ChanelMuslim.com- Ibadah itu menjalin hubungan dengan Allah. Santunan itu menjalin hubungan dengan manusia. Tapi adakalanya, Allah lebih suka kita mendahulukan yang kedua dari yang pertama.
Sebuah kisah menarik tentang Abdullah Ibnu Mubarak. Beliau seorang ulama hadits yang juga merupakan salah satu dari guru Imam Muslim. Selain sebagai ulama, beliau juga dikenal sangat dermawan.
Hampir tiap tahun beliau berangkat ke Mekah untuk ibadah haji. Meskipun tempat tinggalnya berada di kawasan Turkmenistan.
Suatu kali saat berada di Masjidil Haram, beliau tertidur dan bermimpi. Ia menjumpai dua malaikat yang sedang berbincang.
“Berapa orang yang beribadah haji tahun ini?” ucap salah satu malaikat.
“Enam ratus ribu orang,” jawab yang satunya.
“Berapa orang di antara mereka yang hajinya Allah terima?” tanyanya lagi.
“Tidak ada. Kecuali satu orang yang tidak jadi berangkat haji. Ia seorang tukang sol sepatu yang tinggal di Damsyiq. Namanya Ali bin Al-Muwaffaq. Dan karena orang inilah, enam ratus ribu jamaah ini Allah terima hajinya,” jawab malaikat satunya.
Abdullah Ibnu Mubarak terkejut dengan mimpinya itu. Seusai menuntaskan haji, ia langsung berangkat ke Damsyiq untuk mencari orang yang disebut malaikat dalam mimpi itu.
Setelah berjumpa, Ibnu Mubarak menceritakan tentang mimpinya. “Amalan apa yang kau lakukan sehingga engkau begitu istimewa dalam ibadah haji tahun ini?”
Al-Muwaffaq menceritakan bahwa ia sudah menabung selama tiga puluh tahun untuk bisa berangkat haji. Uangnya sudah terkumpul 350 dirham. Dan saat akan berangkat haji, ia yakin bisa mengumpulkan hingga 400 dirham dan itu cukup untuk ongkos haji.
Di hari-hari saat akan berangkat, ia mendapati tetangganya menderita kelaparan. Tetangganya seorang janda miskin dengan beberapa anak yatim.
Tanpa berpikir panjang, Al-Muwaffaq menghadiahkan seluruh uang ongkos hajinya untuk tetangganya itu. Meski ia tidak bisa berangkat haji, ia berharap akan memperoleh ridha Allah.
**
Boleh jadi, ada banyak Al-Muwaffaq lain yang hidup di zaman saat ini. Meski dalam hidup yang pas-pasan, tapi masih tetap mengutamakan orang lain yang lebih sengsara dari dirinya.
Orang seperti inilah yang Allah puji. Dan lebih Allah puji dari mereka yang sekadar membiayai dirinya untuk beribadah sendiri.
Kadang, kita buta dengan orang dekat kita. Sinyal permintaan bantuan mereka tak tertangkap jelas oleh kita. Redup, bahkan terabaikan begitu saja. Tertutupi oleh noda ego dalam hati kita.
Di antara mereka mungkin saja adalah ayah ibu kita, paman bibi kita, kakak adik kita, sanak kerabat kita; dan tentu saja tetangga di sekitar kita.
Ketika Allah memberikan kita rezeki lebih, meskipun dengan jumlah yang tergolong pas-pasan; tak ada salahnya untuk sekali lagi mencermati sinyal-sinyal harapan dari mereka.
Tangkap sinyal itu, dan berkorbanlah. Karena boleh jadi, pengorbanan seperti itu jauh lebih bernilai dari pahala ratusan ribu orang yang berangkat haji. [Mh]