbuhnya sel teror dan potensi teror di Indonesia. Oleh karena itu, ia minta perlunya evaluasi program yang sudah dijalankan ini.

“Sepertinya desain program deradikalisasi yang selama ini dilaksanakan perlu dievaluasi dan dikaji ulang. Bisa jadi narapidana teroris itu sendiri sebagai sasaran utama, mantan napi teroris, kawan dekatnya, jaringannya, muridnya dan keluarganay, sehingga diharapkan mereka dapat melepaskan ikatan dengan kelompoknya, atau menyesali perbuatannya,”  katanya.

Merujuk pada Undang-undang No.15 Tahun 2003, menurut Aboe, itu sudah jelas dinyatakan bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, berdasarkan  SARA.

“BNPT perlu mereformulasikan desian program deradikalisasi sehingga bisa lebih tepat sasaran, dan bisa mereduksi pertumbuhan sel jaringan teror. Jika kerja BNPT ini sudah benar, insya Allah kerjaan Polri akan lebih enteng, bahkan bisa jadi para anggota Densus 88 pensiun dini,” ujar Aboe.

Kepala BNPT Komjen Polisi M. Tito Karnavian yang menjadi narasumber lainnya, menyatakan bahwa terorisme adalah upaya menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap sipil maupun atau non combatant dengan motif ideologi atau politik.

“Terorisme tak pandang agama. Penganut Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan lainnya dapat melakukan kejahatan terorisme jika memahami agama mereka secara tidak benar,” Tito. Menurutnya, agama yang memiliki nilai-nilai konstruktif, namun dalam praktiknya punya kekuatan untuk menghancurkan. Dia menyebut sejumlah kasus terorisme di berbagai belahan dunia, yang identitas pelakunya tidak hanya dari satu agama tertentu saja.

Menurut Tito, penindakan aksi teror harus dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang menyesuaikan dengan kondisi terkini. Ia menyebutkan bahwa UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah saatnya direvisi karena UU ini hanya penguat dari Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 yang dibuat pasca pemboman di Bali.

Undang-undang tersebut belum memasukkan unsur pencegahan. Sehingga, dalam revisi nantinya diharapkan dapat memuat hukuman terhadap proses radikalisme sebagai bentuk pencegahan. Tito mencontohkan perlunya hukuman terhadap kasus WNI yang mengikuti pelatihan militer di luar negeri.

Terkait dengan rencana revisi UU tersebut, Aboe Bakar menyatakan akan terus mengawalnya untuk memastikan tidak terdapat pasal-pasal yang bertentangan dengan hak asasi manusia. “Dalam pembahasan soal kewenangan hukum, jangan sampai kebablasan dan berlebihan, itu yang akan kami kawal,” katanya. (mr/ChanelMuslim)

Previous Post

DIY Shampoo Lemon dan Timun untuk Rambut Kering

Next Post

Masjid Raya Bayur

Next Post

Masjid Raya Bayur

Biaya Pendaftaran SMBPTN 2016 Alami Kenaikan 100%

Resep Ayam Goreng Balut Daun Pandan khas Thailand

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga