MENGENAL seseorang hanya sebatas pada fisiknya saja. Sementara hatinya, tak akan pernah tahu.
Seusai Fathul Mekah atau takluknya Mekah di tangan kaum muslimin, hampir semua orang Mekah masuk Islam. Setidaknya, mereka tidak lagi menyakiti Rasulullah dan umat Islam.
Rasulullah dan para sahabat memanfaatkan kesempatan itu untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Mereka bisa tawaf, sai, dan shalat di dekat Ka’bah tanpa perlu takut dan khawatir.
Namun begitu, tidak semua orang Mekah masuk Islam. Ada juga yang masih menyisakan kebenciannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara orang itu adalah Fudholah. Meski seluruh penduduk Mekah tak lagi berani terhadap Rasulullah dan kaum muslimin, ia justru sebaliknya. Ia kerap mencari-cari kesempatan kapan bisa membunuh Rasulullah saat ia lengah.
Waktu dan tempat pun diteliti Fudholah. Akhirnya ia menemukan momen itu. Momen di mana Rasulullah lengah dan tak seorang pun yang akan melihatnya membunuh Nabi.
Momen itu adalah di saat Rasulullah sedang berada dekat dengan Ka’bah. Karena saat itu, Ka’bah memang masih tanpa pagar. Orang bisa keluar masuk dari arah mana saja.
Fudholah sudah siap-siap bersembunyi di sudut Ka’bah. Saat itu, Rasulullah sedang melaksanakan tawaf seorang diri.
Putaran pelaksanaan tawaf sudah pasti: berlawanan dengan pergerakan arah jarum jam. Nah, Fudholah tidak perlu repot-repot mengejar-ngejar Nabi. Cukup ia tunggu, Rasulullah akan tiba di sudut Ka’bah di mana ia berada. Saat itulah, ia akan menikam Nabi.
Ketika jarak antara posisi Nabi dengan sudut Ka’bah di mana Fudholah sedang menanti, Allah mengabarkan kepada Rasulullah tentang Fudholah yang akan membunuhnya. Lokasinya pun sudah diketahui Nabi.
Menariknya, Rasulullah tidak segera memerintahkan sahabat untuk menangkap Fudholah, atau menghindar dari Fudholah. Sebaliknya, Rasulullah bergerak berlawanan dari arah gerakan tawaf yang semestinya.
Dengan begitu, Fudholah yang hanya fokus ke satu arah saja, tidak menyadari kalau Rasulullah sudah berada di belakangnya.
“Saudaraku, Anda siapa?” ucap Nabi mengejutkan Fudholah yang baru menyadari kalau orang yang akan dibunuhnya justru menyapanya dari arah belakang.
“Eh..saya Fudholah, ya Nabi,” ucapnya agak gugup, khawatir kalau niatnya untuk membunuh sudah diketahui.
“Anda sedang ngapain di sini?” tanya Nabi dengan begitu sopan.
“Saya sedang bertasbih dan berzikir di sini,” jawab Fudholah sekenanya.
Nabi tersenyum ramah. Ia mendekati Fudholah dengan sopan. Tangan kanan Nabi memegang dada Fudholah. Nabi pun mendoakan Fudholah.
Fudholah terdiam seribu bahasa. Ia merasakan sebuah ketenangan hati yang luar biasa selama tangan Nabi berada di dadanya. Hilang sudah semua rasa benci kepada sosok Nabi.
Tak lama, ia pun menyatakan diri masuk Islam. Fudholah yang dulunya begitu benci, saat itu berubah menjadi begitu cinta kepada Nabi.
Jika tanpa diberitahu oleh Allah tentang Fudholah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tak pernah tahu isi hati Fudholah.
**
Karomah bisa dimiliki oleh para wali Allah. Mereka bisa mengetahui hal ghaib, dengan izin Allah subhanahu wata’ala.
Tapi, satu hal yang tidak bisa mereka ketahui: isi hati orang lain. Meskipun orang itu memiliki hubungan yang sangat dekat.
Hal ini menunjukkan bahwa isi hati seseorang merupakan rahasia Allah subhanahu wata’ala. Hanya Allah dan orang itu sendiri yang tahu isi hatinya.
Karena itu, jangan merasa sok tahu dengan isi hati orang lain. Terutama tentang keburukannya. “Ah, ia bersedekah paling cuma ingin dipuji!” seperti itu misalnya.
Jangan pernah berprasangka buruk kepada orang lain. Selalulah berprasangka baik. Selain itu sebagai akhlak yang diajarkan Islam, juga sebagai doa untuk kebaikannya. [Mh]