ChanelMuslim.com – Salman telah memenuhi pesan itu sebaik-baiknya, namun air matanya masih jauh berderai ketika ruhnya telah siap untuk berangkat, khawatir kalai ia telah melampaui batas yang ditetapkan.
Tak terdapat di ruangannya kecuali sebuah piring wadah makannya dan sebuah baskom untuk tempat minum dan wudhu. Tetapi walau demikian ia menganggap dirinya telah berlaku dosa.
Baca Juga: Salman, Seorang Zuhud Putera Persi
Salman, Seorang Zuhud Putera Persi (2)
Nah, bukankah telah diceritakan kepada anda bahwa ia mirip sekali dengan Umar?
Pada hari-hari ia bertugas sebagai Amir atau kepada daerah di Madain, keadaan tak sedikitpun berubah. Sebagaimana telah kita ketahui, ia menolak untuk menerima gaji sebagai amir, satu dirham sekalipun.
Ia tetap mengambil nafkahnya dari hasil menganyam daun kurma, sedang pakaiannya tidak lebih dari sehelai baju luar, dalam kesederhanaan dan kesahajaannya tak berbeda dengan baju usangnya.
Pada suatu hari, ketika sedang berjalan di suatu jalan raya, ia didatangi seorang laki-laki dari Syria yang membawa sepikul buah tin dan kurma. Rupanya beban itu amat berat, sehingga melelahkannya.
Laki-laki dari Syria itu melihat seorang laki-laki yang tampak sebagai orang biasa dan dari golongan tak berpunya, terpikirlah hendak menyuruh laki-laki (Salman) itu membawa buah-buahan dengan diberi imbalan atas jerih payahnya bila telah sampai ke tempat tujuan.
Ia memberi syarat supaya datang kepadanya, dan Salman menurut dengan patuh.
“Tolong bawakan barangku ini!” kata orang dari Syria itu. Maka barang itupun dipikullah oleh Salman, lalu mereka berdua berjalan bersama-sama.
Di tengah perjalanan mereka berpapasan dengan satu rombongan. Salman memberi salam kepada mereka, yang dijawab oleh mereka sambil berhenti: “Juga kepada amir, kami ucapkan salam”
“Juga kepada amir?” Amir mana yang mereka maksud?” tanya orang Syria itu dalam hati. Keheranannya kian bertambah ketika dilihatnya sebagian dari anggota rombongan segera menuju beban yang dipikul oleh Salman dengan maksud hendak menggantikannya.
Kata mereka, “Berikanlah kepada kami wahai amir!”
Sekarang mengertilah orang Syria itu bahwa kulinya tiada lain Salman Al-Farisi, amir dari kota Madain. Orang itupun menjadi gugup, kata-kata penyesalan dan permintaan maaf bagai mengalir dari bibirnya.
Ia mendekat hedak menarik beban itu dari tangannya, tetapi Salman menolak, dan berkata sambil menggelengkan kepala: “Tidak, sebelum kuantarkan sampai rumahmu!” [Ln]