ChanelMuslim.com – Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah musim kebaikan. Sudah selayaknya setiap muslim memberikan perhatian yang lebih terhadapnya.
Sudah sewajarnya setiap muslim meningkatkan amal shalihnya pada waktu tersebut, melebihi amal shalihnya pada waktu yang lain.
Baca Juga: Amalan di Bulan Dzulhijjah, Puasa Hari Arafah
Welcome Zulhijjah, Ini Sunnah-Sunnah di Sepuluh Hari Pertama
Seorang ulama tabi’in, Abu Utsman Abdurrahman bin Mull an-Nahdi (wafat tahun 95 H) berkata, “Generasi salaf (sahabat) sangat memuliakan puluhan hari yang tiga; sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama Dzul Hijjah, dan sepuluh hari pertama Muharram.”
Keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzul Hijjah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut :
“Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“
(HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Adapun amalan yang selayaknya dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini adalah sebagai berikut :
1. Haji dan Umrah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Satu umrah ke umrah lainnya menjadi penghapus dosa-dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan yang setimpal untuknya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan ikhlas demi meraih ridha Allah dan dikerjakan sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ciri utamanya adalah keimanan, ketakwaan, dan amal shalih pelakunya setelah mengerjakan haji mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik.
2. Puasa Sunnah
Yaitu, puasa sunnah antara tanggal 1-9 Dzulhijjah. Minimal mengerjakan puasa sunnah Arafah tanggal 9 Dzulhijjah bagi selain jama’ah haji.
Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah ‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 461)
Puasa sunnah adalah amal shalih yang sangat dicintai oleh Allah , demikian juga keutamaan puasa sunnah 9 hari pada 10 hari pertama Dzulhijjah berdasarkan keumuman hadits Ibnu ‘Abbas yang telah disebutkan di atas.
Allah bahkan menganggap Dzat-Nya sebagai pemilik khusus shaum, dan Allah sendiri yang akan memberikan balasannya.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Allah Ta’ala berfirman :
“Semua amal anak manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kita tidak mampu memperbanyak puasa sunnah pada sembilan hari pertama bulan Dzul Hijjah ini, maka setidaknya kita melaksanakan puasa hari Arafah pada tanggal sembilan Dzul Hijjah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi bersabda tentang keutamaan puasa hari Arafah:
“Puasa hari Arafah, aku mengharap Allah menghapuskan dengannya dosa satu tahun sebelumnya dan dosa satu tahun sesudahnya.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
3. Shalat Wajib Lima Waktu Secara Berjama’ah Di Masjid Dan Memperbanyak Shalat Sunnah
Sebaiknya setiap muslim menjaga pelaksanaan shalat sunnah Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tahajud, shalat Witir, shalat tahiyatul masjid, dan shalat sunnah lainnya.
Dalam hadits qudsi Allah Ta’ala berfirman :
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.”
(HR. Bukhari, Ibnu Majah, dan Ahmad)
4. Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, dan Dzikir
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak bacaan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan dzikir pada sepuluh hari pertama Dzul Hijjah berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Haj (22): 28)
Dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tiada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal kebaikan pada hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah ini. Maka hendaklah kalian memperbanyak tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad)
Imam Bukhari berkata, “Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Keduanya mengumandangkan takbir, maka orang-orang mengikuti keduanya dalam mengumandangkan takbir.
Ibnu Umar juga mengumandangkan takbir dari dalam tendanya di Mina, maka jama’ah masjid yang mendengarnya ikut mengumandangkan takbir.
Mendengar hal itu, orang-orang di Pasar ikut mengumandangkan takbir, sehingga Mina bergemuruh dengan suara takbir.
Pada hari-hari tersebut, Ibnu Umar mengumandangkan takbir di Mina, setelah shalat wajib, di atas kasur, tenda, tempat duduk, dan jalan yang dilaluinya. Ia bertakbir pada seluruh hari tersebut.”
Berita TerbaruNasihat Indah Al Junaid bin Muhammad Rahimahullah
Takbir hari raya Idul Adha ada dua bentuk, yaitu muthlaq dan muqoyyad :
Muthlaq, artinya umum tanpa terkait waktu, hendaklah memperbanyak takbir kapan dan di mana saja, kecuali di tempat-tempat yang terlarang melafazkan dzikir, yaitu di WC dan yang semisalnya. Takbir muthlaq Idul Adha dimulai sejak awal Dzul Hijjah sampai akhir hari Tasyriq.
Muqoyyad, artinya terkait dengan sholat lima waktu, yaitu bertakbir setiap selesai sholat lima waktu, dimulai sejak ba’da Shubuh hari Arafah sampai ba’da Ashar di akhir hari Tasyriq.
Disunnahkan mengeraskan takbir bagi laki-laki dan dipelankan bagi wanita, dan disunnahkan bertakbir di perjalanan ketika menuju tempat sholat ‘Ied.
5. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah ( tanggal 1 Dzul Hijjah ) dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.”
Dalam riwayat lain:
“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban.”
Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya.
Firman Allah:
“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].
Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
6. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya
Di antara syi’ar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha adalah pelaksanaan shalat ‘id, yang dilakukan di tempat lapang dan terbuka, yang dihadiri oleh kaum muslimin.
Shalat ‘Ied disyari’atkan bagi pria maupun wanita, bahkan wanita yang padanya ada halangan sekalipun diperintahkan untuk keluar menuju tempat shalat.
Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha berkata :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan mereka pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha, yaitu para gadis, wanita-wanita yang sedang haidh, dan para wanita pingitan. Adapun para wanita haidh maka dia harus menjauhi shalat. Hendaknya mereka semua menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin.
Maka aku (Ummu ‘Athiyyah) berkata : Wahai Rasulullah, ada di antara kami tidak memiliki jilbab?
Maka beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ) menjawab : Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbab kepadanya. ( Muttafaqun ‘alaihi )
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyari’atkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan.
Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.
7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung.
Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”.
[Muttafaqun ‘Alaihi]
8. Sedekah
Sedekah secara umum hukumnya sunnah, dan nilai kesunnahannya pada sepuluh hari pertama bulanDzulhijjah ini semakin kuat.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2): 261
9. Bertaubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa
Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzul Hijjah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindakan zholim terhadap sesama.
10. Banyak Beramal Shalih
Selain amalan-amalan di atas, terdapat banyak amalan yang selayaknya digalakkan, antara lain:
Membaca Al-Qur’an, Membaca istighfar, Berbakti kepada orang tua, Menyambung tali kekerabatan, Menyebar luaskan salam, Memberikan makanan, Mendamaikan dua pihak yang bersengketa, Amar ma’ruf dan nahi munkar, Menjaga lisan dan kemaluan, Berbuat baik kepada tetangga, Memuliakan tamu, Memberi nafkah kepada keluarga, Mengasuh anak yatim, Menengok orang sakit, Membantu kesulitan orang lain, Menunaikan amanat, Mengembalikan barang titipan, Melunasi hutang, Dan lain sebagainya.
Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama.
Semoga bermanfaat serta kita dapat melewati sepuluh pertama bulan Dzul Hijjah ini dengan meraih pahala yang berlimpah, insyaAllah.(mh)
Ditulis Oleh: Abu Syamil Humaidy
Sumber https://t.me/MuliaDenganSunnah, https://asysyamil.com