ILMU itu sangat mahal. Balasannya surga untuk mereka yang berjihad menuntut ilmu.
Di abad kedua hijriyah, ada seorang ulama muda yang begitu gigih menuntut ilmu. Namanya, Baqi’ bin Makhlad, rahimahullah. Ia rela menempuh jarak 5 ribu kilometer lebih demi untuk mengejar ilmu.
Saat itu usianya sekitar dua puluhan. Ia berasal dari sebuah daerah bernama Qurthuba di negeri Spanyol. Baqi’ begitu terobsesi bisa belajar hadis langsung dengan Imam Ahmad bin Hanbal di Bagdad, Irak.
Berbulan-bulan ia berjalan, menumpang kapal untuk menyeberangi lautan, berjalan kaki lagi, dan seterusnya. Baqi’ dikenal dengan sosok yang selalu berjalan kaki.
Tentu jerih payah itu tidak sebanding dengan keadaan saat ini yang serba mudah dan cepat. Ada pesawat, mobil, dan kendaraan serba cepat lainnya.
Akhirnya, tibalah Baqi’ di Bagdad dengan susah payah. Sayangnya, ia mendapat kabar kalau Imam Ahmad sedang mengalami tahanan rumah oleh rezim bengis yang berkuasa. Murid dari Imam Syafi’i ini dilarang berceramah di depan orang banyak.
Tapi, hal itu tidak mematahkan semangat Baqi’. Ia terus mencari akal agar bisa belajar dengan Imam Ahmad meskipun beliau dilarang keluar rumah.
Melalui orang-orang dekat Imam Ahmad, akhirnya Baqi’ bisa diantar ke rumah beliau. Dengan sembunyi-sembunyi, Imam Ahmad menerima kedatangan Baqi’.
Baqi’ menceritakan kalau ia datang dari negeri yang sangat jauh. “Afrika?” tanya Imam Ahmad.
“Lebih jauh lagi. Masih harus menyeberangi lautan,” jawab Baqi’.
Mendengar cerita itu, Imam Ahmad mengizinkan Baqi’ belajar di rumahnya. Tapi dengan syarat, tidak boleh diketahui oleh orang banyak.
“Baiklah, Syaikh. Saya akan berpura-pura menjadi pengemis yang mendatangi rumah Anda. Saya akan datang ke rumah Anda setiap hari, meskipun hanya mendapatkan satu atau dua hadis,” ungkap Baqi’. Imam Ahmad pun setuju.
Esoknya, mulailah Baqi’ berpenampilan seperti pengemis. Ia mendatangi rumah Imam Ahmad dan seolah-olah meminta bantuan makanan. Imam Ahmad pun mempersilakannya masuk untuk diberikan makanan.
Selama pertemuan singkat itu, Imam Ahmad mengajarkan Baqi’ sebanyak dua hingga tiga hadis. Dan hal itu berlangsung sangat lama hingga hukuman tahanan rumah Imam Ahmad selesai.
Setelah tahanan rumahnya selesai, Imam Ahmad ingin sekali membalas kunjungan rutin Baqi’. Kebetulan, saat itu Baqi’ sedang sakit.
Imam Ahmad mengajak murid-murid lain yang begitu penasaran dengan sosok Baqi’ bin Makhlad yang sembunyi-sembunyi bisa belajar kepada Imam Ahmad.
Setibanya di rumah sewaan yang ditempati Baqi’, Imam Ahmad dan rombongan begitu prihatin dengan keadaan rumahnya: kecil, hanya beralaskan tikar tipis, dan kertas catatan yang berserakan.
Imam Ahmad pun memuji dan mendoakan Baqi’ yang disaksikan rombongan muridnya. Setelah kunjungan itu, banyak orang yang memberikan bantuan kepada Baqi’. Ada yang memberikan kasur, lemari, baju, makanan minuman, dan lainnya.
Setelah dirasa cukup, Baqi’ akhirnya kembali ke tanah kelahirannya di Spanyol. Beberapa tahun kemudian, Baqi’ sudah mampu mengajarkan banyak murid di sana. Beliau pun mengembangkan metode tafsir Al-Qur’an.
Kelak, sekitar empat abad setelah beliau, di tanah kelahiran Baqi’ bin Makhlad itu, lahir seorang tokoh ulama terkenal yang mewariskan keilmuannya. Tokoh itu bernama Imam Al-Qurthubi.
***
Ilmu yang berkah itu diperoleh dengan niat ikhlas, pengorbanan yang berat, istiqamah, dan tentu saja doa dan dukungan dari guru.
Tak ada balasan yang paling bernilai untuk para penuntut ilmu seperti ini dari Allah, kecuali surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Jangan pernah merasa capek dan bosan menuntut ilmu. Pun juga, jangan menilai keuntungannya dengan nilai duniawi. Karena balasannya Allah jamin dengan surga. [Mh]