Menjadikan Anak Tangguh
DALAM surat An Nisa ayat sembilan dikatakan “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
Keturunan yang lemah ini menurut Ustaz Bendri Jaisyurrahman tidak hanya bermakna lemah secara fisik dan materi, tetapi lemah secara psikis. Lemah iman sehingga mudah terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran liberal. Lemah hati sehingga mudah terpengaruh oleh teman, tergerus oleh zaman.
Baca Juga: Mendidik Anak Tangguh ala Nabi Yaqub as
Nasihat Ustaz Bendri, Menjadikan Anak Tangguh
Saat memberikan materi dalam acara Kemistri Camp yang diselenggarakan Home Schooling Muslim Nusantara pada 25-27 Maret 2016 lalu Ustaz Bendri Jaisyurrahman memberikan tahapan dalam membentuk anak yang tangguh.
1. Melewati ujian kesulitan. Kesulitan yang dihadapi anak tentu bukanlah kesulitan seperti orang dewasa. Saat mainannya rusak atau terjatuh adalah kasus yang dapat menjadi pembelajaran.
Orang tua harus dapat memberikan respon yang tepat, tidak lalu menghibur dengan mengatakan “nanti kita beli yang baru, atau nanti mama ambilkan mainannya.”
Orang tua harus dapat mendorong anak mengambil sikap untuk bersabar dan berusaha mencari solusi. Tidak saat mainan rusak tinggalkan, hilang beli yang baru.
Anak yang selalu hidup enak saat dewasa tidak dapat menghadapi masalah. Kasus perceraian di Indonesia cukup tinggi karena anak-anak tidak disiapkan menjadi pribadi tangguh. Masalah sedikit dalam rumah tangga minta cerai.
2. Tangguh melewati syahwat. Gadget yang saat ini sudah diberikan pada anak-anak adalah ujian syahwat.
3. Ujian kemarahan. Marah yang tidak terkontrol dapat membahayakan seperti kasus-kasus kriminal yang terungkap di media dilakukan oleh anak pada orang tua.
Kisah yang dapat dijadikan pelajaran untuk menjadi anak yang tangguh belajarlah dari kisah Nabi Yusuf. Yusuf hampir dibunuh saudaranya, dijual sebagai budak ia tidak putus asa.
Digoda oleh Zulaikha bisa melepaskan diri. Begitu menjadi menteri bertemu saudaranya ia tidak marah karena perbuatan saudaranya.
Jika tidak dapat melewati ketiga ujian yang telah disebutkan anak jadi stoke jiwa, diputus pacar langsung ingin bunuh diri.
Seperti yang banyak kita lihat di media pemuda-pemudi Indonesia menjadi generasi yang mudah mengikuti budaya barat, tetapi lemah terhadap masalah sehingga memilih tawuran keroyokan atau jalan pintas bunuh diri.
Karena itu ayah bunda kembalilah ke rumah, didiklah anak mulai dari rumah, tidak hanya memberikan fasilitas menyekolahkan pada sekolah favorit kemudian selesai dan ingin menerima hasil.
“Ingatlah bahwa pertanggung jawaban anak ada pada orang tuanya,” seru Ustaz Bendri yang juga sering menjadi konselor keluarga. [Wn/Ln]